Chapter 40🐝

381 44 2
                                    

Brakkk

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Brakkk .... Yuda membanting pintu kamarnya usai pulang dari pertemuan singkat dengan keluarga kecilnya. Laki-laki itu mengambrukkan badannya dengan lemas. Sorot netranya tampak memandang lurus kosong ke depan. Perlahan, ia menundukkan kepalanya.

Ribuan bayang-bayang kebenaran kelam masa lalu keluarga yang sempat diutarakan oleh Halim tadi, seketika menyeruak. Mendesak memenuhi relung pikiran. Hingga berhasil membuat seluruh tubuhnya merasa sesak.

Segelintir ucapan Halim, tiba-tiba menggema di telinganya.

"Yuda, Papah tahu Papah salah selama ini. Papah salah karena telah membiarkan kamu tumbuh tanpa rasa kasih sayang keluarga yang lengkap. Papah juga salah karena telah menyembunyikan kebenaran mengenai saudara kandung kamu."

"Tapi, percayalah, Yud. Di sini yang terluka bukan hanya kamu. Namun, juga Papah, Mamah, dan juga adik kandung kamu."

"Mungkin kamu tidak pernah merasakan tidur malam yang nyenyak sejak saat itu sebab tingkah laku Papah yang selalu menyalahkan kamu atas kematian Mamah ... yang ternyata itu semua hanya sekedar sandiwara belaka."

"Namun, kamu juga tak tahu bagaimana rasa pedih yang harus dialami oleh Papah sejak awal mengenal Mamah. Bagaimana Papah dan Mamah harus terjebak dalam sebuah perasaan cinta terlarang. Bagaimana kerasnya usaha Papah melawan perbedaan kasta yang ada diantara kami berdua. Hingga pada saat Papah sudah berhasil mencapai kejayaan di masa lalu pun, Kakek kamu tidak pernah merestui pernikahan Papah dan Mamah. Sebab di mata beliau, Papah tak lebih dari seorang manusia yang tak akan sama derajatnya dengan beliau."

Halim menyeka bulir-bulir air mata yang sempat menetes. "Bahkan ketika Papah mendambakan sebuah keluarga kecil yang bahagia, semua itu harus lenyap karena kecelakaan lima belas tahun silam."

"Kecelakaan yang diberitakan merenggut nyawa Mamah dan saudara kamu."

"Seluruh jiwa raga Papah seketika hancur saat mendengar kabar burung tersebut."

"Tubuh Papah bagaikan raga tanpa nyawa kala itu."

"Ribuan malam papah lewati dengan perasaan sedu."

"Dalam setiap doa, Papah selalu melangitkan nama kalian bertiga. Berharap kita dapat bersatu kembali. Berharap apabila peristiwa tragis tersebut, hanya sekedar bualan belaka."

"Pada awalnya Papah selalu menyerah. Papah selalu menganggap Tuhan memberikan takdir yang salah pada Papah. Bahkan tak terhitung berapa kali Papah menyalahkan kamu atas peristiwa menyakitkan ini."

Halim menarik napas panjang. Sedikit memberi jeda sebelum berkata kembali. "Hingga pada akhirnya Papah menyadari bahwa tindakan Papah selama ini salah."

"Papah berusaha mengikhlaskan kepergian mamah dan adik kamu walaupun itu sulit."

"Dan pada saat papah sudah mulai bisa berdamai dengan masa lalu kelam tersebut--" Halim menatap wajah Yuda dengan sedikit senyuman tipis. "Kamu justru menunjukkan sebuah jawaban atas semua pertanyaan dari rasa duka yang menimpa Papah selama ini."

[SCC: 1] AYUDNA (Antara Yuda dan Yuna)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang