46. Wisuda yang Dinanti

87 12 0
                                    

Dia siapa?

-Zilva 🐽

♫~♥~♫

Pagi hari yang cerah. Zilva yang baru bangun dari tidurnya segera mengikat rambut dan mencuci muka. Ia menyeduh kopi dengan alat pembuat kopi. Tak berselang lama, kopi tersebut telah siap.

Zilva mendudukkan diri di bangku kemudian menyesap kopi dengan perlahan, membiarkan rasa pahit yang menyatu harmonis dengan gula mengalir di tenggorokannya.

Laila yang sedang menyiapkan pakaian untuk dipakainya ke acara wisuda Gabriel menatap anak gadisnya. "Minum apa kamu?"

"Kopi. Mama mau?" tawarnya.

"Iya, boleh."

Zilva menuangkan kopi ke cangkir yang lain. Aromanya menyeruak hingga ke seluruh ruangan. Ia menyerahkan secangkir kopi itu ke Laila.

Setelah selesai meminum secangkir kopi, Laila beranjak dari duduknya dan berjalan ke kamar mandi. "Mama mandi duluan, ya."

Gadis itu mengangguk. Tak lama, terdengar ketukan di pintu kamarnya. Ia bangkit dan membuka pintu.

"Kak Levi? Kenapa?"

Levi menyerahkan paper bag berukuran besar ke Zilva. Gadis itu hanya mengernyit bingung.

"Pakai itu di acara wisuda Gabriel. Aku gak peduli dan gak pakai bantah." Setelah mengucapkan itu, ia kembali ke kamar meninggalkan Zilva yang mematung.

"Emang ya tuh orang suka semena-mena. Dasar kulkas berjalan!" serunya pelan.

Setelah beberapa detik ia melamun, akhirnya ia membawa masuk tas itu. Saat dibuka, betapa terkejutnya Zilva saat mendapati sebuah kebaya berwarna hitam lengkap dengan bawahan batik berwarna cokelat muda terang.

Tak hanya itu, Levi juga memberikan sepatu high heels setinggi 3 cm yang senada dengan set kebaya itu. Di bawah kotak sepatu, ia menemukan sebuah dompet panjang berwarna putih dan juga benda kecil yang ia duga hiasan rambut.

"Astaga, gila banget nih orang. Kalau ngasih gak setengah-setengah! Parah sih ini. Ini kebaya cantiknya kebangetan!" teriaknya heboh. "Ya ampun, padahal niatnya aku mau pakai kebaya lama aja. Tapi ini bener-bener bagus banget sih."

"Apa itu, Vania?" tanya Laila yang baru saja keluar dari kamar mandi.

"Kebaya dari Kak Levi. Bentar, Ma aku mau ke kamar sebelah bentar."

Keluar dengan tergesa-gesa dan dengan senyum bahagia ia mengetuk pintu kamar yang dihuni empat laki-laki tanpa jeda. Christ yang membuka pintu. Dengan malas ia menegur Zilva, "Biasa aja dong ngetuknya! Ngapain?"

Tak peduli dengan kakak laki-lakinya, Zilva menerobos masuk ke kamar dan berlari ke arah Levi.

"Kak Levi!" Lompat kemudian memeluk tanpa aba-aba membuat Levi kelabakan. "Kebayanya cantik banget, makasih banyak, Kak Levi!"

Laki-laki yang ia peluk tersenyum manis dan berkata, "Zilva, kamu sadar gak kalau kamu bau karena belum mandi?"

Zilva tersipu malu. Wajahnya memerah padam. Dengan cepat ia lepas dari pelukan Levi dan menjauh dari semua orang yang ada di situ.

"Ya ... maaf banget nih kalau aku bau." Zilva masih sangat malu karena Levi mengucapkannya terang-terangan. Ia mengendus aroma tubuhnya dan berkata, "Tapi kemarin aku mandi kok pakai paket mandi dari Kak Levi!"

Levi terkekeh pelan. "Aku bercanda, Zilva. Aroma tubuhmu wangi, jadi PD aja. Udah sana cepet mandi yang bersih. Setengah jam lagi make up artist-nya dateng dan kamu akan di make up sama dia."

Boyfriend In My DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang