Malam Pernyataan Cinta

2.7K 135 0
                                    

~Kampus Yudabakti~
"siang class" sapa Pak Ario kepada seluruh mahasiswa dikelas.
"siang Sir"
"Hari ini kita belajar chapter 6, silahkan dipersiapkan dan saya akan menunjuk 2 orang mahasiswa untuk mempresentasikan materi hari ini, tugas minggu lalu bisa dikumpulkan sekarang."
Deg..
"Duh mati aku!" ucap Rara spontan begitu mendengar ucapan Pak Ario
"Kenapa Ra?" tanya Fani yang ada disebelahnya.
"Paper aku ketinggalan,"
"Hah? Yang bener? Perasaan di apart gada tuh lembaran tugas kita. Tadi aku ngecek sebelum berangkat."
"Maksud aku ketinggalan dirumah ono"
"Oh,, yah gimana dong Ra, aku udah terlanjur ngumpulin nih."
"Ya udah gapapa sih Fan."
"Ehemm,,, ada yang belum mengumpulkan paper? Saya hitung kurang 3 dan di absensi yang tidak hadir 2 orang. Siapa yang belum?"
"Sa,,saya pak" ucap Rara terbata-bata.
"Aurora Ayunindya, benar?"
"Benar pak"
"Kenapa anda belum mengumpulkan paper?"
"Paper saya ketinggalan pak"
"Kenapa bisa tertinggal?"
"Mohon maaf pak, saya kurang teliti"
"Temui saya setelah perkuliahan usai"
"Baik pak,"
"Oke class, yang akan maju hari ini akan saya acak berdasarkan tanggal, sekarang tanggal 15 silahkan kepada Fanindra Putri Wiyoko untuk ke depan, dan sekarang bulan 4 silahkan kepada Aurora Ayunindya untuk maju. Saya persilahkan kepada kalian untuk menjelaskan materi hari ini sesuai rangkuman kalian, silahkan dimulai dari Fanindra kemudian dilanjutkan Aurora. Teman-teman yang lainnya boleh menambahkan penjelasan presenter hari ini, silahkan"
Fani kemudian menjelaskan materi yang telah dia rangkum, dilanjut dengan Rara. Selesai mereka berdua presentasi, Pak Ario memberikan komentar.
"Boleh saya tau kalian kerja kelompok kah dalam mengerjakan materi ini?"
"Enggak pak, kita ngerjakan masing-masing kok, cuma emang bareng pas ngerjainnya."
"Belajar boleh bareng tapi untuk mengerjakan harus ada pembeda dalam tugas individu, saya simak dari awal hingga akhir yang kalian jelaskan itu sama, pemilihan kata yang digunakan hingga titik komanya juga sama. Materi yang kalian jelaskan sudah mewakili chapter ini sekitar 80%, sisanya saya akan memberikan tambahan agar lebih gamblang. Oke, sebelum saya memberikan materi tambahan, adakah dari teman-teman yang ingin memberikan tambahan atas penjelasan yang sudah disampaikan?"
"Saya Pak"
"Oke, silahkan Dodo"
Dodo memberikan banyak komentar atas presentasi Fani dan Rara, dia juga memberikan perbandingan, tak lupa pertanyaan. Mau tidak mau, Rara dan Fani harus meladeni. Dodo termasuk anak yang kritis, namun saking kritisnya sampai bikin temennya kesal. Setelah diskusi panjang dengan Dodo dan materi penjelasan dari Pak Ario, maka kelas selesai pukul 16.00 WIB. Begitu kelas usai, Rara dan Fani menuju kantin karena kepala mereka sudah ngebul. Seporsi mi ayam komplit dan es jeruk menjadi obat kesal. Selesai makan, Rara berpamitan pada Fani untuk menemui pak Ario. Karena mereka tadi berangkat bareng, maka Rara meminta agar Fani pulang duluan, dan dia nanti akan naik ojol. Fani mengiyakan, dan pulang duluan.
•••••
Toktoktok
"Masuk"
"Permisi pak,"
"Silahkan duduk"
"Terima kasih pak"
"Kenapa ngga ngumpulin tugas?"
"Ketinggalan pak"
"Ketinggalan dimana?"
"Dirumah bapak"
Pak Ario kemudian membuka tas kerjanya dan mengeluarkan paper.
"Ini bukan?"
"Iya itu Pak"
"Lain kali lebih teliti,"
"Iya Pak,"
"Kamu masih mau me time?"
"Hehehe iya pak."
"Ngga pengen balik kerumah? Chila sama Neno nyariin tuh"
"Mereka apa kabar pak?"
"Alhamdulillah sehat, kamu masih marah?"
Pak Ario menatap wajah Rara dan pandangan mereka bertemu, pak Ario kemudian menggenggam tangan Rara namun Rara menarik tangannya.
"Kenapa?" Tanya Pak Ario
"Gak pantes pak,"
"Saya rindu kamu"
"Kan udah ada mbak Delisa"
"Jadi kamu cemburu?"
"Nggak"
"Hehehe, lucu wajah kamu. Tapi saya senang sih kalau misalnya kamu cemburu. Kamu masih meragukan saya?"
"Tau ah, jaman sekarang mah banyak kebohongan pak. Kalau nggak ada bukti ya ngga bisa dipercaya."
"Oke, tunggu sebentar"
Pak Ario kemudian sibuk dengan ponsel dan leptopnya. Lama Rara menunggu hingga sekitar setengah jam.
"silahkan kamu lihat, ini rekaman cctv hotel. Disana kamu bisa lihat saya, Delisa dan Reno masuk ke meeting room. Kami nggak ngamar kok. Dan ini chat saya sama Delisa, silahkan kamu baca."
Rara kemudian membaca chat tersebut. Ternyata benar Pak Ario dan Delisa hanya sebatas rekan kerja. Tidak ada panggilan romantis dan obrolan mesra dalam chat tersebut. Rara kemudian menyerahkan ponsel tersebut kepada pak Ario.
"Sekarang kamu percaya kan?"
"Iya pak"
"Maafin saya Ra"
"Iya, maafin Rara juga pak"
"Jadi kita baikan nih Ra?"
"Hmmm"
"Pulang ya mah, papa sama anak-anak rindu mama"
Rara melotot mendengar perkataan pak Ario, bagaimanapun ini masih dikampus. Bagaimana jika ada orang yang mendengar pembicaraan mereka.
"Bapak mulutnya ih, ini kampus"
"Hehehe, ayo kerumah"
"Nggak sekarang"
"Terus kapan?"
"Ntar deh, pengen main dulu sama Fani"
"Jangan lama-lama."
"Biarin"
"Nggak kangen?"
"Udah malam pak, saya pulang duluan ya. Kasian Fani nungguin"
"Saya anter ya"
"Ngga usah pak, saya bawa motor kok"
"Oh, terus Kamu tinggal dimana emang?"
"Tempatnya Fani"
"Saran saya, jangan lama-lama disana, ngga enak sama orangtuanya. Pulang kerumah kita aja,"
"Hmmm,, ya udah saya permisi pak, Assalamualaikum"
"Waalaikumsalam,, hati-hati ya"
Rara mengangguk kemudian dia melangkahkan kakinya menuju halte depan kampus, dia sudah memesan ojol namun hingga sejam masih belum datang juga. Karena hari semakin malam, Rara memutuskan untuk berjalan kaki menuju apartemen melalui jalan tikus agar lebih cepat sampai pikirnya. Saat sampai dipertigaan, ada dua pemuda  sedang pesta miras.
"mau kemana neng?"
Rara diam saja dan mempercepat langkah kakinya. Dua orang pemuda mengikuti langkahnya dan memegang pundak Rara.
"Eh kok buru-buru sih neng, sini dong temani abang."
"Jangan ganggu saya"
"Galak amat neng,"
"Pergi kalian"
"Ayo senang-senang neng"
"Pergi aku bilang"
Rara kemudian mencari hp didalam tasnya dan berusaha menelpon seseorang untuk meminta bantuan. Namun, saat sedang panik menelfon, kedua pemuda itu menyeret tubuh Rara.
"Tolong... Tolong.."
Mereka menyeret tubuh Rara dan menjambak rambut Rara. Rara menangis kesakitan dan terus berteriak minta tolong.
"Jangan ganggu saya,,, saya mohon"
"Tenang neng cantik, kami hanya ingin bersenang-senang"
Salah satu dari pemuda itu mencium paksa pipi Rara, Rara terus memberontak hingga pemuda yang satunya menyobek lengan baju Rara. Dalam keadaan seperti ini, Rara hanya bisa menangis dan meminta tolong. Dia berdoa agar Tuhan mengirimkan seorang penolong.
Bugh,, bugh,, bugh
Kedua pemuda itu terkapar setelah seorang pria meninju wajah mereka.
"Siapa loe?"
"Kalian jangan kurang ajar sama istri saya"
"Oh, jadi ini istri loe. Bagus deh, gimana kalau kita bersenang-senang bareng."
"Jaga ucapan kalian"
Bugh,, bugh,, bugh,,
Pak Ario dan kedua pemuda itu terlibat baku hantam, tak lama Reno datang dengan membawa beberapa bodyguard. Kedua pemuda tadi diberikan hadiah bogem bertubi-tubi. Dengan sedikit sempoyongan, pak Ario mendekati Rara yang terus saja menangis, kemudian memeluk Rara. Sejurus kemudian Pak Ario menggendong tubuh Rara dan membawanya masuk ke mobil.
"Urus mereka," perintah Pak Ario kepada Reno
"Baik bos"
Pak Ario melajukan mobilnya menuju ke sebuah tempat, yang pasti bukan rumahnya. Rara masih saja terus menangis dalam perjalanan. Setelah menempuh 1 jam perjalanan, mereka tiba di Bandung. Pak Ario membawa Rara ke Villa miliknya yang ada di Bandung. Pak Ario mematikan mesin mobil, kemudian mengitari mobil dan membukakan pintu untuk Rara. Rara masih diam melamun, melihat hal itu Pak Ario segera menggendong tubuh Rara. Mereka masuk kedalam Villa, pak Ario membaringkan tubuh Rara diatas sofa panjang. Kemudian dia mengambil sebaskom air dan mengompres beberapa luka yang ada ditubuh Rara. Rara masih meneteskan air mata, pak Ario memeluk dirinya.
"Look at me! Everything will be oke."
"Saya malu pak, rasanya saya nggak berharga"
"No, youre so precious. Mereka belum ngapain-ngapain. Kamu selamat."
"Tapi mereka mencium saya pak huaaaaaaa"
"Apakah disini?" Cup
"Apakah disini?" Cup
Cuo,, cup,,, cup,, cup
Pak Ario mengecup setiap inci dari wajah Rara, juga bahu yang sudah koyak bajunya. Dia mengecup setiap inci kulit Rara yang dipegang oleh kedua pemuda tadi.
"I love you Aurora Ayunindya"
Rara menatap pak Ario dalam
"Bapak ngomong gini karena kasian kan sama saya"
"No, saya beneran tulus dan entah sejak kapan saya jatuh cinta sama kamu."
"Bohong"
"Look at me! Temukan kebohongan jika kamu bisa"
Rara memindai wajah pak Ario, dan menatap mata indah milik pak Ario. Benar, dia tidak menemukan kebohongan disana. "Bapak serius?"
"Sangat serius"
"Ra, mungkin sekarang kamu terluka dan izinkan saya menjadi obat atas lukamu"
Hiks.. hiks.. hiks..
"Why? Apakah saya menyakiti kamu?"
"Kenapa bapak begini?"
"Saya beneran jatuh cinta sama kamu Ra. Saya nggak mau kehilangan kamu, saya juga nggak mau kamu terluka dan sedih."
"Tapi kenapa?"
"Cinta itu datang tanpa alasan Ra. Saya ingin menikahi kamu Ra"
"Saya nggak bisa pak."
"Apa karna status saya duda beranak dua?"
"No, itu bukan masalah. Tetapi, saya ngerasa nggak pantas buat bapak"
"Kamu lebih dari pantas, saya serius sama kamu. Kita nikah ya Ra?"
Rara terdiam lama, dan tidak memberikan jawaban apapun.
"Ya sudah, saya nggak maksa kamu. Saya tau posisi saya, jarak usia kita yang terpaut jauh, status saya yang pernah gagal dan juga dua anak saya. Saya kedalam dulu Ra,"
Pak Ario meninggalkan Rara, namun baru beberapa langkah, Rara mengejar pak Ario dan memeluknya dari belakang.
"Saya juga sayang sama pak Ario."
Pak Ario menghentikan langkahnya, dan membalikkan tubuhnya. Dia membalas pelukan Rara dengan begitu erat, juga mengecup kepala Rara berkali-kali.
"Kembali sama saya ya Ra, bukan sebagai wife figure tapi sebagai kekasih dan juga istri saya."
Rara mengangguk dan mengiyakan. Malam ini menjadi saksi pernyataan cinta pak Ario dan Rara.
~~~~~

Simpanan Dosenku Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang