Sudah tiga hari berlalu sejak Gabriel datang. Zilva masih belum bisa memutuskan harus apa. Memang, ia salah karena menggantung perasaan Gabriel, tapi kesalahan laki-laki itu tak hanya sekadar selingkuh saja. Zilva harus bisa memikirkannya dengan baik.
Ponsel Zilva berdering singkat, pertanda pesan masuk. Ia melirik sekilas dan ada nama Levi terpampang di sana. Ah, ia sempat lupa kalau dirinya juga ada masalah dengan kakak Gabriel.
Zilva mengembuskan napas kasar saat membaca kalimat: Zilva, aku punya voucer diskon restoran daging buat berdua. Mau gak temenin aku?
Zilva ragu Levi mengatakan hal yang sebenarnya. Ia yakin meskipun tanpa voucer pun, Levi tetap makan di restoran daging berapa pun harganya. Ia tahu itu hanya alasan agar bisa minta maaf secara langsung.
Tiba-tiba kepalanya menjadi gatal karena bingung. Zilva sadar tidak baik mengulur waktu untuk menyelesaikan masalah, tapi beda urusan kalau tentang Gabriel.
Zilva menjawab pesan itu dengan: Oke.
Setelah dipikir-pikir, Levi sebenarnya tidak pantas Zilva salahkan soal Gabriel. Dulu Levi yang kecil, naif nan polos hanya meniru orang tuanya saja. Lelaki itu juga bersikap baik dengannya selama ini.
Jadi, urusan keluarga Levi dengan urusan asmaranya bersama Gabriel adalah dua hal yang berbeda. Ia tidak berhak menghakimi Levi secara sepihak.
Zilva bangkit dan segera merapikan dirinya. Ia memakai pakaian rapi namun tetap nyaman dan merias rambut serta wajahnya tipis-tipis. Menyemprotkan parfum di leher dan baju kemudian duduk menunggu Levi di sofa ruang tamu.
Beberapa menit kemudian Levi datang namun tidak menyelonong seperti biasanya. Ia masuk dengan ragu dan matanya bertemu dengan sosok Zilva.
“Zilva ...?” panggilnya ragu.
Gadis itu menoleh dan tersenyum manis. Ia mempersilakan Levi untuk masuk ke dalam.
Levi menatap rindu sosok yang sudah ia anggap adik perempuannya itu dan mengusap lembut rambutnya. “Mana Mama sama Christ? Aku harus izin dulu sama mereka.”
“Ma! Aku mau keluar sama Kak Levi, ya?!” tanya Zilva dari ruang tamu; Laila sedang memasak di dapur. Tidak sopan memang, jangan ditiru.
“Gak sopan, Zilva. Bentar, aku mau izin sama Mama dulu di dapur.”
Zilva menatap Levi yang berjalan ke dapur dan berbincang dengan Laila. Kemudian mencium punggung tangan ibunya dengan sopan. Ia menyusul dan ikut mencium tangan itu.
“Hati-hati,” titah Laila.
Levi dan Zilva menjawab, “Iya, Ma.”
♫~♥~♫
“Makan daging di mana ini, Kak?” tanya Zilva di tengah perjalanan.
“Di kebun binatang. Kita sembelih dulu, dibumbui terus dimasak.”
“Wah, gila, ya!” seru Zilva. “Ya kali kita makan macan di sana. Ia kan hewan yang dilindungi negara.”
Levi terbahak. “Sekalian makan buaya juga di sana.”
Zilva paham Levi hanya bercanda. Tidak mungkin mereka memakan hewan-hewan yang ada di kebun binatang.
Tak lama ia merasa tenggorokannya kering karena hawa yang sejak pagi sudah panas.
“Kak, mampir beli minum dulu, aku haus.”
“Mau minum apa?”
“Air kencing kuda,” ucapnya asal dengan tawa kecil di akhir.
KAMU SEDANG MEMBACA
Boyfriend In My Dream
Teen FictionMIMPI. Semua orang menganggap apa yang ada di dunia mimpi tak akan terjadi di dunia nyata. Tapi sepertinya itu semua tak berlaku bagi Zilva. Gadis bertambun itu dikejutkan dengan kehadiran laki-laki yang mengaku sebagai pacarnya yang sebelumnya ia...