Bertaut

527 43 120
                                    

Note: Baca tema ini, sambil play lagunya biar lebih sendu, boleh versi Nadin atau cover Nuca okey...


Satu lagi alur kali maju-mundur
.
..
...

Selamat membaca
______________________________________

Sore ini seorang laki-laki duduk depan hamparan tanah lapang sembari menatap perpaduan warna yang diciptakan semesta saat sang surya hendak mengakhiri tugasnya di ufuk barat.

Mencoba merasakan ketenangan yang disuguhkan alam lewat buaian angin serta suara burung yang terdengar lembut dan berisik di saat yang bersamaan.

Nuca memejamkan matanya, mencoba merasakan ketenangan yang sebenarnya tidak bisa dilihat oleh mata telanjang.

Menyedihkan.
.
.

Hina dan Bajingan.
.
.

Anak salah didik kan.
.
.

Mantan pengguna.
.
.

Anak Haram serta kotor.

.
.

Cih, semua kata gila itu selalu hadir di kepala dan menginterupsi waktu tenang. Nuca menggelengkan kepalanya lemah, mencoba menghilangkan bayang masa lalu yang rapuh dulu kerap membuat luka semakin menganga.

Nuca membuka kedua kelopak matanya dan menatap indahnya langit yang akan menunjukan warna semakin gelap hingga malam nanti akan ambil bagian.

Lucu, ketika orang banyak yang menyukai senja tapi Nuca lebih suka langit malam bertabur bintang. Karena ia selalu menganggap bahwa bintang-bintang itu adalah malaikat Tuhan yang akan mendengarkan keluh kesah saat tak ada manusia yang ada di sampingnya. Mereka seperti penjaga di malam hari saat pelukan Bunda tak lagi bisa memeluk tubuhnya.

"Kamu kenapa lagi?" Sebuah suara menginterupsi kesendirian Nuca yang sempat membuatnya gagu.

Nuca mengadahkan wajah dan menemukan sesosok perempuan berparas cantik sedang berdiri tepat di belakangnya dan memandang Nuca sendu.

"Sini duduk." suruh Nuca sambil tersenyum tipis dan menepuk tempat kosong di sampingnya.

Lyodra menatap Nuca selama beberapa detik hingga akhirnya menghela nafasnya berat dan duduk di tempat kosong yang tadi ditepuk.

Perempuan itu tidak memandang ke arah langit luas yang menjadi tatapan utama Nuca di tempat ini, anehnya Lyodra malah menatap ke arahnya dengan kedua mata yang tajam namun bisa menenangkan. Membuat Nuca ikut membalas tatapannya dan tersenyum tipis saat perempuan itu belum mau juga mengungkapkan isi kepalanya.

"Apa?"

Lyodra hanya menggelengkan kepalanya lemah lalu merangkul bahu Nuca yang terasa kaku. Lalu membelại rambutnya yang terlalu kacau karena angin yang tidak segan-segan membuat tatanannya berantakan.

"Harusnya aku yang bertanya, bodoh." Jawab Lyodra dengan suaranya yang selalu bisa membuat Nuca tertawa.

Perempuan berumur lebih muda satu tahun, yang suaranya tidak pernah berubah sejak kami pertama berjumpa saat Nuca berumur tujuh belas.

Nuca terkekeh lemah dan menghela nafas berat sekali lagi, mengalihkan pandangannya dari wajah manis Lyodra yang kerap membuatku bahagia dan kembali menatap ke arah pertemuan langit dan dunia yang sebenarnya hanya sebuah ilusi semata.

"Aku hanya menikmati pemandangan, Lyo. Kamu terlalu berlebihan harus menyusulku ke sini. Padahal dulu, aku kesakitan saja kamu hanya bisa bilang 'tidur saja'." Kata Nuca dengan nada bercanda.

LYOCA (One Shoot Stories) [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang