Kamu kenapa, Zilva? Kenapa tiba-tiba bahas tentang 'pelampiasan'?
-Gabriel 👑
♫~♥~♫
Elektrokardiogram yang terhubung dengan tubuh Zilva tiba-tiba berbunyi nyaring. Gabriel yang menggenggam tangan gadis itu seketika tersentak kaget. Ia panik dan dengan segera menekan tombol untuk memanggil dokter atau perawat.
Selang beberapa saat dokter dan perawat tiba di ruangan bercat dominan putih itu. Perawat yang datang langsung meminta Gabriel untuk pergi meninggalkan ruangan agar tenaga medis tersebut bisa memberi tindakan.
"Selamatkan dia, dok!" teriak Gabriel sebelum meninggalkan ruangan.
Mau tak mau Gabriel hanya bisa menunggu di luar ruangan dengan gelisah. Ia menelpon saudaranya Levi dan Christ kakak dari Zilva. Ia meminta mereka untuk segera datang karena kondisi Zilva saat ini sangat membutuhkan dukungan dari orang terdekatnya.
"Gimana keadaan Vania, Gabriel?" tanya Laila langsung ketika tiba di depan ruangan Zilva. Ia memang sedang pergi keluar sebentar untuk membeli makan sementara Gabriel yang menggantikannya menjaga Zilva.
Gabriel menggelengkan kepalanya pelan. "Zilva ..., " ia tak bisa meneruskan ucapannya, takut sang Mama jadi panik.
Laila menjadi semakin khawatir mendengar Gabriel sampai tak bisa merangkai kata untuk keadaan Zilva sekarang.
Sekitar dua puluh menit kemudian, sang dokter keluar dan memberi tahu keadaan Zilva. "Nak Zilva sempat mengalami aritmia sehingga mengalami gagal jantung. Beruntung, dapat ditangani tanpa harus di operasi. Untuk sekarang, biarkan Nak Zilva beristirahat dengan tenang."
Saat dokter yang menangani Zilva hendak kembali ke ruangannya, ia ingat tentang satu hal, "Oh iya, sebelumnya saya sudah mengatakannya berulang kali, karena ada kemungkinan Nak Zilva akan segera sadar dari koma-nya, dimohon untuk tidak memicu faktor traumatis-nya ketika dia baru terbangun, ya."
Gabriel terdiam sejenak. "Baik, dok."
Laila bergegas masuk ke dalam ruangan Zilva dan mendekat ke ranjang putrinya yang sedang tergeletak lemah dengan mata yang terus tertutup. Hati Laila tercubit ketika melihat wajah anaknya yang menjadi sedikit tirus.
"Vania, kamu gak kangen Mama? Kamu tidur udah dua mingu loh. Yuk, bangun yuk. Kalau kamu bangun, Mama bakal masakin semua makanan kesukaanmu."
Tak ada respons dari Zilva. Ia masih setia menutup mata tanpa memberi respons apa pun.
Setelah mengucapkan itu, Laila berinisiatif menyanyikan beberapa lagu yang biasa Zilva dengar dan nyanyikan. Suara lembut milik Laila menggema merdu di ruangan itu.
Ia sendiri begitu menghayati lagu yang sedang ia nyanyikan. Bakat itu bahkan menurun ke anak gadisnya yang sedang terbaring lemah saat ini. Ia bernyanyi dengan tetap menggenggam tangan putrinya, berharap Zilva bisa sadar lewat sentuhan dan suara dari ibunya.
Di satu sisi, Gabriel yang ikut mendengar suara merdu milik Laila, memilih untuk menunggu di luar kamar, membiarkan ibu dari kekasihnya itu menghabiskan waktu berdua.
"Mama .... "
Laila berhenti tepat ketika lagunya selesai dan terkejut bukan main ketika mendengar gumaman lirih di telinganya. Dengan cepat ia mendekatkan diri ke arah Zilva dan berharap ia tak salah dengar.
"Sakit, Ma ..., " lirihnya.
Laila tidak salah dengar, anak gadisnya sudah sadar. "Vania?!"
Tiba-tiba air mata Zilva luruh di pipinya dengan lembut. "Sakit .... "
KAMU SEDANG MEMBACA
Boyfriend In My Dream
Teen FictionMIMPI. Semua orang menganggap apa yang ada di dunia mimpi tak akan terjadi di dunia nyata. Tapi sepertinya itu semua tak berlaku bagi Zilva. Gadis bertambun itu dikejutkan dengan kehadiran laki-laki yang mengaku sebagai pacarnya yang sebelumnya ia...