"Mah!" Reyhan melangkahkan kakinya dengan tergesa-gesa memasuki mansion megah kediaman keluarga Aldevara.
Seperti biasa, Reyhan berjalan dengan sangat cepat hingga mengabaikan para maid yang membungkukkan badan untuk menyambutnya. Menemui Hanna yang entah ada di ruangan mana, merupakan tujuan Reyhan sekarang.
Langkah Reyhan tiba-tiba terhenti saat lantunan musik instrumental Histoire d'un Jour, terdengar begitu nyaring dari sebuah bilik yang ada di dalam mansion tersebut. Dari arahnya, Reyhan sudah dapat menebak bahwa Hanna lah yang memutar musik tersebut. Reyhan pun segera membalikkan langkahnya untuk menghampiri sumber suara, sekaligus Hanna.
Reyhan menatap pintu kamar Hanna yang ada dihadapannya. Ia mengetuk perlahan pintu tersebut.
"Masuk, Nak."
Tak lama kemudian terdengar jawaban Hanna dari balik pintu. Reyhan pun segera memutar knop pintu lalu melangkah masuk ke dalam kamar Hanna.
Reyhan mendudukkan dirinya pada sebuah sofa yang ada di kamar Hanna sekaligus mengamati tingkah laku ibundanya itu, yang tengah mengotak-atik radio untuk memutar kaset berisikan musik instrumental.
Menyadari kehadiran Reyhan di kamarnya, fokus pandang Hanna pada radio yang ada dihadapannya pun terhenti. Hanna membalikkan tubuhnya lalu segera berjalan menghampiri Reyhan.
Hanna mendudukkan dirinya pada samping Reyhan. Ia mengelus perlahan puncak kepala Reyhan. Kemudian ia tersenyum tipis. "Ada apa?"
Reyhan membalas senyuman Hanna. "Ini, mah."
Reyhan merogoh-rogoh saku jaket kulit yang ia kenakan untuk mengeluarkan amplop coklat pemberian Zergan tadi.
Reyhan mengeluarkan amplop tersebut dan memberikannya kepada Hanna. "Reyhan mau ngasihin ini ke Mamah."
Hanna menerima amplop pemberian Reyhan dengan kening yang mengerut. "Apa ini, Nak?"
"Hasil test DNA Reyhan sama Papah."
Seketika kedua bola mata Hanna membulat terkejut ketika mendengar pernyataan Reyhan. "Hasil test DNA?"
"Mamah buka aja."
Hanna masih tampak kebingungan dengan amplop hasil tes DNA yang ia genggam. Namun, melihat Reyhan memotong ucapannya, Hanna pun berusaha menyingkirkan perasaan tersebut.
Dengan raut wajah penuh keraguan, Hanna melepas benang pengait amplop cokelat pemberian Reyhan. Kemudian mengeluarkan lipatan kertas putih yang ada didalamnya.
Hanna membuka kertas hasil tes DNA pemberian Reyhan. Ia mengeja deretan huruf yang tertera pada kertas itu secara perlahan.
Hingga tak lama kemudian, raut wajah Hanna tiba-tiba berubah. Menampakkan sebuah rasa ketertegunan yang sempat ia lontarkan tadi.
"A-apa?"
Hanna menatap Reyhan. "Hasilnya positif, Nak."
"B-bagaimana bisa kamu mendapatkan hasil tes DNA ini? Serta bagaimana bisa kamu mengajak Papah kamu untuk mengikut--"
"Nanti Reyhan jelaskan, Mah." Reyhan memotong ucapan Hanna.
Reyhan beranjak berdiri. "Yang terpenting, kita harus menemui Papah sekarang, Mah."
Reyhan menatap Hanna. Reyhan mengulurkan tangannya pada Hanna. "Ayok, Mah."
Hanna mengangguk. Ia membalas genggaman tangan Reyhan. Lalu turut beranjak dari sofa yang sempat ia duduki.
Reyhan dan Hanna pun berjalan beriringan meninggalkan kamar Hanna.
"Tidak ada pertemuan keluarga dan tidak ada hasil positif."
Langkah Reyhan dan Hanna seketika terhenti saat Arya tiba-tiba ada di kamar Hanna seraya mengeluarkan kalimat interupsi.
Arya menatap tajam wajah Reyhan. "Reyhan."
"Kamu sudah terlalu lancang mengambil tindakan sejauh ini tanpa persetujuan dari Kakek."
"Kakek tidak pernah membesarkan kamu untuk tumbuh menjadi cucu pembangkang seperti ini."
Pandangan Arya beralih menatap Hanna. "Dan kamu Hanna."
"Tidak usah banyak bertingkah. Diam dan urusi saja rumah."
"Tidak sepantasnya kamu menyuruh Reyhan, anakmu untuk menyelidiki kebenaran mengenai suamimu yang telah lama mati itu."
Reyhan tersenyum miring mendengar ucapan bernada tajam yang terlontar jelas dari bibir Arya. Ditatap tajam oleh Arya, tak sedetikpun membuat Reyhan ketakutan. Laki-laki itu justru melontarkan senyum mengejek pada Arya.
"Papah hanya mati di mata Kaek." Reyhan menggelengkan kepalanya. "Bukan di mata Reyhan dan Mamah."
Reyhan melepas genggaman tangan Hanna. Ia menunjuk wajah Arya dengan tajam. "Dan tolong berhenti menyalahkan Mama atas tindakan Reyhan."
"Sedetikpun, Mama tidak pernah menyuruh Reyhan melakukan penyelidikan mengenai kebenaran Papa Reyhan."
Reyhan menggenggam kembali tangan Hanna. Sekilas ia menatap wajah Arya lalu menatap wajah Hanna kembali. "Ayo, Mah, kita pergi dari mansion megah terkutuk ini."
"Reyhan tak pernah merasakan kasih sayang yang besar dari rumah sebesar ini," pungkas Reyhan seraya menyeret Hanna meninggalkan kamar Hanna.
Ucapan Reyhan berhasil membuat darah Arya seketika naik. "Reyhan, berhenti."
"Hentikan langkahmu atau kamu tidak akan pernah mendapatkan sepeserpun harta milik Kakek!"
Ancaman yang dilontarkan oleh Arya berhasil membuat Reyhan menghentikan langkahnya. Ia membalikkan tubuhnya untuk menatap Arya.
Reyhan menatap remeh wajah Arya. "Kakek pikir Reyhan tidak tahu apabila hampir enam puluh persen kepemilikan saham perusahaan Kakek kini dimiliki oleh Papa?"
"Asal Kakek tahu, di sini bukan Reyhan yang akan hancur, tapi, Kakek," pungkas Reyhan seraya berjalan pergi. Meninggalkan Arya yang mengerang kesal karena merasa telah diremehkan.
🐝🐝🐝
Minggu, 24 April 2022
750 kataThanks for reading Ayudna!
Don't forget to vote, comment, and share! 🐙❤️
See you on chapter 39 next week!Instagram:
@rrlintang__
@aksara.lintang_
KAMU SEDANG MEMBACA
[SCC: 1] AYUDNA (Antara Yuda dan Yuna)
Teen Fiction[SERIES CAHAYA CENDEKIA: 1] TW // Family issues CW // Containing any harsh word So, please be wise on yourself! 🙏🏻 Angkasa Prayuda Nakula, atau biasa dipanggil Yuda. Seorang murid baru pindahan dari SMA Insan Cendekia. Pendiam, tajam, namun meni...