Sore ini, aku sedang memanen jambu kristal di halaman rumah kami. Seperti biasa aku memanjat dan Chila menunggu di bawah. Neno tidak ikut karena masih tidur.
"kak lihat itu deh, mateng banget ya, mama pengen ambil yang itu deh"
"Yang mana sih ma?"
"Itu loh kak, nah ituu"
"Oh yang itu.. Gede banget mah"
"Iyya kak, mama panjat lagi deh biar kenaa"
"Raraaaaa,,,tunggu Ra aku ikut manjat" suara Fani mengagetkanku. Dari mana anak itu kok tiba-tiba berlari dari pagar menuju kemari.
"Faniii... kok kamu tiba-tiba disini?"
"Yeee,, calon ponakan lupa yaa.. Sebelah noh yang lagi dibangun kan tanah calon suami, noh lihat ada tukangnya."
Sejak acara pertunangan mereka dilakukan, tanah Om Randi yang ada disebelah rumahku mulai dibangun oleh beberapa tukang bangunan.
"Oh,, jadi kamu tadi ngecek progres pembangunan?"
"Iyup.. Nah dapat"
"Ihhh,, Faniiii itu kan udah aku tandain mau aku ambil, kok kamu duluin sih"
"Hehehe,, siapa cepat dia dapat. Siapa lambat dia tak dapat haahahahaahaa" Fani melangsak turun dari pohon, entah kenapa egoku menjadi tinggi hingga akupun ikut turun dan mengejar Fani yang berhasil mendapatkan jambu incaranku.
"Raraaaa.. Ihhh.. Ini punya akuu"
"Gamauu aku duluan yang ngincer.."
"Raaaa..."
"Sini kamu Fan..."
"Hahahahahaha..."
"Faniiiii..." kami berdua kejar-kejaran dan berebut jambu.
"Stop! Kalian ini ngapain?" ucap seseorang yang menghentikan acara kejar-kejaran kami
"Eh Pak Dosen hehehe, ada calon suami juga hihihi" kata Fani
"Ehemmm" om Randi berdehem
"Mamah ngapain sama onty?" tanya Mas Ario
"Mama tadi ngambil jambu terus Fani tiba-tiba ngeduluin jambu inceran mama" jawabku
"adek,, kasihkan ke Rara jambunya" pinta Om Randi
"Enak aja, aku yang berhasil ngambil kok" tolak Fani
"Tapi aku yang ngincer duluan" belaku
"Gak peduli siapa yang ngincer duluan tapi siapa yang berhasil mendapatkan hahaha" sergah Fani
"Mana bisa?! Sini!" kataku
"Udah-udah, Bagi dua aja yo" saran Om Randi
"Mana jambunya? Kasihkan ke saya Fani." kata Mas Ario tegas
"Hemmm... Nih"
Akhirnya Mas Ario membagi jambu tersebut menjadi beberapa potongan dan menaruh di piring. Aku, Fani, Om Randi dan Chila menunggu di teras belakang rumah.
"nih jambunya, silahkan dimakan nyonya-nyonya sekalian"
"Hahahahaha,, calon keponakan bisa aja" canda Fani
"Papah, mamah dan semuanya. Chila mau ke kamar dulu ya" pamit anakku
"Nggak mau ambil jambu lagi nak?" tanyaku
"Sisain aja dikulkas mah, ntar aku makan sama adek"
"Oke sayang"
Anak gadisku itu kemudian berlari menuju kamarnya.
"Om tumben kesini?" Tanya Mas Ario
"Om tadi ngecek progress rumah, kan sekarang udah dibangun toh"
"Jadinya mau berapa lantai?" tanya suamiku
"Om sih pengennya 4 lantai, tapi berhubung masih riweh ini itu yang dibangun 2 lantai dulu. Pengen cepet nempatin sih, kalau 4 lantai langsung yang ada kelamaan. Jadi 2 lantai, finishing, terus lanjut yang atas"
"Kenapa nggak tinggal di apartemen dulu om?" usulku
"Tuh tante kamu pengen deketan ama bestinya"
"Mana ada?" elak Fani cepat
"Adek kemarin bilang gitu, pengen cepetan pindah ke rumah biar bisa gibah ama Rara"
"Ngaku aja deh Fan, kamu pengen deketan sama aku terus kan hahahaha"
"Ish.. Mana ada?"
"Ngelak mulu calon tante" sahut Mas Ario
"Yeee,, iya deh"
"Fan, bikin menu makan malem yuk." ajakku
"Hemmm,, kan ada Mbak Siti."
"Ini nih, sikap bocahnya masih nempel." canda Mas Ario
"ayok nyobak masak ntar aku jamin kamu pasti rajin masak hehehe" bujukku
"Yaudah ayok"
Aku dan Fani kemudian menuju dapur, aku mengeluarkan bahan makanan dari kulkas.
"bikin apa Ra?"
"Aku pengen bikin ayam tepung saos blackpapper, sama tumis sayuran aja Fan"
"Aku bantuin apa?"
"Nih potong wortel, sama buncis. Ntar kamu yang bikin tumisan sayurnya yaa"
"Ntar kalau rasanya amburadul gimana?"
"Tenang, caranya ngasih bumbunya jangan langsung dibanyakin. Dikit aja terus kalau kurang ditambahin."
"Oke deh, kasih instruksi ya"
"Siap"
Perlahan Fani memotong sayuran dan mengiris bawang, kemudian membuat tumis sayuran dengan instruksiku.
"Fan, kamu tau nggak istri itu harus bisa memuaskan suami dalam 3 hal"
"apa Ra?"
"Memuaskan suami dalam 3 hal yaitu matanya, perutnya dan syahwatnya"
"maksudnya?"
"mata berarti harus tampil rapi, rumah juga bersih dan rapi. Perut berarti memastikan suami kenyang dan puas dengan makanan rumah, dan syahwat ya anuanu"
"Gitu ya Ra? Baru tau. Yaudah deh aku besok belajar masak"
"nah, ini baru my bestie"
"Hehehe"
Kami melanjutkan memasak dan setelah 45 menit berkutat di dapur, taraaaaa... Masakan sudah tersaji diatas meja makan. Aku dan Fani kemudian mandi sore, dan kupinjamkan bajuku untuk Fani.
"Sholat dulu yuk, abis itu makan malam" ajak Mas Ario
"Ayuk"
Kami sholat magrib dengan diimami oleh Mas Ario, sungguh suasana terasa sangat syahdu.
-Rara POV End-
•••••
-Ario POV-
Kami sedang berada di meja makan. Ada aku, Rara, anak-anak,Om Randi dan Fani. Malam ini istriku memasak ayam tepung dipakein saos hitam, dan juga tumis sayuran. Istriku mengambilkan nasi dan lauk pauk untukku, kemudian untuk anak-anak. Aku mengamati Fani dan Omku, sepertinya fani sedikit kebingungan. Aku bisa menangkap dari ekspresi wajahnya dan juga sorot matanya. Dengan ragu dia mengambil centong nasi kemudian mengisi piring Om Randi kemudian mengisi piringnya. Kami lantas berdoa dan mulai memakan hidangan yang tersaji. Saat aku menyendokkan nasi dengan ayam tepung rasanya sangat enak. Aku kemudian mencicipi tumis sayuran dan sedikit terkejut. Astaga, ini rasanya seperti cabe disayurin. Pedes banget. Siapakah gerangan yang menyajikan tumis cabe ini, aku curiga jangan-jangan calon tanteku itu. Aku buru-buru mengambil air minum.
"Kenapa Mas?" tanya istriku
"Gapapa sayang, Mas cuma seret dikit"
"Ehem,,, Pak Ario sayurnya nggak enak ya?" tanya Fani
"Enak kok" elakku
"Mamah kakak gak mau makan ini, pedes banget lidah kakak terbakar." belum 5 menit anakku udah ngomong.
"Adek juga mah"
"Taroh di piring mamah aja Nak, ntar mama abisin"
"Oke mamah"
"Emmm.. Maafin aku ya, itu tadi aku yang masak. Maaf ya kalu kepedesen" sesal Fani
Aku melihat fani dan sedikit iba, mungkin ini baru pertama kali dia menyentuh dapur dan aku harus menghargai usahanya untuk menyajikan menu ini walaupun rasanya sungguh luar biasa.
"Gapapa atuh Fan, kan mereka masih anak-anak jadi wajar nggak doyan pedes. Nih, enak kok. Iyakan Mas?" istriku ini memang pandai membesarkan hati.
"Iya Fan, masih bisa dirasain kok. Maklumlah anak-anak. Yuk makan lagi"
Aku melirik om Randi, tidak ada ekspresi apapun diwajahnya dan terus makan. Hingga kemudian menu di piringnya habis dan mengambil tumis sayuran lagi. Gila! Virus bucin bisa bikin orang oleng. Padahal aku tau om Randi termasuk tipe orang yang jarang makan sayur dan menghindari makan pedas namun dia nekat nambah masakan calon istrinya. Kami melanjutkan makan dengan sedikit panas dan kepedesan. Akhirnya semua menu di meja makan tandas. Tumis sayuran dihabiskan oleh om Randi dengan dibantu oleh istriku. Ayam saosnya dihabiskan oleh anak-anak. Selesai makan malam, kami duduk di gazebo yang ada dibelakang rumah sembari menikmati semilir angin malam ditemani oleh rujak jambu bikinan istriku. Nggak salah pilih istri deh, udah cakep, pinter, jago masak, jago nyanyi, jago goyang. Beuh.. Paket komplit deh. Pukul 21.00 Om Randi dan Fani berpamitan pulang. Anak-anak sudah tidur dikamarnya setelah ditemani istriku belajar. Sekarang gantian bapaknya yang ditemani, saatnya ibadah malam hehehehehe...
-Ario POV End-
•••••
KAMU SEDANG MEMBACA
Simpanan Dosenku
RandomRara baru saja menyelesaikan pendidikan S1, dan ingin melanjutkan pendidikan S2. Sang ibu sudah tidak bisa membiayai lagi, hingga dirinya mencoba peruntungan dengan mendaftar berbagai beasiswa namun hasilnya nihil. dirinya kemudian menemui salah sa...