Chapter 51🐏

336 47 9
                                    

Yuda membuka pintu ruang Kamboja-IV lalu berjalan memasuki kamar pasien tersebut. Ia melangkahkan kaki untuk mendekat pada ranjang tempat Reyhan terbaring lemah.

Ia meletakkan sekeranjang buah yang ia bawa pada atas nakas. Lalu segera duduk pada kursi yang ada di samping tempat tidur Reyhan.

Laki-laki itu mendekatkan kursi yang ia duduki pada Reyhan. Ditatapnya tubuh Reyhan yang tengah terbujur kaku dari atas sampai bawah dengan sorot netra sendu.

Ia menggerakkan tangannya dengan ragu-ragu tuk memegang telapak tangan Reyhan. Hendak berucap. Namun, bibirnya seolah tampak tak bisa terbuka. Mengatup begitu erat. Badannya yang tengah bergetar, setidaknya dapat menjadi bukti betapa terpukulnya Yuda atas nasib malang yang menimpa adiknya.

"R-reyhan." Hingga pada akhirnya kata panggil terlontar dari mulut Yuda. Walau dengan sedikit tertatih, ia bisa mengucap nama Reyhan dengan jelas.

"Bangun, Rey."

"Gue enggak mau lihat lo terkapar lemah kayak gini."

"Bangun, Rey."

"Lo udah janji sama gue, untuk bersaing naklukin hati Yuna."

Yuda menyeka bulir-bulir air mata yang tengah menggenangi pelupuk mata.  "Tapi, kenapa lo malah tidur di sini, Rey?"

Laki-laki itu tersenyum getir. "Lo tahu, Rey? Sepertinya lo adalah pemenang dalam persaingan kali ini."

"Kemarin gue ngelihat Yuna nunggu lo di sini. Dan lo tahu? Dia nangis karena lo, Rey. Dia sedih karena lo. Gue dapat ngelihat ketulusan dari tingkah laku Yuna."

"Dan itu ... buat lo, Rey."

"Yuna sayang sama lo, Rey. Perasaan lo ke Yuna akan segera terbalas. Jadi bangun, Rey," isak Yuda. Sedikit menggoyang-goyangkan tubuh Reyhan. Berharap Reyhan bisa segera sadar.

Hingga entah pikiran yang tiba dari mana berhasil membuat Yuda menghentikan tindakannya. Pandangan Yuda beralih menatap selang infus yang terhubung langsung dengan tubuh Reyhan.

"Gue enggak sepantesnya ada di sisi lo sekarang, Rey."

"Seharusnya gue yang gantiin posisi lo saat ini. Terkapar lemah tak berdaya."

"Seharusnya gue yang terluka di pertempuran itu."

"Seharusnya gue yang mati. Seharusnya gue mati, Rey."

"Karena kehadiran gue merupakan musibah bagi orang-orang yang ada di sekitar gue."

"Seharusnya gue yang—"

"Yuda?!"

Teriakan Yuna seketika memutus ucapan Yuda untuk Reyhan. Pandangan Yuda pun teralih. Dari Reyhan, menuju Yuna.

"Kamu ngapain di sini?"

"Kamu mau nyakitin Reyhan lagi?"

Yuda dapat menangkap sorot kemarahan dari raut muka gadis tersebut. Tak ada lagi tatapan tulus dari Yuna. Tak ada lagi tatapan Yuna yang menenangkan hati. Dan tak ada lagi tatapan Yuna yang membuat siapapun jatuh hati ketika dipandang olehnya. Kini semuanya telah hilang. Hanya sorot kemurkaan yang terpancar dari wajah gadis tersebut ketika memandang Yuda.

"Gu-gue."

"Pergi," usir Yuna.

"Gue cuman mau njenguk—"

"Aku bilang pergi ya pergi." Yuna menatap nyalang wajah Yuda.

"Kamu belum puas ngebuat Reyhan terluka hingga terkapar seperti sekarang hingga mau ngelukain dia lagi?"

Yuda menggelengkan kepalanya. "Enggak, Yun. Gue gak mungkin nyakitin Reyhan. Gue cuman mau."

"Pergi."

[SCC: 1] AYUDNA (Antara Yuda dan Yuna)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang