6. Amnesia?

825 61 2
                                    

Perih rasanya ketika aku gagal mengingat kisah awal kita.

-Zilva 🐽

♫~♥~♫

“Gabrielo Othniel Serafin!” panggil laki-laki seumurannya yang duduk tepat di depannya. Laki-laki berambut sedikit pirang itu menampar pelan pipi sang sahabat karena terlalu lama diabaikan keberadaannya.

“Apaan, sih, Gabe?” protes Gabriel tak terima.

“Lo ngapain senyum-senyum dari tadi? Cosplay jadi orang gila?”

Laki-laki berambut sedikit pirang itu penasaran dengan apa yang ada di layar ponsel sahabatnya. Tidak biasanya Gabriel asyik dengan ponselnya, bahkan sikap langka―tersenyum―pun jarang dilakukan laki-laki itu.

Foto Gabriel dengan seorang perempuan berhasil membuat Gabe menganga lebar karena terkejut. Gabriel yang menyadari beberapa saat lagi Gabe akan bertanya hal yang tidak penting, ia pun berinisiatif pergi sebelum kepalanya pening karena pertanyaan dari sahabatnya sejak kecil itu.

“Gabriel! Lo punya pacar?! Sejak kapan? Lo, kok, gak pernah cerita, sih!” teriak Gabe mengikuti kemana pun Gabriel pergi.

Karena teriakan Gabe, semua orang yang ada di lorong kelas menoleh dan terkejut. Mereka tahu betul siapa Gabriel dan bagaimana sifatnya. Laki-laki dingin dengan segudang prestasi dan anti perempuan itu sekarang punya pacar, bagaimana mereka tidak terkejut saat mendengar itu?

“Gak usah ngikutin gue, bisa gak?!” Gabriel menoleh ke Gabe dan memasang wajah dingin andalannya.

“Lo utang cerita sama gue!” ucapnya tak mau kalah.

Gabriel menghembuskan napasnya kasar dan membawa sahabatnya itu ke tempat yang lebih sepi. Ia membawanya ke lorong lab komputer dimana jarang murid yang melewati daerah pojok itu.

“Namanya Zilva, kita udah pacaran selama tiga bulan. Udah gitu aja,” ucapnya tanpa ekspresi di wajahnya.

“Lah? Apaan cuma gitu aja? Gue masih penasaran banget sama cewek yang berhasil nembus tuh hati es!” ucapnya sambil menunjuk tepat di dada Gabriel.

“Apa lagi yang harus gue jelasin, hm?” Gabriel menyingkirkan telunjuk Gabe yang menyentuh dadanya.

“Dia anak mana? Seumuran sama kita? Kalo iya, sekolah dimana? Gimana kalian bisa ketemu?” cerocosnya yang membuat Gabriel memutar bola matanya.

Laki-laki tampan itu menghembuskan napasnya. “Anak rumahan, umurnya gak beda jauh sama gue, sekolah di sekolahan yang layak, dan pertama ketemu, panjang banget ceritanya. Kalo gue cerita sekarang, ini cerita langsung tamat. Udah gitu aja.” Gabriel memilih pergi dan meninggalkan Gabe yang masih mencerna semua ucapan sahabatnya yang tak serius menjawab pertanyaan darinya.

“Eh, bentar, deh. Tadi gue lihat sekilas. Cewek lo jelek, ya. Dan keliatannya dia gendut, deh. Bener gak?”

Gabriel menghentikan langkahnya dan menatap tajam sahabatnya itu. “Coba lo ulang ucapan lo tadi.”

“Tadi gue lihat sekilas. Cewek lo jelek, ya. Dan keliatannya dia gendut, deh. Bener gak?”

“Dia itu manis, lo aja yang buta. Dan dia bukan gendut, tapi sedikit berisi.”

Boyfriend In My DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang