7. Si Culun Introvert

732 58 7
                                    

Deguban jantung ini, apakah pertanda sesuatu yang baik?

-???

♫~♥~♫

Kesal. Itu yang Zilva rasakan saat ini. Menghadapi Christ dengan sabar adalah hal mustahil bagi Zilva. Dengan tak tahu dirinya, Christ memakan semua gorengan yang Zilva beli dengan menempuh perjalanan yang cukup jauh.

“Enak, Van.” Zilva berusaha untuk mengambil kembali gorengan yang sedang dimakan Christ. Namun rasa kesalnya sudah berada di puncaknya, ia merajuk dan masuk ke dalam kamar dengan membanting pintu. Kakak laki-lakinya itu tertawa puas melihat adik semata wayangnya merajuk. “Eh, Van, ada Gabriel dateng, tuh.”

Zilva tak bergeming. Tak ada suara atau pun reaksi dari gadis itu, membuat Christ menghela napas berat.

“Zilva?” suara berat yang selalu terngiang di kepala Zilva berhasil membuat gadis itu bangun dari singgasananya dan membuka pintu kamarnya.

Gabriel berdiri di depan pintu kamar Zilva, memandang kekasihnya dengan senyum manis menghiasi wajah tampannya. Ia mengangkat tangannya yang menggenggam sebungkus gorengan tepat di wajah Zilva. Dengan tak tahu malunya, gadis itu merebut dengan cepat dan mengucapkan banyak terima kasih pada Gabriel.

“Kamu bener-bener udah kek pangeran penyelamatku.” Zilva memakan gorengannya dan menatap tajam Christ. “Dan si Christ udah kek iblis yang merenggut kebahagiaanku.”

Aelah …, gitu aja ngambek,” timpal Christ.

“Ya iyalah, udah belinya jauh dan aku gak punya uang lagi. Terus Kak Christ dengan gak tahu malunya makan semua gorenganku.” Zilva menggigit gorengannya dengan kasar. “Makasih, babe. Gorengannya enak.” Ia menolehkan kepalanya ke Gabriel dan mendapati wajah laki-laki itu telah penuh dengan semburat merah.

“Wah-wah, udah ada panggilan ‘sayang’, nih?” goda Christ melihat Gabriel tersipu.

“Duh, kebiasaan kalau lagi sama Ruth. Maaf, Gabriel.” Zilva menoleh ke arah Gabriel dan laki-laki itu menatapnya balik dengan raut kecewa. “Duh aku salah ngomong lagi kek-nya. Ehm …, kamu maunya ada panggilan spesial?” ucapnya ragu-ragu.

Gabriel hanya diam membungkam mulutnya dan memalingkan wajahnya untuk menyembunyikan rona merah di pipinya.  Zilva mau tak mau memikirkan nama yang cocok agar laki-laki itu tak kecewa.

“Kamu udah kek pangeran … gimana kalau aku panggil kamu ‘My Prince’ aja? Terus badan aku mirip babi … gimana kalau ‘Babiku’? Atau ‘Babi Ter-love’? Atau …? Kenapa alay semua, sih?” Zilva menggaruk kulit kepalanya frustrasi.

My Little Pig?” usul Gabriel.

Zilva mengangguk pelan mengiyakan. Gadis itu pun menyuapkan satu gorengan ke mulut kekasihnya. Gabriel yang belum siap, ia pun membuka mulutnya dengan tergesa-gesa. Zilva yang melihat hal itu, terbahak hingga terasa kram di perutnya.

♫~♥~♫

Zilva mengetuk-ketukkan pensilnya di atas meja karena bosan dengan pelajaran yang dihadapinya. Ruth yang mendengar ketukan berisik itu merampas pensilnya dan memberikan tatapan tajam ke Zilva, agar gadis itu tidak merusak fokusnya.

“Permisi, Pak …, ” ucap seorang guru wanita ketika memasuki ruang kelas.

“Huraaaa …, jamkos, ya, Bu?” teriak Zilva semangat.

Jamkos palamu …!” guru bernama Ella itu memberikan tatapan tajam. Lalu ia menoleh ke arah semua murid. “Begini, ada murid baru pindahan dari Banyuwangi. Saya harap, kalian bisa baik-baik sama dia, ya. Ini anaknya ..., loh …? Nak? Masuk sini.”

Boyfriend In My DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang