-Rara POV-
Sudah seminggu kami berada di Raja Ampat, aku dan Mas Ario sudah mengunjungi beberapa tempat disini. Dannnn.. Setiap hari juga kami melakukan program pelestarian manusia,,hahahaha. Maklumlah kami pengantin baru, Mas Ario yang sudah berpuasa beberapa tahun dan aku yang banyak rasa penasarannya menjadi suatu perpaduan yang pas. Beragam variasi dan gaya kami coba saat disini, aku sih senang-senang saja dan menikmati semuanya. Oke,,, skip.. Hahahaha...
Mas Ario sedang mengecek semua barang bawaan kami. Rencananya kami akan pulang hari ini, mengingat ada anak-anak yang sudah pasti merindukan kami.
"Sudah semua Mas?"
"Sudah sayang"
"Ya sudah ayo Mas kita keluar"
"Ayo sayang"
Kami kemudian menuju mobil yang akan mengantarkan kami menuju bandara. Mas Ario merangkul pundakku mesra dan beberapa kali mengecup keningku. Indahnyaaaaa...
Saat berada di pesawat aku tidak bisa menahan kantukku dan terlelap entah berapa lama. Aku terbangun saat pesawat sudah mendarat dan Mas Ario menepuk pipiku sayang. Kami kemudian menghampiri Pak Maman yang sudah menunggu. Pak Maman membantu Mas Ario membawa barang-barang bawaan kemudian kami menuju mobil dan pulang. Aku dan Mas Ario sampai dirumah pukul 21.00, ngantuk tapi happy. Aku kemudian bersih-bersih dan berganti baju. Sebelum beristirahat aku menyempatkan diri untuk melihat anak-anak dikamar mereka dan ternyata keduanya sudah tertidur pulas. Mama mertua berpamitan kepada kami untuk pulang, Mas Ario meminta Mama agar menginap semalam namun Mama menolak. Aku kemudian beristirahat sedangkan Mas Ario malah membuka leptopnya dan mengetikkan kata demi kata. Sebenarnya tubuhku sudah mengantuk namun entah kenapa aku belum bisa memejamkan mata. Beberapa kali aku merapalkan doa agar segera terlelap namun alam mimpi tak kunjung menghampiri. Apa mungkin karena tidak dipeluk Mas Ario? Sudah secandu itukah dirinya untukku? Aku kemudian menyingkap selimutku dan duduk bersandar pada headboard. Mas Ario melirikku sekilas kemudian melanjutkan kesibukannya.
"Kenapa sayang?" tanya dirinya
"Mas Ario yang kenapa?"
"Loh kok jadi Mas"
"Mas, kita ini abis liburan dan baru aja sampe. Sekarang itu waktunya istirahat tapi Mas Ario malah sibuk sama leptop."
"Ya udah maaf yaa sayang? Mas sebentar lagi kelar."
"Tau ah"
Aku berdiri dan mematikan semua lampu yang ada dikamar kemudian menutupi diriku dengan selimut. Sebenarnya aku takut gelap namun aku ingin Mas Ario tahu kalau aku protes dengannya. Tak lama Mas Ario menghampiri diriku dan memelukku dari belakang. Dia kemudian menyalakan lampu tidur yang ada di nakas.
"Sayangg,, maafin Mas yaaa"
"Hemmm"
"Jadi ceritanya mamanya anak-anak ini pengen dikelonin papa gitu, Hehehe"
"Nggak"
"Ih, kok gitu sih Mam, Yaudah ayo tidur"
"Hemm"
"Cium dulu dong"
"Ngga mau"
"Kok ngga mau?"
"...."
"Ya udah kalau gitu Papa nerusin kerjaan deh."
"Ih,, Mas!! Mas itu harus istirahat biar ngga sakit."
"Hemmm,, cup cup cup"
Mas Ario tidak berbicara lagi, dia hanya mengecup dan memeluk diriku. Aku mencari posisi yang nyaman di dekapannya kemudian entah kenapa segera terlelap. Mungkinkah aku sudah kecanduan keteknya Mas Ario? Hahaha... Lucu juga kalau dipikir-pikir.
-Rara POV End-
*****
Rara bangun sebelum subuh, dia segera membangunkan suaminya dan mengajak sholat subuh berjamaah. Selesai sholat, Rara berkutat di dapur bersama Mbak Siti untuk menyiapkan menu sarapan. Sedangkan Ario sedang jogging keliling komplek. Anak-anak masih tertidur dan belum menyadari jika Mama dan Papa mereka sudah kembali. Pagi ini Rara memasak menu capcay, udang tepung dan telur ceplok dan pada pukul 06.00 semua menu sudah tersaji di meja makan. Rara segera membangunkan anak-anak dan membantu mereka bersiap untuk sekolah. Selesai menyiapkan anak-anak dirinya masuk ke kamar dan ternyata sang suami sedang mandi. Rara menunggu Ario selesai mandi sambil mengoleskn body scrub ke tubuhnya. Ario sedikit terkejut saat melihat sang istri sudah berada di kamar.
"Sayang,, jadi pengen"
"Apaan sih Mas"
"Hehehe.. Ntar ya kalau anak-anak udah berangkat"
"Hemmm.. Rara mau mandi"
"Ditemenin nggak nih?"
"Gausah ntar makin lama"
"Ya udah Mas ke anak-anak dulu ya"
"Iya Mas"
Rara segera mandi dan berganti baju, dirinya juga memoles wajahnya dengan skincare. Setelah dirasa cukup fresh dan penampilan dirinya oke maka Rara menuju ke meja makan. Dia bergabung dengan suami dan anak-anaknya. Pagi ini mereka makan dengan hati yang riang. Ario kemudian mengantarkan anak-anak sekolah dan Rara membongkar koper mereka. Dirinya memilah isi koper, Rara berencana akan mengajak sang suami dan anak-anak untuk memberikan oleh-oleh kerumah ibunya dan juga mertuanya nanti sore. Selesai dengan urusan perkoperan dan oleh-oleh, Rara memilih duduk santai di depan ruang tv sambil menunggu suaminya pulang. Dia merasa gabut, akhirnya menelpon ibunya.
"Halo nduk, assalamualaikum" sapa sang ibu
"Waalaikumsalam bu"
"Pulang jam berapa tadi malam kalian?"
"Sekitar jam 9 bu"
"Kamu ndak mabuk udara?"
"Alhamdulillah nggak, cuma agak capek aja pas pulang"
"Mungkin kebanyakan begadang disana hehehe"
"Ibu tau aja, bapak kemana bu?"
"Bapak lagi di kebun nduk, nanti sore kan ada supir dari suamimu yang ngambil hasil panen."
"Iyakah bu?"
"Iyaa, nduk"
"Gimana hasil panennya bu?"
"Alhamdulillah nduk, lebih banyak. Suamimu kemana?"
"Ngantar anak-anak bu"
"Ibu ingin berpesan, kalau jadi istri yang sabar ya nduk. Ini kan masih 40 hari pertama, jangan sampai kalian bertengkar ya nduk"
"Inggih bu, sesuai pesan ibu." "Oh iya Insya Allah nanti malam Rara sama Mas Ario dan anak-anak mau main kesana bu"
"Iya nduk, Monggo. Yowis, ibu tak masak dulu ya nduk. Assalamualaikum.."
"Waalaikumsalam bu"
Panggilan telepon terputus, Rara jadi berpikir mengenai suaminya. Sampai saat ini Ario belum bercerita kepadanya soal keuangan rumah tangga mereka. Bahkan setelah hampir 2 minggu menikah, Ario belum secara terang-terangan memberinya nafkah. Untuk kebutuhan dapur, Mbak Siti yang berbelanja. Sedangkan untuk kebutuhan dirinya,rara belum membeli apapun karena seserahan dari Ario juga masih baru dia gunakan. Apakah Ario termasuk tipe lelaki pelit? Bagaimana jika Rara tidak dinafkahi atau nafkah dari Ario kurang? Dirinya harus mencari pekerjaan apa? Huft.. Memikirkan saja sudah membuat hatinya meradang, dia berusaha meyakini jika Ario bukan tipe seperti itu.
"Nglamun aja yang" panggilan Ario mengagetkan Rara yang sedang bergelut dengan pikirannya.
"Mas Ario ih, ngagetin aja"
"Hehehe,, mikirin apa sih?"
"Ngga ada"
"Lagi pengen kah?"
"Ngga juga"
"Terus kenapa?"
"Lagi mikir mau ngajak Mas sama anak-anak kerumah ibu nanti sore" elak Rara menutupi kegelisahannya.
"Oh, itu. Mas sih ngga keberatan. Ayoo nanti kita kesana, anak-anak pasti senang"
"Iya Mas"
"Yuk yang" bisik Ario sambil kedip-kedip manja.
"Lagi pengen nonton tv Mas"
Ario cemberut, Rara berusaha mengabaikan sang suami. Rara berjalan menuju kolam ikan, mengambil pakan ikan dan memberi makan ikan yang ada di kolam semi indoor tersebut. Melihat gelagat istrinya, Ario menyadari jika ada sesuatu yang tidak beres. Pastilah istrinya menyembunyikan sesuatu di dalam hatinya. Ario sebenarnya ingin menanyakan hal itu sekarang, namun panggilan telepon dari kantor mengalihkan perhatiannya. Sang Sekretaris mengabarkan jika Ario harus pergi ke kantor. Ario kemudian berpamitan kepada istrinya tak lupa juga kecupan sayang. Setelah itu dirinya bergegas menuju kantor. Rara menatap punggung suaminya yang pergi meninggalkan dirinya karena ada urusan di kantor. Tak terasa air matanya menetes, Ario bahkan tidak menyadari perubahan sikapnya. Dia kemudian masuk ke dalam kamar dan menangis, dia tidak ingin ada yang mengetahui air matanya walaupun itu Mbak Siti yang sudah pasti merahasiakan hal tersebut. Kemarin yang dia rasakan hanyalah indah-indahan saja, dunia seakan miliknya berdua tetapi kini dalam sekejap hatinya pilu. Apakah ini kehidupan pernikahan yang sebenarnya? Apakah ini realita yang dihadapi ketika berumah tangga? Semakin memikirkan hal itu semakin membuat air matanya menetes tanpa henti. Apakah dia siap dengan semuanya? Entahlah..
*****
KAMU SEDANG MEMBACA
Simpanan Dosenku
RandomRara baru saja menyelesaikan pendidikan S1, dan ingin melanjutkan pendidikan S2. Sang ibu sudah tidak bisa membiayai lagi, hingga dirinya mencoba peruntungan dengan mendaftar berbagai beasiswa namun hasilnya nihil. dirinya kemudian menemui salah sa...