5. Zoo and First Love

924 64 9
                                    

Karena hanya kamu yang berhasil merobohkan dinding pertahananku.

-Gabriel 👑

♫~♥~♫

Beberapa meter setelah mereka memasuki wilayah kebun binatang, banyak pasang mata yang menatap mereka dengan tatapan yang beragam. Ada yang iri, cuek bebek bahkan ada yang ingin memisahkan mereka. Karena menurutnya, bagaimana pun juga  kedua insan itu tak cocok jika berjalan bersama.

Memang tinggi mereka sangat ideal. Gabriel tinggi, begitu juga dengan Zilva. Lain dengan tingginya, sang lelaki berjalan dengan tubuh jangkung dan juga wajah tampannya, sedangkan sang perempuan berjalan dengan tubuh besarnya dan juga wajahnya yang dekil. Sungguh perbedaan yang sangat mencolok.

“Eh, ada cogan, gaes,” panggil seorang perempuan seusianya yang memanggil temannya. Terdengar sangat jelas di telinga Zilva. “Eh, tapi sayang, pacarnya jelek, hahaha …. ”

“Tapi, gak mungkin pacaran, deh. Mereka gak ada aura-aura kek orang pacaran, gitu,” jawab temannya yang lain.

Zilva berusaha untuk meredam emosi yang sudah memuncak hingga ke ubun-ubunnya. Tak hanya satu dua orang yang mengatakan hal itu, lebih dari lima orang yang mengatakan hal memuakkan itu.

Gadis bertubuh besar itu sudah muak, hingga akhirnya ia berjalan menghampiri perempuan terakhir yang menghinanya. Gabriel yang merasa beberapa saat lagi akan ada sesuatu yang buruk terjadi, dengan segera ia menahan lengan Zilva.

“Mau kemana? Gak usah aneh-aneh, deh.” Gabriel menatapnya dengan tatapan memohon.

Gadis itu menoleh menatap tangannya yang digenggam lembut oleh Gabriel. Entah kenapa, ide untuk melabrak perempuan bermulut liar ia gantikan dengan sesuatu yang lebih menarik. Ia menarik tangan Gabriel dan menggandengnya erat, kemudian mereka berdiri tepat di depan para perempuan yang menghina mereka. Gabriel yang tak tahu apa-apa, hanya diam dan melihat aksi kekasihnya.

“Hai, aku tau ini bukan urusan kalian. Tapi, kita pacaran, loh. Lihat, dia mau gandeng tangan aku yang kapalan ini. Jangan iri, ya.” Zilva mengangkat tangan mereka yang bersatu dan mencium punggung tangan Gabriel. “Dan satu lagi, kalau kalian mau cowok kek pacar ganteng aku ini. Kemungkinannya sekecil amoeba, deh. Karena cowok ganteng se-langka ini gak mungkin kalian temuin lagi. Meski pun ada, belum tentu juga mereka mau sama kalian.”

Zilva tersenyum manis untuk menutupi bahwa ia puas saat melihat perempuan di depannya merasa “panas”. Gabriel yang melihat kelakuan Zilva hanya tersenyum senang, karena ia merasa Zilva sudah menerima dirinya sebagai seorang kekasih.

“Maaf kalau kata-kataku menyinggung. Tapi kita mau kencan dulu, ya. Dadah,” ucap Zilva dan pergi meninggalkan para perempuan yang masih mematung.

Saat mereka sudah jauh dari penglihatan para perempuan itu, Zilva terbahak sangat kencang, bahkan orang-orang di sekitarnya menatap Zilva aneh. Gabriel hanya menggeleng pelan dan menarik tangan Zilva ke kandang bison.

“Wah, bison!” mata Zilva berbinar-binar saat melihat hewan besar yang penuh dengan bulu itu. “Hai bison, eh maksud aku …, hai, saudaraku tercinta, gimana kabarmu? Pawang kamu baik semua, ‘kan? Kalau mereka jahat sama kalian, telpon aku, biar aku yang nuntut mereka ke meja hijau.”

Gadis itu asyik berbicara dengan bison, tanpa ia sadari, Gabriel terbahak saat mendengar Zilva berkomunikasi dengan hewan besar berbulu itu. Apakah Zilva tak tahu, bahwa bison benar-benar tak paham dengan bahasanya? Ia memegang perutnya yang terasa kram hanya karena ucapan pacarnya yang receh.

Mau tak mau Gabriel tertawa, saat melihat Zilva membersihkan ingus yang berasal dari hidung bison. Dengan sabar gadis itu mengelap ingus yang menjijikkan itu sampai bersih. Tapi di satu sisi, Gabriel merasa bangga dengan pacarnya yang tak jijik meski dengan ingus hewan sekali pun.

“Zilva, kita foto bareng, yuk? Itu ada mas-mas yang siap foto kita.” Gabriel menunjuk seseorang yang sedang memotret orang lain di dekatnya. “Mas, fotoin kita, dong. Pesen 3 paket, tapi beda hewan. Boleh?”

“Oi, aku belum setuju, loh,” protes Zilva.

Tanpa menggubris omelan Zilva, laki-laki itu memeluk Zilva dengan mesra dan tersenyum manis. Gadis yang dipeluknya hanya ikut tersenyum canggung saat merasakan ada lengan yang melingkar di lehernya.

♫~♥~♫

Setelah puas berkeliling dan berfoto ria, Zilva merebahkan dirinya di atas rerumputan pendek dan memastikan tidak ada tulisan “Dilarang Menginjak Rumput” di sekitarnya. Gabriel pun ikut merebahkan dirinya di dekat Zilva.

“Gabriel,” panggil Zilva dengan tatapan mengarah ke langit biru yang teduh karena pohon yang tumbuh lebat hingga menutupi sinar matahari yang terik.

“Ya?”

“Kamu masih suka sama aku?” mendengar pertanyaan tiba-tiba dari kekasihnya, Gabriel menatap Zilva lekat.

“Masih, dan akan seperti itu seterusnya,” ucap Gabriel yakin.

Benarkah? Tapi aku takut, Tuhan tak mengizinkan itu semua. “Kapan kamu berhenti menyukaiku?” lirihnya.

“Tidak akan terjadi hal seperti itu,” jawab Gabriel dengan tegas.

“Tapi, kita nggak tahu gimana masa depan. Bisa aja, besok kamu udah gak suka sama aku dan berpaling ke lain hati.” Zilva tersenyum miris.

“Itu tidak akan pernah terjadi. Karena perempuan sepertimu tidak ada lagi di dunia ini.”

Zilva yang mendengar ucapan Gabriel, membuatnya bungkam dan tak bisa berkata apa-apa lagi. Ia sadar bahwa tak perlu merasa minder dan membandingkan diri dengan orang lain. Karena apa? Masih ada seseorang yang menerima kedatangannya di bumi ini dengan suka cita. Jangan pernah merasa diri ini tidak berguna, karena setiap manusia memiliki porsi bahagia masing-masing.

“Gabriel, kamu di sekolah, jadi cowok populer di kalangan cewek, ya?” Zilva menoleh ke kanan dan menatap wajah tampan kekasihnya.

“Hm …, enggak juga, sih. Banyak kok yang lebih ganteng di sekolahku. Lagi pula aku nggak peduli sama mereka. Tenang aja, aku selalu jaga hati buat kamu, kok.” Gabriel menatap balik Zilva dan menatapnya dalam.

Netra mereka terkunci satu sama lain dan membiarkan semuanya terhanyut dalam perasaan nyaman diantara mereka.

“Kamu punya mantan berapa?” pertanyaan konyol terlintas begitu saja di kepala sang gadis bertubuh besar itu.

Gabriel terkekeh pelan. “Enggak punya dan gak akan punya.”

Zilva menyatukan kedua alisnya. “Kok, bisa gitu?”

“Pacarku cuma kamu, dan hanya kamu.”

“Kamu gak punya mantan?” tanya Zilva dan dijawab gelengan dari Gabriel. “Serius kamu gak punya mantan?! Cowok se-ganteng kamu, gak punya mantan?!”

Gabriel tersenyum hangat dan menangkup kedua pipi sang gadis. “Karena cuma kamu yang berhasil melunturkan kerak noda di hati ini.”

Zilva memutar bola matanya jengah berusaha untuk tidak tersipu. Namun nyatanya, pipi tembamnya tak bisa berbohong. Ucapan itu berhasil menciptakan semburat merah dari wajah hingga ke telinganya.

🍃🍃🍃

Bersambung:)
Vote dan komen? ❤
Gak tau kenapa pengen double update ≧∇≦

Boyfriend In My DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang