52. Kerapuhan Jiwa Zilva

171 20 0
                                    

Lebih baik putus cinta daripada sakit jiwa.

-agnesdom 🐾

♫~♥~♫

Setelah beberapa meter, Zilva tiba di ruangan yang letaknya sedikit jauh dari kerumunan para pekerja. Ia penasaran dan berdiri di dekat pintu sebuah ruangan. Ternyata itu adalah ruangan pusat listrik pabrik.

Ia hanya mengangkat bahunya acuh dan hendak meninggalkan ruangan itu. Namun tak lama Zilva mendengar ledakan di dalam ruangan.

Zilva melebarkan matanya terkejut dan berniat untuk lari menjauh. Nasib sial, belum jauh ia berlari, ia terkena hempasan ledakan besar yang kedua kalinya hingga tubuhnya terpental jauh. Ia meringis kesakitan karena merasakan nyeri di punggungnya. Kepalanya juga sempat terbentur tiang penyangga hingga darah segar mengalir di pelipisnya.

Saat ia memaksa tubuhnya untuk berdiri, tiba-tiba bangunan yang terbakar di atasnya runtuh hampir menimpa kepala gadis itu. Spontan ia berteriak karena terkejut.

Ingatan yang menyesakkan bagi Zilva seketika muncul di kepalanya. Ia menangis dan meraung kesakitan.

"AKH ... TANTE DEVINA, TOLONG JANGAN SIKSA SAYA! SAYA CUMA MAU BANTU GABE DAN ADIKNYA! JANGAN BUAT TEMAN-TEMAN KELAS MENYERANG SAYA!" Zilva berteriak dan menangis seraya meringkuk. "Kenapa? Padahal aku hanya berniat membantu Gabe ... hiks ... hiks ..., "

"Mama ..., panas ... kakiku perih kena pecahan kaca, Ma," ia bergumam serta mencengkeram kakinya yang pernah terluka waktu kecil. "Mama ..., tolong aku. Aku sesak napas ... tolong aku .... "

Zilva meracau tak jelas di dalam pabrik. Apinya memang belum menyentuh kulitnya, namun otaknya sudah kacau karena kebakaran itu.

"MAMA! PAPA! KAK CHRIST! AKU TAKUT, DADAKU SESAK! TOLONG AKU! SIAPA PUN TOLONG AKU! TANTE DAVINA MAU BUNUH AKU, MA! TOLONG AKU!" Zilva tak henti-hentinya menangis berteriak.

Saat ia merangkak berniat untuk mencari jalan keluar, tiba-tiba kakinya yang dulu pernah terkena serpihan kaca tertimpa oleh reruntuhan bangunan berukuran besar yang terbakar. "AKH!"

Keadaannya sangat kacau. Otaknya yang tak sinkron dan juga tubuh yang terluka. Ia bingung harus merespons yang mana. Rasa sakit di tubuhnya, atau rasa sakit di jiwanya. Zilva terus saja meraung kesakitan.

Serpihan-serpihan ingatan yang menyesakkan menggerogoti jiwanya dari dalam. Pukulan-pukulan yang ia dapat waktu sekolah dasar, hingga terjebak kebakaran di rumah sendiri membuat mentalnya terpukul hebat.

Di satu sisi, sesaat sebelum terjadi ledakan, Levi baru saja menyambut kolega bisnisnya. Beberapa detik kemudian ia terkejut karena mendengar ledakan dari dalam pabrik. Terdiam sesaat, ia pun tersadar Zilva masih di dalam.

Para pekerja pabrik berhamburan keluar panik. Levi mencari wajah Zilva diantara kerumunan. Levi panik karena tak melihat Zilva. Ia berniat menerobos, namun gagal karena ditahan oleh beberapa bawahannya.

Terdengar ledakan yang kedua kalinya. Spontan Levi berteriak, "ZILVA!"

"Pak Levi tolong tenang dan jangan nekat. Kita tunggu pemadam kebakaran."

"ENGGAK, ZILVA ADA DI DALAM! BIARKAN AKU MASUK!" Levi berteriak panik. Bulir-bulir keringat mengalir di wajah dan tubuhnya.

Asap kebakaran semakin besar. Levi yang semakin panik tak ada pilihan lain selain menelpon adiknya karena orang di sekitarnya tak membiarkannya menerobos masuk. Ia mengambil ponsel dengan tangan gemetar.

Boyfriend In My DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang