Here's Your Perfect

467 43 79
                                    

Note: Karena banyak yang req lanjut jadi langsung aja



.
..
...

Selamat membaca
______________________________________

"Aduh aya naon ieu geulis?" Nenek yang baru saja pulang dari pasar terkejut saat sebuah mobil keluar dari pekarangan rumah menyisakan Lily yang sedang menangis di pelukan teman perempuannya.

"Nenek... Hiks... Gian nek, dia pergi dari Lily." adunya.

"Cup cup, jangan nangis cucu Nenek..." Nenek langsung membuka pelukannya untuk menenangkan Lily.

Gadis itu masih saja terisak, bahkan bekas tamparan di pipinya saja Lily tidak pedulikan. Setelah beberapa menit puas menangis dipelukan Neneknya, Lily mulai menceritakan masalah yang terjadi hingga Gian akhirnya menyetujui untuk memutuskan hubungan dengannya.

"Menurut Nenek sudah betul keputusan kamu dan Gian untuk putus sementara. Nenek tau kalian saling cinta tapi kalau cinta kalian saling menyakiti satu sama lain sepertinya harus di koreksi lebih dulu, kamu sama Gian memang sedang mencari jati diri masing masing jadi kalian selalu egois dalam menyelesaikan masalah. Lily yang kurang percaya pada Gian, dan Gian yang selalu lepas kendali ketika sedang emosi."

"Tapi Nek—"

"Udah Ly, bener kata Nenek lo. Gue yakin lo sama Gian bakal kembali kalau kalian sama-sama berubah menjadi lebih baik. Yang terpenting lo sekarang self healing dulu ya..." potong Andini dan Nenek mengangguk setuju.

Kini diruang tengah hanya ada Lily dan Andini berdua, Nenek sudah pergi ke dapur untuk memasak.

Lily masih termenung duduk di sofa, ia membiarkan Andini mengompres pipinya yang sudah berubah warna lebam.

Lily pernah bilang, jika ia memutuskan hubungannya terlebih dulu pasti ia akan mati di tangan Gian. Seperti inilah yang ia maksud, hatinya yang serasa mati karena pemiliknya pergi.

Lily sangat mencintai Gian. Tapi, ia selalu bertindak childish dengan merasa seperti korban. Padahal sebenarnya mereka berdua adalah korban. Sekarang ia menyadari jika hubungan ini hanya ingin dipertahankan oleh lelaki ringan tangan itu yang sebenarnya tidak sering dengan mudah melayangkan tangannya.

Semua itu memiliki sebab dan akibat. Gian lelah dengan sikap Lily yang dilihatnya, selalu melanggar kesepakatan yang mereka buat. Selalu memancing Gian dengan cara yang menguras emosi. Kini rasa penyesalan memang datang terlambat.

"Lyy..."

"Hm"

"Gian itu sayang sama lo." Ucap Andini pelan tidak tega melihat Lily yang terus termenung.

"Setelah kejadian lo yang di tarik dan di tampar dipakiran club, ternyata besoknya Gian minta di daftarin ke psikolog. Dia bilang, dia sedih karena harus main tangan terus sama lo."

Lily sontak menatap Andini yang berjongkok, ia mencari-cari kejujuran di mata hitam itu.

"Gian... ke psikolog?" Andini mengangguk.

Air mata mengalir kembali di wajah bengkak itu. Lily benar-benar sangat menyesal. Rasa sakit di wajah dan lehernya tidak sebanding dengan hati. Ia selalu menggambarkan sosok Gian dengan sangat buruk. Padahal dirinya mencintai lelaki itu.

"Gue salah An— gue selalu ga percayaaan sama dia, akhirnya dia marah dan gue yang jadi keliatan kayak korban." Tangis Lily semakin pecah.

Andini mengelus lengan Lily, "Sstt, jangan nangis. Benar kata Gian, Ly, kalian butuh intropeksi diri dulu."

LYOCA (One Shoot Stories) [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang