Kamu membuatku gila, Zilva. Aku rindu padamu setengah mati, kau tahu?
-Gabriel 👑
♫~♥~♫
Sudah tepat sebulan Zilva istirahat dan melakukan aktivitas ringan di rumah sakit. Kini ia bisa bernapas dengan lega karena sudah diperbolehkan pulang. Memang belum pulih betul, tetapi terus berada di rumah sakit membuat Zilva bosan.
Zilva pulang dengan taksi bersama dengan keluarganya. Gabriel serta Levi tidak pernah datang ke rumah sakit lagi setelah kejadian di koridor. Sadar diri dan peka. Mereka paham dan membiarkan gadis itu sampai tenang kembali.
Gabriel yang tidak melihat wajah ataupun tidak mendengar suara Zilva menjadi seperti orang gila. Tapi di satu sisi ia juga seorang yang profesional, ia tetap melakukan semua pekerjaannya dengan sempurna meskipun ada noda hitam di kantong matanya.
Di rumah, atau lebih tepatnya di dalam kamarnya, Gabriel melampiaskan rasa sesalnya dengan mengacaukan semua barang yang ada di dalam. Menarik bed cover dan melemparnya ke sembarang arah, menendang vas bunga hingga pecah dan melukai tangannya dengan pecahan cermin yang sebelumnya ia pukul sekuat tenaga.
Gabriel bingung harus bagaimana. Ia rindu dengan Zilva, tapi ia tak ingin membuat gadis itu menangis di setiap mereka bertemu. Ia rindu suara, tawa dan senyum manisnya. Aku harus apa, Zilva?! batinnya berulang kali setiap saat.
Ia tak bisa tiba-tiba datang dan membuat Zilva menjadi sosok yang hampa lagi. Sampai sekarang Gabriel selalu menunggu pesan ataupun telepon dari kekasihnya itu, namun tak pernah ada hingga sekarang.
Gabriel frustrasi. Ia menyesali semua yang telah ia perbuat sebelumnya hingga sekarang. Ia kesal karena menjadi pengecut selama beberapa tahun. Takut kehilangan Zilva membuatnya memilih jalan pecundang itu.
Rambutnya yang tipis semakin rontok karena ia tarik berulang kali. Matanya sendu, noda hitam di bawah kelopak mata, mood yang buruk, sifatnya yang dari awal dingin kini menjadi lebih parah.
Hanya Zilva yang mampu mengembalikan keadaan Gabriel. Hanya Zilva yang mampu membuat Gabriel menjadi ‘sedikit’ hangat. Hanya Zilva yang menjadi dunianya. Gabriel berhasil menjadi sosok seperti sekarang― polisi―hanya demi Zilva. Hanya demi menjadi sosok yang pantas bersanding dan sekaligus menjadi perisainya.
Hari ini Gabriel libur, setelah bergulat dengan pikirannya sendiri, akhirnya ia memutuskan untuk nekat berkunjung ke rumah Zilva. Ia tak bisa seperti ini lebih lama lagi.
Gabriel sudah dengar bahwa Zilva sudah pulang dari pagi tadi. Sore hari adalah waktu yang pas untuknya berkunjung dengan membawa sesuatu sebagai oleh-oleh. Tidak untuk jadi rencana saja, Gabriel bangun dan segera merapikan dirinya.
Gabriel turun dari tangga dengan cepat dan melihat sosok kakaknya yang sedang bekerja di ruang tengah―terlihat sedang mengetik sesuatu di laptop dengan wajah yang serius.
“Kak, mau pergi dulu,” pamitnya.
“Ke mana?” tanya Levi tanpa mengalihkan pandangan dari laptop.
“Keluar bentar sama Gabe,” bohongnya dengan cepat dan segera pergi ke garasi untuk mengendarai mobilnya.
Levi tak memedulikannya dan tetap bekerja. Kakak lelaki Gabriel juga sedang berada di situasi yang buruk. Ia merindukan adik perempuannya, namun ia tahu Zilva belum bisa bertemu dengannya untuk sekarang. Levi memaksa dirinya sendiri untuk terus bekerja hingga tak sempat untuk merindukan sosok Zilva. Otaknya tidak boleh sempat diisi dengan kerinduan, kalau tidak ia akan sedih lagi setiap mengingatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Boyfriend In My Dream
Teen FictionMIMPI. Semua orang menganggap apa yang ada di dunia mimpi tak akan terjadi di dunia nyata. Tapi sepertinya itu semua tak berlaku bagi Zilva. Gadis bertambun itu dikejutkan dengan kehadiran laki-laki yang mengaku sebagai pacarnya yang sebelumnya ia...