Terus genggam erat tanganku. Jangan pernah lepaskan!
-Zilva 🐽
♫~♥~♫
“Kita kemana?” tanya Gabriel di tengah perjalanan.
Zilva mendekatkan wajahnya hingga berada di telinga kanan Gabriel. “Aku gak tahu. 'Kan, kamu yang ajak aku.”
Sempat terjadi keheningan di antara mereka. Hingga akhirnya Gabriel memutuskan untuk mengarahkan kendarannya ke Taman Cinta.
Gabriel benar-benar paham apa yang membuat kekasihnya senang. Seperti saat ini, ia melihat mata Zilva berbinar ketika melihat sederet pedagang makanan kaki lima.
“Yuk!” Gabriel menyatukan tangannya dengan Zilva dan berjalan beriringan. Zilva yang merasakan hangatnya genggaman di tangannya, hanya diam membisu karena terkejut.
“Anu, Gabriel …. ” Zilva berusaha untuk melepaskan genggaman tangannya dengan Gabriel karena malu dan belum terbiasa. “Gak usah gandengan bisa, gak?”
“Hm? Emangnya kenapa?” tanyanya balik.
Zilva menunduk―memandang sandalnya yang dekil―dan ragu untuk mengatakannya. “Tangan aku kasar, kapalan juga. Gak enak banget buat digandeng.”
“Aku gak peduli. Lagipula itu artinya kamu pekerja keras.” Gabriel tersenyum. “Kamu mau makan apa?”
“Ah, terserah kamu, apa aja yang penting enak dan kenyang, hehe.” Zilva menggaruk kepalanya yang tak gatal dan tersenyum canggung.
Gabriel menganggukan kepalanya dan meninggalkan Zilva sendirian. Gadis itu pun mendudukkan dirinya di bangku terdekat dengan muka yang masih memerah.
Tak lama, ia mendengar suara benda terjatuh di dekatnya. Ia menoleh ke belakang bangku dan mendapati sebuket bunga mawar segar tergeletak. Zilva menyapu pandangannya ke segala arah, berharap seseorang empunya buket tersebut keluar dan mendatanginya.
Hingga akhirnya tangan kanannya meraih buket bunga tersebut dan menemukan mp3 player kecil. Benda berukuran 3 x 3 cm dan hanya memiliki satu tombol itu berhasil membuat jiwa penasarannya meningkat.
Zilva pun memutuskan untuk menekan tombol itu dan terdengar suara selama beberapa detik.
“Vania, sudah lama aku mencarimu. Dan sekarang, aku berhasil menemukanmu. Aku begitu merindukanmu, cantik.”
Rekaman suara beberapa detik itu berhasil membuat bulu kuduknya meremang seketika. Spontan ia melempar buket tersebut ke asalnya dan mengedarkan pandangannya ke seluruh taman dengan perasaan takut.
Siapa? Gak mungkin Gabriel. Dia masih beli makan disana. Zilva menengok ke pedagang nasi goreng, lebih tepatnya ke Gabriel. Ia melihat Gabriel sedang memainkan ponselnya sembari menunggu pesanan mereka.
Zilva masih berusaha untuk mencari dalang di balik ketakutannya saat ini. Ia mengedarkan pandangannya ke segala arah dan mendapati seseorang di balik rerumputan sedikit tinggi, yang memakai pakaian serba hitam. Mulai dari jaket hingga masker yang menutupi wajahnya.
“Zilva,” panggil seseorang sambil menyentuh pundak Zilva.
“Akh, ampun. Bukan aku yang kamu cari. Aku jelek,” teriak Zilva panik dan menutup wajahnya dengan kedua tangan.
“Hei, tenanglah, ini aku, Gabriel.”
Zilva membuka matanya perlahan dan mendapati Gabriel dengan dua piring nasi goreng di tangannya.Lelaki itu duduk di sebelah Zilva, menyerahkan sepiring nasi goreng spesial dengan suwiran ayam yang melimpah, potongan sayur, dan juga acar di pinggirnya. Ia menatap Zilva yang duduk gelisah dan menggenggam lembut tangannya.
“Zilva, kamu kenapa? Sakit?”
Perasaan Zilva sedikit tenang saat tangannya digenggam oleh Gabriel.
Gadis itu menceritakan semua kejadian yang terjadi beberapa menit yang lalu pada lelaki yang mengaku sebagai kekasihnya.Gabriel menoleh ke arah rerumputan yang dimaksud oleh Zilva dan tidak mendapati siapa pun. Ia menggeram pelan saat mengetahui ada seseorang yang berani menggoda kekasihnya.
“Udah gak apa-apa. Ada aku disini,” ucap Gabriel sambil menepuk pelan kepala Zilva.
Zilva mengangguk paham dan mulai menyendokkan nasi goreng ke dalam mulutnya. Ia mulai mengunyah makanan tersebut ke dalam mulutnya, tak lama ia merasa ada yang aneh dengan nasi gorengnya.
“Gabriel.”
“Hm?” jawab Gabriel.
“Ini nasi gorengnya …. ” Zilva menjeda ucapannya. “Kok, pedes banget, sih?!” Ia mengipasi mulutnya yang sudah memerah.
Gabriel melihat ke nasi goreng Zilva dan miliknya. Ia menduga nasi goreng milik Zilva tertukar dengannya yang ekstra pedas.
“Pantes aja punyaku gak pedes sama sekali. Ya udah sini tuker sama punyaku.” Gabriel berniat untuk menukar piringnya dengan Zilva namun gadis itu menarik kembali piringnya.
“Enggak mau, ah. Itu punya kamu tinggal dikit. Nanti aku gak kenyang, gimana?” ucapnya dengan muka yang memerah, ingus dimana-mana hingga matanya mulai sembab akibat rasa pedas dari nasi gorengnya.
“Tapi nanti kalau kamu diare, gimana?”
Gabriel menaruh piring miliknya dan menarik kembali piring milik Zilva. Hingga jadilah tarik-menarik piring nasi goreng.
Laki-laki itu menyerah dan memutuskan untuk pergi ke mini market terdekat, berniat membelikannya sekotak susu putih agar rasa pedas yang dirasakan kekasihnya bisa hilang.
“Nanti kalau udah selesai makannya. Minum ini dulu, baru boleh minum yang lain.”
Gabriel pun mengambil piring yang berisi sisa nasi goreng miliknya dan melanjutkan acara makannya yang sempat tertunda.
♫~♥~♫
“Makasih, ya, Gabriel,” ucap Zilva dan melepas helm yang membungkus kepalanya.
Gabriel membuka helm dan menganggukan kepalanya dengan senyuman di bibirnya. “Minta nomormu, dong.”
Keraguan sempat melanda Zilva. Namun entah kenapa, rasa khawatir terhadap Gabriel menguap entah kemana. Ia menerima ponsel Gabriel dan mengetikkan beberapa angka yang ia hafal.
“Itu, udah aku kasih nama ‘Zilva’, ya.” Zilva menyerahkan benda persegi ke pemiliknya, dan lelaki seumurannya itu menerimanya dengan mata berbinar.
“Makasih, sayang.”
Mendengar kata-kata sensitif dari Gabriel, dengan lancangnya kedua pipi gadis itu menjadi semerah tomat segar. Gabriel yang melihat hal itu, dengan segera memotret wajah langka pacarnya dan sang empunya pipi tak sadar jika dirinya dipotret beberapa kali.
“Ak … aku masuk dulu, ya. Kamu hati-hati kalau pulang. Nanti bisa diabetes.”
Alis Gabriel menyatu pertanda bingung. “Diabetes?”
“Diabetes?” Ganti Zilva yang menyatukan kedua alisnya. Pupil matanya melebar saat menyadari ucapannya yang belepotan karena grogi. “Ah, nggak, maksudku anu. Kalau pulang hati-hati, takutnya digoda banci. Duh ngomong apa, sih, aku ini?”
Lelaki itu hanya tertawa melihat tingkah kekasihnya. Lalu ia pun memakai helmnya kembali. Ia menghidupkan motornya dan meninggalkan Zilva dengan keadaan wajahnya yang masih memerah.
🍃🍃🍃
Bersambung:)
Vote dan komen?❤
KAMU SEDANG MEMBACA
Boyfriend In My Dream
Teen FictionMIMPI. Semua orang menganggap apa yang ada di dunia mimpi tak akan terjadi di dunia nyata. Tapi sepertinya itu semua tak berlaku bagi Zilva. Gadis bertambun itu dikejutkan dengan kehadiran laki-laki yang mengaku sebagai pacarnya yang sebelumnya ia...