00. Harap yang Hirap

2K 174 17
                                    

Apa, sih, yang kalian harapkan dari seorang Ibu?

Mendapatkan kasih sayangnya? Diberikan perhatian lebih? Sangat menunjukkan kasih cinta kasih pada sang anak? Selalu berkata baik-baik dan tidak pernah main tangan saat marah? Ah, sungguh orangtua idaman.

Kalau kalian berpikir aku tidak mempunyai orangtua seperti itu, kalian salah! Justru, aku punya Bunda yang sangat-sangat baik dan sayang padaku.

Tetapi, jika rumah sebelah ....

Entahlah, setiap kali aku keluar dan berjalan melewati rumah dengan pagar bercat kuning emas itu, sudah beberapa kali suara orang membentak dengan kata kasar, menyeruak dalam rungu.

Namun, untuk hari ini ... aku belum mendengarkannya sama sekali.

"An, makan dulu, yuk?" Aku tersentak tatkala suara Bunda memecahkan lamunanku. Huft, buyar sudah. Padahal, aku sedang memperhatikan jendela rumah sebelah yang tertutup tirai transparan dari balkon kamarku ini.

"An udah kenyang, Bun. Kan, barusan habis makan soto. Aku nyari angin nih, ac di kamar kurang puas. Enakan yang alami," balasku, walau tidak enak. Haha, aku menolak ajakan makan malam Bunda dengan halus.

Bukan apa-apa, kok. Serius, aku sudah kenyang. Habis makan soto ayam yang kubeli di blok E tadi.

Bunda geleng-geleng kepala, "Yaudah, masuk gih. Ngapain juga kamu malam-malam di atas balkon? Nanti ada yang terbang. Ayo, nanti masuk angin. Bunda males cari koin buat kerokin." ujarnya, dengan terkekeh pelan.

Bundaku memang seperhatian itu. Bagaimana kalo Bunda kamu?

Omong-omong, benar juga. Udara semakin malam, semakin dingin. Aku memutuskan untuk menuruti apa kata Bunda. Memang ya, seenak itu angin malam di kota Bandung ini. Tapi kan, kalau sampai masuk angin, nggak dulu, deh.

"Pakaian yang Bunda jemur pagi tadi udah diangkat? Kamu taruh di mana?"

Berlagak kikuk, menggaruk belakang kepalaku meski tak terasa gatal. Kemudian, melirik pada sofa, di mana beberapa seragam sekolahku, berada di tumpukan itu.

Maaf, aku memang 'rada' malas.

"Bun, udah nggak usah! Biar An, aja. Besok An bangun pagi, nanti aku yang setrika sampai licin!" sergahku, sebelum Bunda melontarkan ucapannya.

"Ih, siapa juga yang mau setrikain seragam-seragam itu. Kan punya kamu. Kamu yang siapin, lah. Harus mandiri! Kamu tuh, anak perempuan. Nggak boleh malas."

Deretan gigi putih aku tampilkan untuk Bunda, setelahnya, wanita yang paling aku sayang itu pamit keluar dari kamar dan menitipkan sebuah pesan.

Kerjakan PR, jangan tidur terlalu larut. Besok senin!

Besok senin, besok senin, besok senin.

"Mata pelajaran pertama, Kimia...."

Membuka lemari khusus peralatan sekolah, memasukkan alat tulis dan buku-buku sesuai jadwal. Sebelumnya, aku membuka lembaran-lembarannya terlebih dahulu. Menghela napas lega, saat tak ada catatan PR.

Syukurlah, itu juga termasuk kebahagiaan, menurutku.

Mengedarkan pandangan ke sekitar, hingga tertuju pada jam yang tertempel di dinding. Menunjukkan pukul 21:23. Jam segitu sih, masih belum terlalu malam! Aku memutuskan charger yang tersambung pada ponsel. Naik ke atas ranjang, mulai melakukan kegiatan scroll sosial media.

[ 1 unread massage ]

Birai:

|An! Besok berangkat bareng, yuk?
|Komplek perum kita sebelahan, kan

AUDIRE [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang