Rara kini tengah berada dirumahnya, dia sedang duduk dihalaman ditemani oleh ibunya sedangkan bapaknya sedang pergi ke Stasiun untuk menjemput Hafbi, kakak Rara yang juga menjadi Dosen namun berbeda kota.
"nduk, ibu boleh ngomong?"
"Monggo bu"
"Kamu sudah yakin sama Pak Rio?"
"Insyaallah yakin bu"
"Ibu sama bapakmu sudah kenal Pak Rio lama, hampir 7 tahun. Dulu saat bapakmu usahanya down, Rio hadir dan membantu bapak buat bangkit nduk. Rio membeli dan memasarkan hasil panen kita."
"Benarkah bu?"
"Iya nduk, beberapa tahun belakangan usaha Rio mengalami masalah. Dia tidak mengambil padi dari kita, itulah sebabnya bapak sama ibu kesulitan waktu kamu minta kuliah S2. Terus beberapa waktu belakangan, dia menghubungi bapakmu dan mengajak kerja sama lagi. Sampai akhirnya kemarin bapak ketemu kalian di Villa. Jujur ibu kecewa, tetapi setelah mengetahui kronologis kejadiannya ibu lebih bersyukur kamu nggak diapa-apain sama pemabuk itu. Ibu nggak bisa bayangin kalau sampai kamu kenapa-kenapa. Ibu sebenarnya mau nanya sesuatu sama kamu."
"Apa bu?"
"Kamu sejak kapan ada hubungan sama Rio?"
"Sejak kemarin bu,"
"Apa iya? Feeling ibu kok beda ya?"
"Perasaan ibu aja, aku sama pak Ario emang udah kenal lama bu, dari aku kuliah S1 terus sampe sekarang S2. Jadi udah akrab, cuma baru jadian kemarin."
"Kamu beneran cinta sama Rio?"
"Ehmmm,, ya gitu bu."
"Ibu kuatir kamu nggak beneran cinta, cuma karena kebetulan Ario nolongin kamu terus jadi baper sesat."
"Nggaklah bu, Rara yakin sama perasaan Rara."
"Kamu sudah pernah ketemu anaknya Rio?"
"Sudah bu,"
"Bagaimana reaksi mereka?"
"Ya,, mereka welcome sama Rara"
"Memangnya kapan kalian ketemu?"
Deg.. (Aduh jangan sampai aku salah omong-batin Rara)
"Ya pas Rara sama Fani kerumah pak Ario ngumpulin tugas bu"
"Itukan sebagai mahasiswa, beda kalau kamu jadi ibunya mereka. Apa mereka akan se-welcome itu?"
"Mereka anak yang baik kok bu, Rara yakin mereka pasti nerima Rara. Ibu doain ya.."
"Pasti nduk, ibu juga sebenarnya ada yang mengganjal di hati. Rio itu berasal dari keluarga yang lebih kaya dari kita, ibu kuatir keluarga dia nggak nerima keluarga kita. Biasanya kan orang kaya kalau nyari mantu yang se-frekuensi sama mereka. Terus terang ibu kepikiran, takut kamu tersakiti, iya kalau keluarganya open minded lah kalo nggak. Ibu sih berdoa mereka nerima keluarga kita."
"Aamiin bu, tapi Rara yakin keluarga Pak Ario pasti nggak berpikiran seperti itu, lagian keluarga pak Ario juga jauh, nggak di Indonesia."
"Tau darimana kamu nduk?"
"Emmm,,,Pak Ario pernah bilang"
(Aduh jangan sampe aku keceplosan batin Rara.)
"Ehm,, Bu,, Mas Hafbi sama mbak kapan sampenya ya,, Rara udah kangen nih."
"Sebentar lagi juga sampe, tadi Masmu nelpon bapak katanya 1 jam lagi kereta mereka sampai di stasiun."
"Mbak Revi sekarang semester berapa ya?"
"Kalau nggak salah semester akhir entah 7 apa 8, pas ibu nelpon Masmu, dia bilang Revi sibuk nyusun Skripsi."
"Bisa gitu ya bu, Mas bisa nikah sama mahasiswinya cuma gegara buavita"
"Yah sama to, kaya kamu nduk"
"Hehehehe, Rara malah dapat bonus 2 buntut"
"Mas kamu itu orangnya kaya gitu, ibu bersyukur dia sudah bertemu jodohnya. Dia agak susah pdkt sama cewek, untung aja dulu Revi mau deketin Hafbi, kalau nggak mungkin masih jadi bujangan dia."
"Rara juga bersyukur bu, punya ipar kaya Mbak Revi, walaupun usianya dibawah Rara tapi dia dewasa."
"Iya, alhamdulillah ya nduk. Semoga anak-anak ibu dilancarkan semua urusannya dan jadi orang sukses semua. Besok lamarannya jadi berapa orang nduk yang datang?"
"Pak Ario bilang sekitar 20 orang bu, hanya keluarga inti saja. Nanti kalau nikahan baru diundang semua."
"Semua sudah siapkah? MUA, beckdrop, sudah kamu selesaikan?"
"Sudah bu, kalau catering gimana bu?"
"Aman, ibu sudah mesan ke mbak Yati"
"Kebayanya nanti sore diantar bu, sekalian fitting pas Mas Hafbi datang."
"Iya, biar sekalian. Ibu nggak nyangka anak ibu sebentar lagi dipinang orang. Rasanya baru kemarin ibu ngasuh kamu sama Hafbi dihalaman ini, kalau sore Hafbi nggak mau mandi, kamu suka lari-lari kalau digantiin baju. Sekarang anak-anak ibu udah dewasa"
"Hehehehe"
Percakapan itu terpotong ketika ada bunyi mobil memasuki pekarangan mereka, disusul suara salam dari bapak. Ternyata bapak, Mas Hafbi dan Mbak Revi sudah sampai. Mereka saling berpelukan melepas rindu, sampai akhirnya bapak menyuruh Hafbi dan istrinya untuk bersih-bersih kemudian makan siang bersama. Ibu meminta Rara untuk menghubungi Fani, dan memberi tahu acara lamarannya dengan Pak Ario. Rara segera menghubungi Fani, kemarin Reno asisten Pak Ario mengantar ponsel Rara. Sebenarnya Rara sudah memberi tahu Fani bagaimana kronologi kejadian kemarin, namun dia belum memberi tahu jika akan ada acara lamaran dengan Pak Ario.
Tut.. Tut... Tut...
"Halo assalamualaikum"
"Waalaikumsalam Fan,"
"Tumben jam segini nelpon?"
"Mau ngasih kabar"
"Apaan nih?"
"Besok malam dateng ya kerumah, sama kak Andi terus sama bunda juga kalau nggak sibuk"
"Ngapain? Bunda sama ayah di Eropa"
"Aku mau lamaran sama Pak Ario"
"Apa?! Kok mendadak banget. Kamu hamil?"
"Enak aja, nggak lah. Masi ori nih,"
"Lah terus kenapa mendadak?"
"Ya, karena sama-sama cocok aja lagian bapak ibu juga udah tau jadi mau cari apa lagi. Takut ntar khilaf kalau dilama-lamain"
"Eh, kamu ngga becanda kan?"
"Serius,"
"Aduh, gimana ya? Aku masih syok, separuh happy separuh ngga rela sih. Aku takut kamu nggak ada waktu buat aku kalau nanti udah nikah."
"Mana ada, kita tetep soulmate"
"Yah, sekarang aku jomblo sendiri dong, kamu udah ada pawangnya. Mengiri deh,"
"Hahahaha, makanya buruan digass"
"Digass sama siape? Calon aja belum kelihatan wujudnya"
"Doa aja sih,"
"Kamu pikir aku nggak pernah berdoa?"
"Hahahaha,,keknya kamu cocok sama Pak Randi deh"
"Mana ada, orang secuek dan seketus itu."
"Cocoklah Fan sama kamu yang pecicilan, ntar klop saling melengkapi."
"Yang ada aku bt mulu kalau jadi istrinya, dicuekin dianggurin ditinggal rapat mulu hadehh"
"Hahaha, enak dong jadi ibu dewan. Eh udah dulu ya, ntar disambung lagi ya, ini kakak aku udah datang mau makan siang dulu"
"Ya udah babay"
"Babay"
Tut....Panggilan terputus.
Rara kemudian makan siang bersama keluarganya, meraka makan dengan tenang namun diselingi beberapa canda tawa. Tak lama ponsel Rara berbunyi menampilkan nama Kak Andi sebagai penelpon. Rara segera mengangkat panggilan tersebut setelah izin kepada keluarganya.
"halo,, assalamualaikum kak"
"Waalaikumsalam dek, kamu dimana?"
"Dirumah ibu kak"
"Kakak pengen ngobrol sama kamu, ada waktu nggak buat ketemu?"
"Boleh, kapan kak?"
"Jam 2 gimana?"
"Oke, Rara bisa. Dimana kak tempatnya?"
"Di Kafe Pandawa, deket rumahmu gimana?"
"Boleh,"
"Ya sudah kakak tunggu ya"
"Siap kak"
Panggilan terputus, Rara kemudian bergabung bersama keluarga untuk melanjutkan makan siang. Selesai makan siang dia akan berangkat ke kafe untuk menemui kak Andi.
•••••
~Kafe Pandawa~"Dek, kakak dengar kamu mau lamaran sama dosenmu itu?"
"Iya kak, besok kakak datang ya sama Fani."
"Apa kamu yakin dek?"
"Yakin dong kak"
"Kamu nggak terpaksa kan?"
"Sama sekali enggak,"
"Apa dia melecehkan kamu?"
"No, dia menghargai Rara kok kak"
"Syukurlah, kakak sebenernya mau nyampein sesuatu sama kamu"
"Apa kak?"
"Kamu selama ini gimana ke kakak?"
"Gimana apanya kak? Rara kok bingung ya"
"Menurut kamu kakak gimana?"
"Kakak baik, sopan, dewasa, mapan, pinter, rajin ibadah"
"Bukan itu dek,,.kamu selama ini anggap kakak apa?"
"Ya kakak aku, sama kaya kak Hafbi"
"Kamu nggak pernah ada rasa lain gitu, kali aja"
"Nggak sih kak, sejauh ini Rara menganggap kak Andi seperti kakak kandung Rara yang selalu mengayomi dan melindungi adeknya."
"Jadi udah nggak ada kesempatan buat kakak?"
"Maksud kakak?"
"Kakak sebenarnya suka sama kamu"
"Apa!!"
Deg.. Rara begitu kaget bagai disambar petir disiang bolong.
"Iya dek, kakak suka sama kamu sebagai laki-laki ke perempuan bukan sebagai kakak ke adek"
"Maafin Rara ya kak"
"Kenapa kamu minta maaf?"
"Karena Rara nggak bisa membalas perasaan kakak, kak Andi begitu baik sama Rara tapi Rara malah mengecewakan kakak."
"Kakak ngerti dek, perasaan nggak bisa dipaksa. Sejauh kedekatan kita apa kamu nggak pernah tertarik gitu?"
"Nggak kak, Rara anggap kakak sebagai saudara."
"Hehehehe,, yasudah. Kakak doakan kamu bahagia sama dosenmu itu"
"Aamiin kak, makasih ya atas pengertiannya dan juga makasih atas kasih sayang kakak sama Rara. Maafin Rara tidak bisa membalas perasaan kakak."
"Kakak masih bolehkan jadi kakak kamu?"
"Tentu saja, tetap begini ya kak, tetap sayangi Rara dan jangan berubah"
"Pasti dek, kakak akan tetap sayang sama kamu dan nggak akan ngebiarin lelaki manapun nyakitin kamu."
"Makasih kak Andi"
"Pulang yuk dek udah hampir petang"
"Iya, kak. Nggak mampir kerumah? Ada Mas Hafbi dirumah"
"Lain kali aja, besok kan Kakak kerumah kamu."
"Ya udah Rara duluan ya kak"
"Iya dek, hati-hati"
"Assalamualaikum"
"Waalaikumsalam"
Rara meninggalkan kak Andi dengan perasaan tak menentu. Rara hari ini seperti mendapatkan "kejutan" atas pernyataan kak Andi. Sedangkan di sisi lain Kak Andi terdiam menatap kepergian Rara, sejujurnya dirinya sudah lega karena sudah mengungkapkan uneg-uneg yang selama ini dia simpan rapat. Namun disisi hatinya juga ada rasa kecewa lantaran perasaannya bertepuk sebelah tangan. Tadi setelah mendapatkan kabar dari Fani jika Rara akan lamaran dia segera menghubungi Rara dan ingin mengonfirmasi. Setelah pertemuan mereka, dirinya merasa tenang, setidaknya dia sudah mendapatkan jawaban dari rasa penasaran dihatinya meskipun jawaban itu bukanlah jawaban yang dia harapkan. Dia berjanji akan tetap menjaga Rara seperti adeknya sendiri.
•••••
KAMU SEDANG MEMBACA
Simpanan Dosenku
RandomRara baru saja menyelesaikan pendidikan S1, dan ingin melanjutkan pendidikan S2. Sang ibu sudah tidak bisa membiayai lagi, hingga dirinya mencoba peruntungan dengan mendaftar berbagai beasiswa namun hasilnya nihil. dirinya kemudian menemui salah sa...