Rara membuka matanya dan melihat sekeliling ternyata dia sudah berada dikamarnya. Dirinya mengingat-ingat jika terakhir kali dia pulang berbelanja dan tertidur, lantas siapakah yang membawanya ke kamar?
Ceklek...
Kamar mandi terbuka dan menampilkan suaminya bertelanjang dada dengan rambut yang basah. Melihat istrinya yang terbangun, Pak Ario kemudian menghampiri sang istri.
"eh,, bumil dah bangun" sapanya disertai kecupan sayang di kening Rara.
"Mas,, kok aku bisa disini sih?"
"Tadi kamu ketiduran di mobil, pas nyampe rumah mas lagi nyantai di teras terus Pak Mamad bilang kalau kamu ketiduran, akhirnya Mas gendong kamu ke kamar."
"Ooo,,, begitu. Makasih ya Mas"
"Iya sayang, oh iya mas mau nanya tapi jangan salah paham ya?"
"Apaan Mas?"
"Kamu kok tumbenan belanja sebanyak itu Ra, biasanya juga sewajarnya."
"Itu belanjaan si Fani, tadi abis bertengkar kita"
"Kok bisa? Gimana ceritanya?"
Rara kemudian menjelaskan kronologi yang terjadi kepada suaminya.
"Oh,, jadi begitu. Tante kita sedikit lucu"
"Si bocah tuh agak agak emang, dah tau lagi hamil badannya gak fit gitu malah makan aneh2"
"Ya maklum ajalah sayang, mungkin hormon bumil bikin si tante begitu"
"Tapi harusnya dia makan yg sehat-sehat mas, inget gak kapan hari dia masuk RS ngedrop gimana kuatirnya aku. Fani itu emang statusnya tante kita tapi soal kedewasaan dia masih butuh diarahin gitu"
"Ya memang kalau soal yang lebih dewasa jelas Mama Rara dong. Mantap dalam apapun hehehehe,,, termasuk goyang aduhai hahahahaha"
"Ih,, mas kamu apaan sih lagi serius juga"
"Kenapa tuh pipi neng?"
"Gak kenapa-kenapa tuh"
"Yaudah kamu mandi ya, biar Mas siapin hubungi Om Randi enaknya gimana"
"Oke Mas"
Setelahnya Rara bergegas mandi untuk menyegarkan tubuhnya yang penat. Saat hendak ke ke kamar mandi Rara melihat bayangan sahabatnya dari kaca balkon rumahnya. Disana Fani terlihat sedang duduk termenung sambil memainkan daun-daun tanaman hias yang ada di samping kamarnya. Kebetulan balkon kamar Rara menghadap ke balkon kamar Fani. Rara jadi memikirkan sahabatnya itu, mungkin Fani lagi galau karena perselisihan mereka. Kemudian dia melihat Pak Randi mendatangi sahabatnya dan duduk disamping Fani. Keduanya tampak berbincang-bincang. Faktanya, ketika kita sudah menikah, pasanganlah tempat terbaik untuk menyalurkan segala beban. Jika memiliki pasangan yang mampu memahami dan bisa menjadi tempat berbagi adalah anugrah terindah yng tak ternilai harganya. Ada suatu kalimat mengatakan jika kita memilih pasangan yang menyayangi ibunya maka kita akan berbahagia karena akan diperlakukan dengan penuh kasih selayaknya kasih kepada ibunya. Namun ternyata kalimat demikian tidak sepenuhnya benar, bahkan terkadang anak laki-laki yang nurut pada ibunya bisa jadi malah menjadi boomerang bagi rumah tangganya dengan istrinya. Apalagi jika sang suami tidak memiliki kedewasaan dan ibu mertua yang tidak memiliki kebijaksanaan. Ketika ibunya berkata A maka sang suami langsung menuruti, ketika ibu berkata B sang suami lantas melaksanakannya. Semua saran dan perkataan istri dianggap angin lalu. Percayalah bila keadaan demikian maka istrilah yang akan sangat menderita. Belum lagi jika ibu mertua mengadu domba sang anak dengan sang menantu. Dari kisah demikian banyak yang mencoba sabar namun ada juga yang melepaskan karena tidak kuasa menahan derita hati. Sejenak Rara merasa bersyukur memiliki suami yang begitu mengerti dirinya dan juga mertua yang tak pernah ikut campur urusan rumah tangganya. Dirinya melihat sang sahabat tengah berlinang air mata, tak kuasa melihat demikian Rara kemudian segara melangkahkan kakinya memasuki kamar mandi.
######
Rara POV
Selesai mandi dan berganti pakaian aku segera menuju rumah Fani, entah kenapa aku merasa ada sesuatu yang mengganjal dihati. Saat aku sampai di teras, aku melihat mobil Pak Randi meninggalkan kediaman mereka. Langsung saja aku bergegas kesana dan menemui sahabatku. Aku melihatnya sedang menonton tv, jika orang lain melihat tentu mereka menganggap Fani lagi oke-oke saja. Tapi tidak bagiku, tubuhnya menonton tv tapi pikirannya entah dimana.
"Assalamualaikum" Sapaku
"Waalaikumsalam" jawabnya singkat.
"Ini aku bikin kebab, kamu kan doyan kebab"
"Makasih"
"Can we talk?"
"Sure"
Kami kemudian menuju gazebo di pinggir kolam yang ada disamping kamar tidur Fani. Setelah duduk dan hening benerapa saat, akhirnya fani membuka suara.
"Maafin aku ya Ra, tadi aku ninggalin kamu. Gatau kenapa mood aku lagi awut-awutan. Mungkin efek hormon."
"Santai aja Fan"
"Makasih ya atas pengertiannya"
"Sama-sama Fan, look at me. Are you oke?" Fani memalingkan wajahnya
"Fanindra my bestie, i ask you. Are you oke?" aku mengulangi pertanyaanku dengan embel-embel my bestie sebagai penegasan bahwa saat ini kita berbicara sebagai sahabat.
"I'm not okey, hiks.. Hiks.."
"Ada apa sebenarnya?"
Fani memelukku, dan aku membalas pelukan darinya. Setelah tangisnya mereda, dia mulai mengungkapkan kegelisahan hatinya.
"kemarin aku ke kantor Mas Randi, pas diparkiran aku melihat mobil bu Arin. Lalu pikiranku tidak enak. Aku lantas masuk ke ruang kerjanya dan disana mereka lagi makan siang bareng. Bu Arin dengan elegan mendekati suamiku dengan dalih membawa berkas kerja sama, dan tatapan mas Randi mengisyaratkan kerinduan."
"Darimana kamu bisa menyimpulkan demikian?"
"Ra,, aku bukan bocah SD. Aku tau suamiku.. Hiks.. Hiks..
Aku merasa dengan hadirnya diriku dan kehamilan ini ternyata belum mengikis perasaannya Ra. Aku.. Akuuuu takut jika suamiku tidak mencintaiku. Huhuhuhuhu"
"Oke, sebentar aku ambil minum dulu Fan"
"Nih minum"
"Makasih Ra"
"Sekarang gini deh Fan, kita list dulu apakah suami kamu mencintai kamu apa tidak." "Yang pertama, gimana soal kehidupan ranjang kalian?"
"Udah nggak seperti dulu Ra, Mas Randi bilang jika dia takut menyakiti anak kita. Padahal aku tau seberapa besar frekuensi gairah dia."
"Tapi dia setiap hari pulang kan?"
"Pulang tapi larut, 2 bulan ini dia sering pulang lembur"
"Tapi dia masih romantis kan?"
"Sejak menikah kamu tau sendiri yang sweet siapa Ra"
"Oke,, gini aku bakalan bantu kamu buat mengclearkan masalah ini. Btw tadi dia kemana?"
"Tadi dia ada telfon dari kantor, terus langsung balik aja."
"Yaudah daripada sebel dan overthinking terus mending kita gasken aja acara bbqnya."
"Males ah"
"Yeee daripada gabut disini mending kerumah aku, main sana sama cucu-cucu."
"Ihhhh,, Raaraaa.. Nggak pantes bgt tau nggak? Aku yang masih 20an udah punya cucu."
"Salah sendiri nikah sama pria matang"
"Eh neng apa kabar laki anda? Buntutnya 2 lagi. Hahahaha"
"Hahahahaha,, tapi laki gue kan masih yahud, kece badai"
"Laki gue juga nggak kalah ye Ra. 11 12 sama laki elu"
"Iya deh iyaaa.. Yaudah ayoo"
"kemana?"
"Rumah akulah Fan"
"Enggak ah, mau rebahan"
"Aku maksa nih, nggak ada penolakan."
"Hufffftt yaudah iyaa"
Rara POV End
*******
Sesampainya dirumah Rara, Pak Ario sedang menelpon seseorang diruang kerjanya. Lamat-lamat Rara mendengar percakapan mereka.
Rio nggak setuju ya dengan sikap om yang begini. Kalau istri om tau bisa berdampak buruk buat kandungannya. Inget si fani itu lagi hamil. Om,, Arin itu jelas-jelas masih mencintai mantan suaminya. Dia cuma gabut om.
"......."
"Halah itu alesan aja, udah deh mending om balik aja kerumah. Masa depan om ada dirumah. Udah mau punya anak juga."
"........."
"kalau sampe kejadian tadi malam terulang, Rio nggak akan maafin om"
*******
Hayoo ada kejadian apa tadi malam? hehehehe
KAMU SEDANG MEMBACA
Simpanan Dosenku
AcakRara baru saja menyelesaikan pendidikan S1, dan ingin melanjutkan pendidikan S2. Sang ibu sudah tidak bisa membiayai lagi, hingga dirinya mencoba peruntungan dengan mendaftar berbagai beasiswa namun hasilnya nihil. dirinya kemudian menemui salah sa...