47. Penantian yang Sia-Sia

114 17 2
                                    

Zilva kenapa?

-Gabriel 👑

♫~♥~♫

Gadis itu memutuskan untuk mendekati Gabriel. Namun sekitar lima meter dari posisi Gabriel berdiri, ia berhenti mendadak karena melihat sosok perempuan yang diduga seumuran dengannya tiba-tiba datang mendekati Gabriel.

Zilva yang berada di tengah kerumunan berusaha untuk memfokuskan pendengarannya.

"Gabriel, hari ini kamu ganteng banget!"

Siapa gadis ceria berwajah imut itu? Siapa gadis yang memakai kebaya putih bak malaikat itu? Dia bukan Rosa teman kecil Gabriel. Zilva masih ingat dengan jelas bagaimana wajah Rosa. Ia berusaha untuk tetap tenang agar tak salah paham.

"Maribella, bukannya gue sudah bilang? Kita sudah nggak ada hubungan apa-apa lagi. Jadi jangan nempel lagi kayak kuman. Gue gak mau Zilva tahu lo kayak gini."

"Kamu jahat banget, Gabriel. Lagipula pacarmu gak mungkin dateng hari ini. Bukannya kamu cerita waktu itu katanya dia gak pasti dateng karena dia ngandalin Kakakmu?"

Gabriel mendecih pelan. Ia menatap dingin gadis yang bergelayutan manja di lengannya. "Ingat posisi lo, Maribella. Lo itu cuma pelampiasan ketika Zilva sibuk dengan dunianya, dan sekarang gue udah nggak ada jarak sama Zilva. Bukannya gue sudah bilang hal ini dari awal? Mendekati wisuda, kita putus hubungan. Dan lo menyetujui hal ini bukan?"

"Tapi, Gabriel, aku gak mau kita putus!"

"Gue gak peduli apa mau lo, Maribella. Ini sudah jadi keputusan bersama."

"Ta―"

"Maribella, ingat posisi lo!" sentak Gabriel, "lo gak akan pernah bisa gantiin posisi Zilva, lo cuma sementara!"

Maribella menggigit bibir bawahnya kesal. Karena emosi, ia berkata "Haha, aku kasihan sama Zilva. Menunggu kekasih tercinta selama empat tahun lebih tapi ternyata kepercayaannya dikhianati. Kasihan banget."

Apa yang baru saja Zilva dengar? Ia meremas paper bag yang dibawanya hingga kusut. Dengan spontan ia tekan dadanya yang tiba-tiba terasa sesak. Hatinya begitu perih ketika mendengar runtutan kalimat itu keluar dari mulut Gabriel dan gadis imut itu.

"Dia selingkuh?" gumamnya dengan suara parau. Air mata mengalir deras. Pikirannya terasa kosong. Ia benar-benar tak menyangka, Gabriel akan bertindak sejauh itu.

Tidak, ini bukan salah paham. Ia mendengar sendiri dengan jelas bahwa Gabriel-lah yang sejak awal melampiaskan rasa kesepiannya ke gadis lain. Zilva sudah berusaha sekeras mungkin untuk tetap percaya pada laki-laki itu, tapi apa yang terjadi saat ini?

Ia menutup mulut agar suara tangisannya tidak mengundang perhatian orang lain terutama Gabriel. Zilva kecewa dengan Gabriel. Sangat kecewa.

Beraninya Gabriel melakukan hal kotor itu. Bahkan Zilva pun tak ada pikiran hingga ia berselingkuh. Memang benar ia dekat dengan Gabe, Levi bahkan Alex. Tapi ia selalu menganggap kasih sayang mereka hanya sebatas sahabat dan kakak, tak lebih dari itu.

"Kenapa Gabriel tega menghancurkan kepercayaanku padanya?" Pertanyaan itu terus terngiang-ngiang di otaknya.

Ia mundur perlahan dan berusaha untuk menenangkan diri. Kakinya melangkah ke tempat yang lebih sepi dan duduk di bangku kosong.

"Haha ... maafkan aku, Kak Levi, aku merusak riasan yang begitu cantik ini. Padahal Kak Levi sudah susah payah memilih kebaya yang cantik ini. Bahkan menggunakan jasa make up artist mahal hanya untuk aku melihat Gabriel b*jingan itu wisuda," gumamnya diiringi sesak tangis, "maafkan aku, Kak Levi."

Boyfriend In My DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang