19. Gak Romantis Sama Sekali

373 31 6
                                    

Selamat jalan, sayang. Semoga sukses dan bahagia selalu :')

-Zilva 🐽

♫~♥~♫

"Zilva, kamu gak beli itu? Atau itu? Oh aku tahu, kamu mau itu, ya?" Gabriel sudah seperti ayah yang ingin memanjakan anaknya.

Zilva pusing dengan perlakuan Gabriel yang keterlaluan. Bagaimana tidak, setiap penjual makanan yang lewat, laki-laki itu terus berteriak menawarinya.

Gadis itu sangat sadar bahwa sikap Gabriel hanya untuk membahagiakannya di saat-saat terakhir mereka. Tapi, ini sudah keterlaluan. Zilva sudah memakan salad buah berukuran besar, arbanat, es krim, dan juga manisan buah segar.

"Zilva, mau kue cubit gak?" tawar Gabriel dengan nada ceria.

"Bentar, Gabriel. Dari tadi kamu nawarin makanan manis mulu, lama-lama aku bisa diabetes, nih!" protes Zilva. "Sayang, kalau kamu mau bahagiain aku bukan gini caranya. Jujur, aku suka, kok, kamu traktir makanan, hanya saja, ini sudah terlalu banyak. Bahkan, minuman cokelat yang kamu beli belum aku minum sedikit pun."

"Terus? Aku harus apa?" Mata Gabriel berkaca-kaca sudah mirip seperti anak kucing yang kehilangan induknya.

Zilva menghembuskan napasnya. "Jadi kamu yang biasanya aja, ya?"

Gabriel mengangguk cepat. Wajahnya kembali cerah seperti bocah ingusan yang diberi permen oleh ibunya.

"Aku ke toilet bentar, ya. Jangan ke mana-mana!" Gabriel beranjak dari duduknya.

"Enggak! Siapa juga yang minat culik aku." Zilva menatap Gabriel dengan tatapan sinis.

Mata Zilva menatap ke sekelilingnya. Taman Permata hari ini sangat ramai oleh pedagang maupun pengunjung yang datang.

Tiba-tiba raut wajahnya menjadi murung. Ia belum siap karena harus ditinggalkan sang kekasih selama lima tahun, besok.

Dua puluh menit telah berlalu, Zilva tenggelam oleh lamunan. Ia baru sadar Gabriel belum juga kembali dari kamar mandi.

"Dia di toilet ngapain, sih? Ngelahirin atau gimana?" gumamnya.

Dengan cepat Zilva mengambil ponsel dan mengutak-atiknya. Terdengar nada tunggu sejenak, hingga akhirnya tak kunjung dijawab oleh sang kekasih.

"Pengen kutinggal pulang, tapi sayang uangnya buat naik ojol. Nunggu Gabriel, tapi lama amat, heran."

Gadis itu tak menyerah untuk menelpon Gabriel. Kakinya bergerak gelisah. Mulutnya mendecih pelan ketika Gabriel tak segera menjawab panggilannya.

Rasa khawatir melanda. Zilva takut terjadi sesuatu dengan kekasihnya. Matanya mengedarkan pandangan dan mencari papan bertuliskan toilet.

Ia berdiri dari duduknya berniat untuk menyusul, tapi ia ingat pesan Gabriel sebelum pergi dan ia urungkan niatnya.

"Akh, lama banget! Mana dia bilang gak boleh kemana-mana lagi!" Zilva mendecih pelan.

"Zilva .... "

Zilva menoleh dengan cepat. Matanya menangkap sosok Gabriel sedang berdiri lemas dengan tangan menumpu di sandaran bangku taman.

Tiba-tiba mulut Gabriel menyemburkan darah segar dan tubuhnya ambruk di depan Zilva. Mata gadis itu terbelalak dan tubuhnya serasa lemas.

"Gabriel!" teriak Zilva panik.

Ia berlari mendekat ke arah Gabriel dan tubuhnya bergetar hebat karena syok. Zilva menaruh kepala Gabriel di pangkuannya dan menepuk-nepuk pelan pipinya, berniat untuk menyadarkan.

Boyfriend In My DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang