-Ibu Rara POV-
Aku mengamati dua gadis yang sedang terlelap disampingku. Rasa-rasanya aku masih tak percaya anak gadisku yang biasanya memanggil ibu-ibu-ibu saat pulang sekolah ini akan menjadi istri orang esok hari. Sejujurnya aku bahagia karena telah mengantarkan dirinya menuju pada kebahagiaannya. Namun, sedikit bagian dari hati ini juga masih belum rela jika harus berjauhan dengan dirinya. Rasanya sebagai seorang ibu, aku ingin selalu berdampingan dan berdekatan dengan anak-anakku. Hafbi, putra pertamaku kini telah menikah dan tinggal dikota sebelah, lalu kini Rara, anak bungsuku juga akan menikah dengan dosennya. Aku bersyukur setidaknya putriku ini masih tinggal satu kota denganku. Ario, calon menantuku itu sebenarnya bukanlah orang asing. Dia adalah agen yang membeli hasil panen dari keluarga kami. Sejauh kami bekerja sama, aku dan suamiku sedikit banyak telah mengenal Ario. Kami bisa menyimpulkan bahwa dia adalah orang yang bisa dipercaya dan bertanggung jawab. Terima kasih Tuhan, telah mengirimkan jodoh seperti Ario untuk putriku. Ario dan bonus 2 anaknya yang akan menjadi cucu kami nanti, akan kami perlakukan seperti cucu kandung kami sendiri. Sejatinya, dalam hati ini awalnya sedikit tidak sreg lantaran status Ario yang single parent dengan 2 anak. Bukannya aku membedakan status seseorang, tetapi sebagai seorang ibu tentu aku ingin yang terbaik untuk putriku. Aku sedikit khawatir jika putriku tidak bisa menyayangi dan mengasihi anak-anak Ario, aku juga takut jika anak-anak Ario tidak menerima kehadiran putriku dengan lapang dada. Aku juga memikirkan kemungkinan jika suatu hari nanti mantan istrinya Ario menuntut ingin balikan dengan Ario dan mengganggu rumah tangga putriku. Namun semua ketakutan dan kekhawatiran ini sirna saat melihat interaksi putriku dengan anak-anak Ario, kedekatan mereka sangat natural selayaknya ibu dan anak. Putriku juga menceritakan bahwa mantan istrinya Ario sudah menikah dengan pria yang mapan dan memiliki anak dengan suami barunya. Sedikit banyak aku menjadi lega. Aku lantas melirik jam dinding di kamar anak gadisku ini, sekarang pukul 02.00 WIB, sebaiknya aku sholat malam dan mendoakan agar pernikahan putriku berjalan dengan lancar. Aku kemudian mengambil air wudhu dan melaksanakan sholat. Setelah selesai sholat, aku melangkahkan kaki menuju ruang tamu. Ingin rasanya hati ini mengecek apakah suamiku sudah beristirahat ataukah masih terjaga. Saat aku membuka pintu kamar, aku terkejut melihat suamiku sedang duduk di kursi yang berada di depan kamar.
"bapak,"
"Eh ibu,,kok sudah bangun?"
"Selesai sholat Pak, bapak sudah tidur?"
"Belum bu,"
"Kenapa pak?"
Suamiku hanya terdiam, dia kemudian melongok ke dalam kamar dan mengamati putri kami yang sedang terlelap bersama Fani, sahabat karibnya. Setetes air mata jatuh dipipi suamiku, aku kemudian merangkulnya. Suamiku yang terkenal kurang ekspresif ini menangis, pastilah hatinya sedang membuncah. Kami kemudian berjalan menuju sisi rumah yang lumayan sepi, disana aku membawa 2 gelas teh hangat untuk menemani obrolan kami.
"Buu.. Rasanya bapak nggak nyangka lho ini" ujarnya dengan deraian air mata
"Sama pak, ibu juga nggak nyangka Rara bakalan secepat ini menemukan pasangan hidupnya."
"Bapak pikir, bapak akan melepas anak gadis kita sekitar tiga atau empat tahun lagi. Bapak sangka Rara akan menamatkan kuliah masternya terlebih dahulu baru kemudian berbisnis dan selanjutnya menikah. Ternyata dugaan bapak salah, hahaha" suamiku tertawa sumbang.
"Ibu juga mikirnya begitu, sejujurnya ibu sangat kaget saat bapak membawa Rara pulang tempo hari. Mungkin sedikit berat melepaskan anak gadis kita, tetapi ini yang terbaik untuk mereka. Rara begitu yakin dengan pilihannya dan kita sebagai orang tua harus mendukung kebahagiaan anak kita pak. Jangan sampai karena larangan dari kita membuat anak kita salah jalan"
"Ibu benar, nggak kerasa kita sudah tua ya bu.. Hehehe.. Sebentar lagi nimang cucu dari Hafbi, nanti kalau Tuhan ngasih cepet,, kita juga nimang dari Rara"
"Kita sudah nimang 2 gitu lho pak, Chila sama Neno"
"Hehehe,, iya bu. Meskipun itu bukan cucu kandung kita, tapi kita harus menganggap dan memperlakukan mereka seperti cucu kandung kita. Nanti setelah ijab kabul, semua sama nggak ada bedanya, mereka cucu kita bu.."
"Inggih Pak,, bapak lebih baik sekarang istirahat, biar besok fresh pas waktu acara."
"Iya buu..terima kasih sudah menemani bapak selama lebih dari 30 tahun. Ibu istri yang hebat,, nggak masalah kan kalau bapak ucapin I Love You istrikuu.. Hehehe biar seperti anak muda"
"I love you too suamiku.."
"Yuk temenin bapak istirahat"
"Hehehe ayo pak.."
Aku dan suamiku kemudian berjalan menuju kamar kami untuk beristirahat. Nanti sebelum shubuh aku akan bangun dan mengecek persiapan acara pernikahan ini. Putriku,, semoga ini yang terbaik untukmu nak.. Percayalah bapak dan ibu akan selalu ada dibelakangmu untuk menguatkan langkahmu dan membersamai kehidupan kalian. Hafbi dan Aurora, Ibu dan bapak sayang kalian nak. Tidak peduli sedewasa apa kalian, kalian tetaplah putra dan putri kecil kami yang manja.
-Ibu Rara POV End-
*****
-Rara POV-
"Nduk bangun.. Ayo bangun.. Faniii.. Bangun nak.. Ayo subuhan, nanti periasnya datang masa kalian masih ileran" suara merdu ibu mengusik tidur lelapku, akupun segera membuka mata.
"Ibuuu.." aku lantas memeluk ibu yang sedang memakai mukena
"Ndukkk" ucap ibu sambil memeluk diriku dan mengelus kepalaku
"Bapak" ucapku saat menyadari kedatangan bapak
"Ayo bangun nduk, sholat. Hari ini putri bapak mau jadi manten kan?" ucap bapak dengan terbata-bata
Aku segera memeluk bapak dan ibu, tangis bapak pecah saat kami bertiga berpelukan.
"Bapak sayang kamu nduk, bapak ingin kamu bahagia. Bapak masih terharu dan nggak nyangka bakalan melepas anak bapak secepat ini. Rara yang biasanya lari-lari manggil tukang bakso keliling, ngajak bapak ngejar tukang es krim sekarang kok ya sudah dewasa. Sebentar lagi akan membina rumah tangga, bapak sayang sekali sama kamu dan Masmu. Kedua anak bapak sekarang sudah dewasa,, bapak hanya teringat momen saat kalian rebutan jajan, rebutan mandi duluan, rebutan naik sepeda didepan saat bapak ngantar sekolah" ucap bapak dengan berlinang air mata.
"Rara tetep jadi anak bapak kok, meskipun Rara sudah nikah tapi Rara tetep putri kecil bapak yang manja. Bapak nggak akan kehilangan apapun dari Rara, malah bapak akan bertambah anggota keluarga, punya 2 cucu yang lucu, dan punya 4 anak sekarang. Rara bakalan sering kesini kok Pak kalau lagi senggang. Kalaupun Rara dan Mas Ario sibuk, Bapak dan ibu bisa main kerumah Rara, nengokin cucunya."
"Iya nduk," bapak memeluk kami erat dan beberapa kali mencium kepalaku. Sebenarnya aku juga tidak tega meninggalkan rumah ini, tetapi sebagai seorang istri sudah tugasku untuk manut dengan suami. Selesai dengan acara tangis-menangis dan berpelukan, aku lantas bangun dan melaksanakan sholat shubuh. Tak lupa membangunkan sahabatku yang tidurnya seperti kebo ini. Kami melaksanakan sholat berjamaah dan kemudian aku bersiap-siap. Pukul lima perias sudah datang dan mulai mendandani diriku. Fani disuruh keluar oleh mbak-mbak perias, katanya biar manglingi hehehe... Dia menurut saja, dan bilang akan pergi ke kamarnya Kak Revi untuk menemani Kak Revi. Sekitar pukul 07.00 WIB aku selesai make-up dan telah berganti kebaya. Aku melihat tampilan diriku dari cermin, sungguh cantik dan aura pengantin sangat bersinar. Mungkin karena aku menikah dengan orang yang aku cintai, hahaha.. Selesai berdandan, mbak perias keluar dari kamar. Beberapa menit kemudian Mas Hafbi datang ke kamarku sendirian.
"Eh.. Mas Hafbi.. Kak Revi mana mas?"
"Masih dirias,,ehmmmn kamu cantik banget dek"
"Hehehe makasih Mas,,sini dong deketan peluk adeknya"
"Mas sayang kamu dek,, tadi pagi Mas mendengar percakapan kamu sama bapak dan ibu,,Mas jadi terharu"
"Rara sayang sama kalian"
"Mas juga,,"
Kami kemudian berpelukan erat.
"Dek,, dalam berumah tangga pasti ada yang namanya cobaan. Kalau ada yang mengganjal dihati dan kepengen curhat tapi kamu segan cerita sama bapak ibu, kamu bisa cerita sama Mas, jangan sungkan. Mas akan berusaha menjadi pendengar yang baik dan syukur jika bisa ngasih saran buat kamu."
"I love you Mas aku yang rese dan nyebelin"
"I love you more adek aku yang cengeng dan manja, Mas selalu mendoakan kebahagiaan kamu dek"
"Adek juga, selalu mendoakan kebahagiaan Mas Hafbi"
"Ya udah Mas mau ngecek persiapan dulu yaa.."
"Iya Mas,, makasih ya"
"Sama-sama dek"
Mas Hafbi kemudian meninggalkan kamarku, kini tinggal aku sendiri.
Tok,, tok,,, tokkk
"Nduk,, bapak boleh masuk?"
"Silahkan Pak"
Ceklek.. Bapak dan ibu ayang sudah berganti pakaian masuk ke dalam kamarku
"Cantiknya putri bapak..persis seperti ibu pas muda"
"Ah,, bapak bisa aja." sahut ibu
"Pak,, bu,, peluk Rara dong.."
Kami bertiga kemudian berpelukan
"Nduk,, kamu ndak sarapan? Ibu ambilkan yaa"
"Iya bu"
Aku kemudian sarapan dengan disuapi oleh bapak, lagi-lagi bapak menangis. Mas Hafbi kemudian datang dan minta disuapi oleh ibu. Kami berempat menangis bahagia. Selesai acara sarapan, kami berfoto bersama. Selesai berfoto, Fani dan Kak Revi yang telah selesai dirias kemudian ikut bergabung bersama kami. Kami melanjutkan acara berfoto, hingga bapak menginterupsi untuk mengecek persiapan acara akad nikah. Aku, Fani dan Kak Revi menunggu kedatangan mempelai pria di kamarku. Sementara Mas Hafbi, bapak dan beberapa kerabat lainnya menunggu didepan untuk menyambut kedatangan mempelai pria. Pukul 07.30 rombongan mempelai pria tiba dirumahku, ibu yang memberi tahu kepadaku. Tepat pukul 08.00 acara akad nikah dimulai. Aku dipanggil keluar oleh ibu, aku keluar kamar dengan didampingi Fani dan Kak Revi.
Aku duduk disebelah bapak, Pak penghulu membuka acara ijab kabul, tiba saatnya aku meminta izin nikah kepada Bapak.
"Bapak yang sangat Rara sayangi dan hormati, hari ini putri bapak memohon izin untuk dinikahkan dengan lelaki pilihan hati Rara yang Rara yakini mampu membimbing Rara dalam kebaikan, mohon bapak merestui kami dan berkenan menikahkan kami."
Aku mengucapkan kata-kata dengan tangis haru.
"Putriku,,bapak adalah orang yang pertama kali memeluk dirimu, bapak adalah lelaki pertama yang jatuh hati kepadamu. Hari ini, engkau meminta izin untuk dinikahkan dengan lelaki pilihan hatimu maka bapak dengan hati yang bahagia dan ikhlas akan bersedia menikahkan engkau dengan lelaki pilihan hatimu. Dialah yang akan menggantikan bapak dalam membimbing dirimu, dialah yang akan menyayangi dirimu selain bapak. Dia adalah pilihan hatimu tapi bapak adalah cinta pertamamu. Bapak selalu mendoakan semoga rumah tangga kalian selalu diberikan kebahagiaan dan keharmonisan."
Bapak menangis dalam mengucapkan kata-kata demikian. Kami kemudian berpelukan dan setelah tangis Bapak mereda, acara akad nikah dimulai.
"Bismillahirrahmanirrahim,, Saudara Ario Bagaskara bin Ali Sugarda, saya nikahkan dan saya kawinkan engkau dengan putri saya Aurora Ayunindya dengan mas kawin seperangkat alat sholat dan perhiasan emas seberat 45 gram dibayar tunai"
"saya terima nikahnya dan kawinnya Aurora Ayunindya dengan mas kawin tersebut dibayar tunai"
"Bagaimana para saksi?"
"SAH"
*****

KAMU SEDANG MEMBACA
Simpanan Dosenku
RandomRara baru saja menyelesaikan pendidikan S1, dan ingin melanjutkan pendidikan S2. Sang ibu sudah tidak bisa membiayai lagi, hingga dirinya mencoba peruntungan dengan mendaftar berbagai beasiswa namun hasilnya nihil. dirinya kemudian menemui salah sa...