Aku harus setara dengan Gabriel
-Zilva 🐽
♫~♥~♫
"Zilva," panggil Laila saat Ziva selesai membersihkan diri.
"Iya, Ma?"
"Kamu mau kuliah di mana? Kalau bisa cari yang negeri ya, nak."
"Tapi, kalau ikut seleksi tahun ini udah gak sempat, Ma. Lagi pula aku mau cari kerja dulu. Setidaknya aku bisa bantu keuangan kita walau gak seberapa karena aku cuma lulusan SMK," ucap Zilva dengan senyum lebar.
"Ingat, nak, cukup Christ yang cuma lulusan SMK, kamu jangan." Laila tersenyum miris.
Zilva mengangguk semangat. Ia memeluk Mamanya haru. Gadis itu ingin berkembang jadi orang yang lebih baik.
Dengan cepat ia bergegas mengganti pakaiannya dan pergi untuk mencari pekerjaan. Ia menghampiri setiap apotek yang ada, mulai dari yang kecil hingga apotek besar.
"Permisi, kak. Di sini ada lowongan pekerjaan tidak, kak? Saya mau melamar."
Seorang perempuan muda datang menghampirinya dan menatap Zilva dengan tatapan tanya.
"Boleh saya lihat berkas kamu, dek?"
"Ah, iya, silahkan." Zilva menyerahkan map berwarna cokelat pada perempuan itu.
"Lulusan SMK, ya? Aduh maaf, dek. Apotek ini menerima pendidikan min D3 farmasi," terangnya.
"Ah, baik, saya mengerti. Kalau begitu saya permisi dulu."
Zilva meninggalkan halaman apotek dengan napas berat. Susah sekali mencari pekerjaan, batinnya.
Sudah sepuluh apotek menolak Zilva dengan alasan yang sama. Tapi, gadis gendut itu pantang menyerah. Waktu sudah semakin siang, dan matahari semakin menyengat kulitnya.
"Permisi, kak. Apa disini ada lowongan pekerjaan? Saya mau melamar."
Kali ini seorang ibu paruh baya yang keluar menghampiri Zilva. Raut wajah datar ibu itu membuat Zilva menelan ludah kasar.
"Saya lihat berkas kamu."
Zilva menyerahkan map cokelat itu dan matanya melihat kulkas minuman dingin di samping pintu, dengan cepat ia mengambil minuman isotonik, namun ia tak berani untuk meminumnya karena ia merasa kurang sopan.
"Lulusan SMK, ya?"
"Gagal lagi nih kek-nya," gumam Zilva pelan. "Iya, bu, saya lulusan SMK Farmasi. Untuk pengalaman, saya dapatkan saat saya kelas sebelas dengan tiga bulan di rumah sakit dan tiga bulan di apotek. Untuk potensi, saya yakin saya memilikinya."
"Oh ..., potensi?" tanya ibu itu. "Baik, mulai besok kamu bisa mulai kerja. Selama seminggu akan saya lihat kamu, jika punya potensi saya pertahankan, jika tidak maka tidak saya terima."
"Benarkah, bu?" tanya Zilva antusias. "Terima kasih banyak. Saya tidak akan menyia-nyiakan kesempatan ini. Besok saya interview dulu, bu?"
"Tidak perlu, langsung saja kerja dan akan saya lihat kemampuan kamu secara langsung."
"Baik, bu, terima kasih banyak." Zilva tersenyum ramah dan mengambil sebotol minuman isotonik lagi di kulkas. "S aya beli ini dua, berapa, bu?"
"Lima belas ribu."
Zilva mengeluarkan selembar sepuluh ribu dan selembar lima ribu, kemudian memberikannya pada ibu itu dengan senyum lebar.
Zilva keluar dari apotek itu dengan senang. Kakinya melompat-lompat kecil bahkan beberapa orang melihatnya dengan tatapan tanya. Dia kenapa, sih? batin mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Boyfriend In My Dream
Teen FictionMIMPI. Semua orang menganggap apa yang ada di dunia mimpi tak akan terjadi di dunia nyata. Tapi sepertinya itu semua tak berlaku bagi Zilva. Gadis bertambun itu dikejutkan dengan kehadiran laki-laki yang mengaku sebagai pacarnya yang sebelumnya ia...