Di satu sisi Levi masih disibukkan oleh pekerjaan yang entah kenapa hari ini menumpuk. Setelah menerima pesan dari Zilva, ia berencana untuk segera menghampirinya, namun ia kembali tersenyum kecut melihat tumpukan dokumen di meja.
"Ini kapan selesainya?!" gumamnya. Ia mengusap wajahnya kasar dan mengembuskan napas. "Sebaiknya aku percepat kerjaku."
Levi kembali tertawa ketika mengingat pesan-pesan yang dikirim Zilva selama seminggu terakhir. Laki-laki itu senang melihat Zilva yang terus memohon maaf.
Tangannya bergerak cepat menandatangani berkas-berkas penting yang meminta persetujuan darinya. Tiba-tiba ponselnya berdering pertanda ada yang menelponnya. Tanpa melihat siapa yang menelpon, dengan senyum merekah ia angkat telponnya.
"Halo!"
"Kak Levi, aku mau bicarain sesuatu."
Levi dengan cepat melihat nama penelpon di layar ponselnya. "Gabriel? Bicara apa? Cepat, ya. Aku mau ke rumah Zilva."
"Aku cuma mau bilang, Kak Levi hanya kuminta untuk menjaga Zilva, tapi aku mohon jangan sampai Kak Levi menaruh rasa padanya. Aku tidak akan menyerahkan Zilva pada siapa pun walau itu kakak kandungku sendiri."
Levi terdiam sejenak kemudian terbahak hingga perutnya terasa kram. "Apaan? Gak mungkin aku suka sama Zilva. Dia tuh cuma kuanggap adik perempuan ingusan yang polos dan bodoh."
"Boleh kupercaya ucapanmu itu?"
Levi terbahak lagi. "Iya, terserahmu."
♫~♥~♫
Zilva pulang dengan perasaan kosong. Dengan tangan yang penuh dengan bahan-bahan seblak, ia masuk ke rumah, mandi dan mengganti pakaian santai.
Saat ia sedang fokus mengeringkan rambut dengan handuk, ponselnya berbunyi singkat pertanda ada pesan yang masuk.
Ruth anak siluman
Zilva, kalau udah baca ini, telpon aku segera.Alis Zilva mengerut bingung. Tangannya bergerak menekan tombol telpon kemudian menempelkan ponselnya ke telinga. Bunyi nada tunggu mengalun singkat lalu berganti dengan suara khas milik Ruth.
"Zilva, aku mau ngomong." Suara cempreng dan ceria yang biasanya keluar dari mulut Ruth tiba-tiba menjadi pelan dan lemah.
" 'Kan ini kamu sekarang lagi ngomong." Zilva terkekeh kecil.
"Aku tadi sore kecelakaan. Sekarang lagi dirawat di rumah sakit air mata, tempat kita magang dulu. Aku cu―"
"Apa?! Kecelakaan?! Sekarang keadaanmu gimana?!" teriak Zilva heboh.
"Makanya kalau orang lagi ngomong dengerin sampai selesai!" bentak Ruth dan dijawab maaf oleh Zilva. "Aku nggak apa-apa cuma retak ringan di tangan kiri."
Mata Zilva membelalak kaget. Bisa-bisanya sahabat yang telah menemaninya selama tiga tahun itu berbicara santai saat baru saja mengalami kecelakaan.
"Gila kamu, ya! Bisa-bisanya santai padahal tulang tanganmu retak!"
"Lebay! Gini mah kecil. Besok kamu ke rumah sakit bisa gak? Aku minta tolong beliin jajan pedes yang di dekat SMK kita dulu, dong. Segera, ya. Aku ngidam nih."
"Dih, udah nyuruh, suruh cepet pula." Bibir Zilva mengerucut sebal. Tapi di dasar hatinya ia resah, ingin melihat keadaan sahabatnya. "Iya besok aku ke sana. Bentar, besok aku masuk apa, ya?"
"Mana kutahu."
"Ah, besok aku libur, dong!"
"Mantap. Besok beliin, gak peduli! Kalau kamu lupa, aku gak izinin kamu masuk ruanganku!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Boyfriend In My Dream
Teen FictionMIMPI. Semua orang menganggap apa yang ada di dunia mimpi tak akan terjadi di dunia nyata. Tapi sepertinya itu semua tak berlaku bagi Zilva. Gadis bertambun itu dikejutkan dengan kehadiran laki-laki yang mengaku sebagai pacarnya yang sebelumnya ia...