10. Vania Bucin!

583 41 10
                                    

Bukan hantu yang kutakutkan. Hanya satu, masa depan.

-Zilva 🐽

♫~♥~♫

"Aku bawa oleh-oleh buat kamu dan buat keluargamu tuh, di jok belakang." Tangan kanannya menunjuk ke belakang.

"Makasih." Gabriel tersenyum simpul, matanya menoleh sekilas ke arah Zilva dan kembali fokus ke jalanan dengan kendaraan yang tidak terlalu ramai. "Gimana di Jogja selama 5 hari? Nyaman? Temen-temenmu gak ada yang ngapa-ngapain kamu, 'kan?" Ia menekankan kata "teman".

Zilva memiringkan kepalanya ke kanan karena kurang paham ucapan Gabriel. "Hm ..., gak ada apa-apa, sih. Bentar ..., temen yang mana, nih?" Ia menatap lekat wajah Gabriel. "Alex?"

Hening.

Zilva menghembuskan napasnya kasar. Tangannya berusaha untuk menggapai barang yang ia bawa dari Jogja. Kotak dari kardus berwarna putih coklat berhasil diraih Zilva yang sebelumnya berada di kursi belakang mobil Gabriel. Dengan segera ia membuka kotak tersebut dan mendapati 10 buah bakpia kukus rasa coklat.

Gabriel menoleh ke kiri lebih tepatnya ke Zilva. Alisnya terangkat, ia memandang kekasihnya yang sibuk membaca tulisan-tulisan kecil di balik kardus berwarna coklat.

"Mau? Kata temenku, ini enak banget." Zilva membuka bungkus salah satu bakpia berwarna putih itu dan menyuapkannya ke Gabriel. "Gimana?"

"Lumayan."

Mata Zilva berbinar dan ia membuka satu untuknya. Rasa lembut hingga coklat di dalam bakpia itu meleleh di mulutnya. Ia tersenyum senang. "Aahhh ..., ini enak banget! Tapi sayang aku cuma beli se-box. Harganya lumayan mahal."

"Kamu gak bilang, aku bisa transfer uangnya."

"AKU GAK PUNYA REKENING!" teriak Zilva. "Gabriel, aku ini cuma pacarmu, loh. Aku bukan keluargamu, apalagi istri―aminin. Aku gak berhak dapet uang saku dari kamu, sayang."

Gabriel menepikan mobilnya di kiri jalan yang tidak terlalu ramai. Ia menolehkan kepalanya ke Zilva dan tersenyum manis.

Cup

Tubuh Zilva menegang saat merasakan sentuhan lembut di pipi kanannya. Bukan tangan yang menyentuh pipinya, tapi bibir. Sial, pipinya memerah hebat dan ia hanya bisa mematung.

Gabriel mengulum senyum dan melanjutkan perjalanan pulang yang sempat tertunda. Sedangkan Zilva hanya diam memandang jalanan yang tak terlalu ramai untuk menutupi rasa malunya.

♫~♥~♫

"Mana oleh-oleh buat aku?" tanya Christ saat Zilva baru tiba di rumah.

Zilva menatap kakak laki-lakinya itu tak suka. Ia menyerahkan sekantong plastik berukuran sedang ke Christ dengan kasar. "Nyoh! Ambil sendiri, aku capek!"

Christ mendecih, kepalanya menggeleng pelan. Ia membuka oleh-oleh yang dibawa Zilva. Kaos berwarna hitam dengan tulisan "Jogja" berwarna kuning cerah berhasil membuat Christ tersenyum tipis.

"Lo udah dapet oleh-oleh belum?" Christ menoleh ke Gabriel.

Gabriel mengangguk dan mengangkat tiga kantong plastik berukuran sedang di tangannya. Christ melongo melihat oleh-oleh yang didapat Gabriel yang ternyata lebih banyak. Adik biadab, itu yang baru saja ia sematkan untuk adiknya hanya karena perbedaan jumlah oleh-oleh yang didapatnya.

"VANIA BUCIN!!!" teriak Christ yang pastinya tidak terdengar Zilva karena gadis itu sudah sibuk dengan air dan sabun.

Gabriel tertawa mendengar teriakan Christ. Memang benar, ia juga merasa oleh-oleh yang dibawakan untuknya terlalu banyak jumlahnya dibanding dengan kakak kandung Zilva sendiri. Ia menyerahkan sekantong berisi jajanan khas Jogja ke Christ dan laki-laki itu menerimanya dengan senyum merekah.

Boyfriend In My DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang