Pagi ini rara tak banyak bicara dengan pak Ario. Dirinya masih kesal dengan kejadian tadi malan, pak Ario benar-benar bikin bete. Pagi ini sudah beberapa kali dirinya mengabaikan sapaan manis dari pak Ario. Dia berpura-pura fokus mengurus anak-anak. Setelah menyiapkan keperluan anak-anak dan merapikan mereka maka Rara mandi dan merapikan diri. Selesai mandi dia menata rambutnya didepan cermin, pada saat yang bersamaan muncullah pak Ario dari pintu kamar.
"Ra, kamu mau sampe kapan marah sama saya? Please Ra, jangan diem gini dong. Saya nggak suka didiemin"
"siapa juga yang marah"
"itu kamu"
Rara hanya diam saja, pak Ario lantas menghampiri dirinya dan memeluk dari belakang.
"mamahnya anak-anak, please maafin papa ya. Mama terlalu mempesona sehingga papa selalu gak bisa mengendalikan diri"
Rara tidak menanggapi ocehan pak Ario. Pak Ario kemudian mencuri ciuman di pipi Rara. Kontan saja tindakan itu membuat rara semakin sebal saja. Kini mereka telah berada di pesawat, pukul 9 wita pesawat take off. Selama perjalanan di pesawat rara hanya menjawab ketika anak-anak bertanya, selebihnya dia diam saja. Melihat hal itu pak Ario jadi gemas sendiri. ingin rasanya mereka sampai di Jakarta dan menyelesaikan perselisihan mereka. Dari dulu dia memang paling tidak bisa didiamkan orang lain terlebih pasangannya. Tunggu, mengapa dirinya risau karena kebisuan Rara, apakah Rara sudah menancap di hatinya? Apakah dia sudah menganggap rara sebagai pasangannya?. Begitu sampai di Jakarta, mereka langsung menuju ke kediaman pak Ario. Saat di kamar, pak Ario memeluk rara.
"Ra, kamu kenapa sih? Maafin saya please"
"tau deh" jawab rara sambil memakai tas selempangnya
"kamu mau kemana?"
"saya mau ketemu sama Fani"
"ngapain? Kita baru aja sampai"
"ada perlu, abis inj saya langsung pulang kerumah orangtua saya"
"loh kenapa? Kesalahan saya sefatal itu ya?"
"saya rindu mama papa"
"saya antar"
"nggak usah, bapak jaga anak-anak aja. Saya berangkat"
"tapi kamu pulang kesini lagi kan?"
"entahlah"
"please ra, anak-anak butuh kamu. Kamu harus pulang, setidaknya jika bukan untuk saya maka untuk anak-anak."
"hmm"
Rara kemudian keluar dari kamar dengan membawa kopernya, dia menuju ke kamarnya anak-anak untuk berpamitan. Selesai pamit dia menuju Cafe Rasakita untuk bertema fani. Begitu sampai disana fani sudah menunggu dirinya. Rara kemudian menceritakan apa yang sudah dirinya dan pak Ario lakukan di Bali. Fani tidak begitu kaget mendengar cerita rara, karena menurut dia wajar yang dilakukan pak Ario. Biar bagaimanapun pak Ario hanyalah pria dewasa yang normal, tentunya kedekatan diantaranya dengan rara dan skinship yang dilakukan membangunkan sesuatu yang mungkin selama ini terpendam.
"kalau kamu nanya saran aku, saran aku masih sama kalian mending nikah aja. Apalagi kalau pihak kampus tau mengenai hubungannya kalian pasti bikin kalian berdua malu, dan jelas mengecewakan mama papa kamu Ra"
"tapi aku gk mau nikah secepat ini"
"Kenapa? Kamu nggak mau nikah tapi pas digrepe grepe mau aja"
"Aku nggak tau kaya kena sihir aja"
"alesan kamu aja ra, kalian mah sama-sama doyan"
"enak aja kalau ngomong"
"kamu nggak mau nikah sama pak Ario apakah karena dia duda ra?"
"Nggak tau aku,aku masih ragu dan bingung sama diriku sendiri"
"apa karena pak Ario udah punya buntut? "
"nggak, aku malah sayang banget sama anak-anak dia"
"terus kenapa?"
"entahlah"
"kamu aneh Ra, abis ini kamu mau kemana?"
"pulang ke mama, dah lama nggak jumpa"
"syukur deh kamu masih inget sama mak kamu. Berapa bulan kamu ngga pulang?"
"sekitar 7 bulan ada"
"gila ya kamu, tega ama mamamu"
"yee, abis gimana kamu kan tau sendiri kalau aku sibuk ngurusin bocils"
"ya udah deh Ra. Ntar kamu rasain deh pas jauh dari bocils dan bapaknya. Sekalian kamu dalami hatimu"
"makasih ya udah dengerin ocehan aku"
"selalu, cabut yuk"
"kuy"
Mereka berdua kemudian memisahkan diri. Rara pulang ke rumahnya dan fani juga pulang kerumahnya. Rara tak sabar ingin berjumpa dengan mamanya karena sudah lama tidak bertemu. Rasa rindu di dadanya begitu membuncah.
*****
KAMU SEDANG MEMBACA
Simpanan Dosenku
RastgeleRara baru saja menyelesaikan pendidikan S1, dan ingin melanjutkan pendidikan S2. Sang ibu sudah tidak bisa membiayai lagi, hingga dirinya mencoba peruntungan dengan mendaftar berbagai beasiswa namun hasilnya nihil. dirinya kemudian menemui salah sa...