18. Cinta atau Cita-cita?

391 39 4
                                    

Mampukah aku berpisah denganmu lebih dari dua bulan? Sepertinya tidak.

-Gabriel 👑

♫~♥~♫

"Lo siapa?" sapa gadis cantik itu tanpa basa-basi.

"Harusnya aku yang tanya itu." Zilva menggaruk pelan kepalanya. "Ah, aku Zilva."

"Gue gak peduli sama nama lo! Lo siapanya Gabriel?"

Astaga, pedes banget ucapannya. "Aku ..., pacarnya."

"Pft― pacar? Hahahaha .... " Ia terbahak mendengar jawaban Zilva.

Alis Zilva menyatu, bingung dengan manusia cantik di depannya. Zilva tak mengenal rupa itu, tapi kenapa dengan lancang ia tertawa di hadapannya?

"Gue Elizabeth Rosanna Orlee, biasa dipanggil Rosa. Perempuan yang gak bisa dibandingin sama lo bahkan hanya dengan seuntai rambut gue!" Ia mengibaskan rambutnya sombong.

Zilva muak melihat gadis cantik sombong yang tak punya adab ini. Ia bangkit dari ranjang empuk putih dan menatap tajam gadis yang mengaku bernama Rosa itu.

"Aku gak kenal kamu. Maaf, tapi tujuan kamu sombong kek gitu itu apa, ya? Aku pacar Gabriel, kamu mau apa? Tampar aku? Jambak rambutku? Atas dasar apa kamu mau ngelakuin itu? Sejak awal Gabriel itu emang pacar aku. Aku gak pernah ngerebut dia dari siapa pun!"

Zilva sudah tak peduli jika dinggap kejam. Ia merasa ini adalah hal yang benar.

"Gabriel itu sahabat gue dari kecil! Dia gak pantes bersanding sama cewek gendut buruk rupa kayak lo!" teriak Rosa di depan wajah Zilva.

"Bodo amat, aku gak peduli sama omongan gak bermutumu itu! Kamu bukan ibunya yang pantes nentuin siapa yang cocok sama Gabriel, kamu cuma teman masa kecilnya. Coba cerna satu pertanyaan ini, kenapa dia lebih memilih aku daripada kamu yang cantik dan ramping ini? Apa yang gak ada di kamu, tapi ada di aku? Temukan jawaban itu dalam otakmu sebelum menghina aku!"

Zilva membaringkan tubuhnya dengan cepat dan membelakangi Rosa. Ia menangis dalam diam. Dirinya sendiri juga tak menyangka akan seberani itu untuk membentak seseorang yang bahkan tak dikenalnya.

♫~♥~♫

Setelah menangis dalam diam, gadis bernama Zilva itu terlelap hingga waktu yang lama.

Pintu UKS kembali terbuka, dengan perlahan sosok itu mendekati Zilva yang masih tenggelam dalam dunia mimpi.

"Segitunya kamu mau ambil sebagian harta kami? Munafik banget!"

Tidur Zilva terusik. Ia bangun karena merasakan hawa keberadaan yang sangat tidak nyaman di dekatnya, dan benar, ia melihat Levi sedang berdiri menatapnya dengan raut serius.

"Oh ada Pak Levi ... Eh―Pak Levi?!" Zilva dengan segera bangkit dari kasur dan mendudukkan dirinya. "Anu ..., Bapak cari Gabriel? Seperti yang Bapak lihat, Gabriel tidak ada disini."

"Ya, saya tahu dan saya gak buta," ketus Levi. "Rencana busuk apa yang akan kamu lakukan buat ambil harta kami, cewek sialan?"

"Maaf, Pak. Saya masih punya harga diri, saya juga gak terima dipanggil dengan sebutan itu. Saya juga gak paham maksud Bapak apa, tapi yang jelas, saya sayang Gabriel karena memang dia buat saya nyaman, saya gak peduli soal harta kalian," jawab Zilva dengan tenang, ia masih tahu aturan karena di depannya adalah mantan bosnya yang masih harus ia hormati.

"Halah, gak usah sok polos, deh! Kamu minta berapa? Kukasih berapa pun uangnya asal kamu jauhin Gabriel." Levi mengambil dompet yang berada di saku belakang celana hitamnya.

Boyfriend In My DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang