Jurus untuk Fani

1.7K 83 0
                                    

Disinilah aku sekarang, mengantarkan Fani ke kantor Pak Randi. Hari ini aku mengajari Fani satu tips, gimana kalau mendekati Pak Randi dengan cara mengirimkan makan siang. Fani setuju dengan usulku dan setelah jam kuliah usai, aku dan Fani pergi ke restoran untuk membelikan makan siang dan mengantarkan ke kantor Pak Randi.
"Ra,, kamu yakin?" Tanya Fani kepadaku
"Yakin, bilang aja ucapan terima kasih udah diijinin magang disini."
"Aku takut ada bu Arin,"
"Gapapa, selama kita magang juga kamu sering nyiapin makan siang buat Pak Randi. Dan Bu Arin oke aja tuh."
"Tapi kan sekarang beda"
"Sama aja, ya udah yuk nanya dulu ke resepsionis"
"Kamu ya Ra yang nanya"
"Iya deh"
"Permisi mbak, Pak Randi ada?"
"Mohon maaf,, Pak Randi masih rapat mbak. Selesai dalan 30 menit lagi. Bisa ditunggu di lobi."
"Oke mbak,,makasih"
"Terima kasih kembali"
Aku dan Fani kemudian menunggu di Lobby depan ruangan Pak Randi, hem,, kalau tidak demi sahabatku ini, mana mungkin aku mau.
"Ra,, kamu yakin?"
"Dahlah Fan.."
"Loh kamu tunangannya Ario kan?" Sapa Pak Randi yang mengagetkan aku.
"Iya Pak"
"Tumben kesini,, ada apa?"
"Ehm,, ini Pak temen saya mau ngomong."
"Oh,, ayo masuk.."
"Baik pak"
Aku dan Fani kemudian memasuki ruangan Pak Randi, harum banget.. Setelah beliau mempersilahkan kami duduk, aku menyenggol lengan Fani karena tuh anak diem aja dari tadi.
"ehm,, maaf Pak Randi kedatangan kami kemari ingin memberikan ini pak" ucap Fani malu-malu
"Apa ini?"
"Makan siang untuk bapak" jawab Fani, aku memilih diam saja agar Fani yang lebih banyak interaksi.
"Wah, kebetulan saya belum pesen gofood. Makasih ya"
"Iya Pak"
"Kalian mau makan bareng nggak? Nih ayo makan bareng"
"Nggak Pak terima kasih, tadi kami sudah makan"
"Terima kasih kalau begitu"
"Sama-sama Pak, kami permisi dulu."
"Eh,, Aurora ya nama kamu? Titip salam buat Ario ya."
"Akan saya sampaikan, mari pak" jawabku
"Silahkan."
Kami kemudian meninggalkan ruang Pak Randi. Sesampainya di Parkiran, Fani menatapku diam.
"Tuh kan Ra, doi masih kaku"
"Yaelah Fan, kan ini masih pertama. Dirutinin siapa tau luluh"
"Yang ada dompetku yang luluh. Sekarang aja kalau dipikir sekali ngasih makan 300 ribu Ra, mau sampai kapan?  3 bulan? Sebulan aja dah abis 7.500.000. Dapat doi kagak dapat utang iya. Lah aku nih juga ngga mungkin ngasih makan warteg untuk sekelas Pak Randi."
"Hahahahaahaha" tawaku meledak mendengar jeritan hati Fani
"Gini aja, gimana kalau kamu bawain makan siangnya bekal bikinan kamu? Gimana? Dulu pas masih SMA kamu kan sering bawa bekal."
"Iya juga ya,, ya udah deh ntar aku bikin. Tapi gimana ngasihnya? Malu akutuh."
"Gojekin dong."
"Nah, ide bagus,, makasih ya sister."
"Macama onty"
"Rara!!"
"Hehehe canda Fan."
Kami kemudian meninggalkan kantor Pak Randi. Aku melajukan motor Fani menuju Kafe Amarilis, aku pengen minum yang segar-segar sekalian kerja kelompok sama Fani.
•••••
~Kafe Amarilis~
Sudah 3 jam Rara dan Fani sibuk dengan leptop yang ada dihadapan mereka. Berkali-kali Rara menghembuskan nafas kasar lantaran sulitnya materi yang mereka kerjakan.
"Susah bener ya Fan"
"Iya,, Capek otak aing"
Tring.. Tring.. Tring..
"Bentar Fan,, ada telepon nih"
"angkat gih"
(Halo mas?) 
(Di Amarilis mas)
(Sama Fani ngerjain tugas)
(Okee Mas)
"Siapa Ra?"
"Mas Ario,,bolehkan kalau dia kesini"
"Sok atuh,, kali aja ditraktir"
"Oke deh,, makasih ya Fan"
Tak menunggu lama,, Pak Ario sampai di Kafe Amarilis dan menghampiri keduanya.
"Assalamualaikum"
"Eh mas,,Waalaikumsalam"
"Malam Pak Ario"
"Malam juga Fan..kalian ngga pesen makan?"
"Belum mas,"
"Ayo pesen, biar mas yang pesenin. Kamu mau makan apa sayang?"
"Aku ayam geprek deh"
"Kalau kamu Fan?"
"Ngga usah pak"
"Ngga papa, ayo pesen aja mau makan apa?"
"Sama deh pak kaya Rara"
"Oke,, saya pesenin dulu ya."
"Oke"
Mereka kemudian berbincang bincang dan saling bercerita hari ini. Walaupun Pak Ario dan Rara adalah sepasang kekasih lebih tepatnya sudah bertunangan, namun Fani tidak canggung jika berada di antara keduanya lantaran baik Rara maupun Pak Ario tidak bersikap layaknya anak muda yang sedang bucin. Keduanya saling bersikap dewasa.
"kalian tadi ke kantornya Om Randi?"
"Kok Mas bisa tau?"
"Tadi mas di chat Om Randi, bilang kalau ada kamu sama temenmu sayang. Sama Fani?"
"Hehehehe,, iya Mas"
"Tumbenan kalian ke kantor,, ada perlu apa?"
"Nganterin makan siang pak"
"Wah,, tumben Fan,"
"Sebagai ucapan Terima kasih udah dibolehin magang disana."
"Ucapan terima kasih apa ucapan yang lain nih, hehehe"
"Ih, Pak Ario mah. Ra,, laki lu nih.."
"Hehehehee"
"kalian magang bulan September baru ngasih bulan ini, telat berapa bulan nih"
"Hehehe,, kali aja ada yang kepincut sama Fani"
"Eh tapi, kalau kamu sama Om Randi saya dukung sih. Yaa walaupun gap usia kalian jauh tapi he's still hot and okey in everything"
"Ih,, Mas Ario kok ngomong gitu sih"
"Hehehe,, maaf sayang. Gimana Fan.. Boleh loh kamu jadi tante saya, kalau mau ntar saya bantu deh"
Tut..Tutt....Tuttt
Belum sempat Fani menjawab, Handphone Pak Ario berbunyi menampilkan Om Randi sebagai Id Caller.
(Halo om)
(Di Amarilis)
(Nongkrong yuk Om, sekali-kali)
(Sama Tunanganku dan temennya yang tadi ke kantor Om)
(Oke,, ditunggu)
"Siapa mas?"
"Om Randi."
"Ada apa pak?" Tanya Fani
"Dia mau kesini saya ajakin ngopi nih Fan"
"Duh.." ucap Fani tanpa sengaja
"Kenapa Fan?" Tanya Rara
"Gapapa,,aku ke toilet dulu deh Ra"
"Ditemenin?"
"Ngga usah"
"Oke"
Fani kemudian menuju toilet dan bercermin lama, dia mengoleskan sedikit bedak dan lipstik agar terlihat fresh saat bertemu Pak Randi. Jantungnya menjadi dagdigdug tak karuan. Entahlah,, baru kini dia merasakan getaran seperti sekarang. Setelah dirasa cukup, dia keluar dari toilet dan menuju ke meja mereka. Ternyata disana sudah ada Pak Randi. Fani dan Pak Randi duduk bersebelahan.
"kalian tadi ngerjain apa?"
"Ini mas, Bisnis Planning"
"Kalian udah nemu bisnis apa?"
"Udah."
"Kamu apa sayang?"
"Perencanaan awal pada bisnis Clothing Line"
"Wah itu mah gampang sayang, kalau kamu apa Fan?"
"Planning bisnis properti"
"Wah, kalau itu sih bidangnya Om Randi. Iya nggak om?"
"Hmm sedikit paham sih"
"Gimana kalau biar cepet selesai, kamu dibantuin Om Randi dan kamu aku bantuin sayang. Gimana?"
"Ehm,, apa nggak merepotkan Pak Randi nih Pak Ario?"
"Nggak kok, mana?"
"Tuh Fan."
"Sampe sini Pak"
Fani mengarahkan leptopnya ke Pak Randi, kamudian beliau membaca sekilas dan mengetikkan beberapa tambahan di tugas Fani. Kurang lebih 10 menit Pak Randi telah menyelesaikan tugas Fani.
"Nih, coba kamu cek"
"Makasih Pak,"
"Iya, kalau ada koreksi kamu bilang"
Fani mengangguk dan meneliti pekerjaan Pak Randi, satu kata yang bisa Fani gambarkan, sempurna.
"Udah bacanya?"
"Udah Pak"
"Gimana?"
"Perfect,,ehemm makasih Pak"
"Sama-sama"
Sementara diseberang meja, Rara dan Pak Ario diam-diam mengamati interaksi antara Fani dan Pak Randi, keduanya menahan tawa melihat interaksi tersebut. Pak Randi dengan gaya coolnya dan Fani dengan gaya malu-malunya.
"Rio, kamu belum selesai?"  Tanya Pak Randi menginterupsi
"Dikit lagi Om" jawab Pak Ario berbohong karena sejujurnya sudah selesai dari 10 menit yang lalu, dia hanya ingin mengulur waktu agar Fani dan Omnya bisa ada interaksi.
"Cepet selesaikan, kamu kan dosen dan itu juga bidang kamu harusnya lebih cepet dari om dong. Nggak baik anak gadis keluyuran malem-malem."
"Iya Om, bentar lagi tinggal finishing."
"Kamu pulang sama siapa Fan?"
"Ehm,, itu Pak sama Rara"
"Kalian searah?"
"Nggak pak, kami satu apartemen. Sejak Rara tunangan sama pak Ario, dia tinggal sama saya."
"Udah selesai Om"
"Ya sudah ayo siap-siap pulang, kamu anter mereka kan Rio?" 
"Iya, Om. Rio nanti ngawal mereka sampe di apartemen."
"Bagus deh, om duluan. Kalian hati-hati."
"Iya, Om juga hati-hati."
Pak Randi kemudian meninggalkan kafe tersebut, setelah pak Randi pergi ketiganya bersiap-siap untuk pulang. Rara berboncengan dengan Fani dan Pak Ario mengikuti dibelakang menggunakan mobil. Sesampainya mereka di apartemen, Rara inisiatif salim kepada Pak Ario sebelum Pak Ario meninggalkan apartemen.
"Dasar bucin" ejek Fani
"Awas ya, nanti kalau lebih bucin dari aku"
"Nggak lah"
"Awas aja"
Keduanya kemudian menaiki lift dan menuju unit mereka. Badan lelah namun pikiran happy maka tidak akan terasa. Kuncinya di pikiran, walaupun tubuh selelah apapun kalau kamu menikmati dan enjoy maka akan tetap semangat.
•••••
~Apartemen~
Rara dan Fani sedang berbaring di ranjang Apartemen mereka.
"Jadi gimana Fan?"
"Gimana apa sih?"
"Jadi berjuang apa nggak?"
"Nggak tau, masih abu-abu."
"Gitu mulu, kemarin pas aku tunangan jawabnya abu-abu. Sekarang ditanya jawab abu-abu lagi."
"Yah gimana, kamu tau sendiri kan."
"Tapi... Tadi udah lumayan ngga sih Fan?"
"Tau ah, aku tuh pengennya diperjuangkan bukan berjuang."
"Sabar kali Fan, anggap aja ini jalan yang berbeda."
"Aku takut kalau doi belum kelar ama masa lalunya dan balik lagi sama masa lalunya Ra. Mereka kenal 20 tahun lah aku cuma interaksi 3 bulan, itupun sebagai anak magang."
"Tapi kok aku yakin kamu bakalan jodoh deh sama Pak Randi, cuma emang harus sabar aja. Yakin deh ntar kalau doi dah bucin bakalan nempel mulu nyariin mulu."
"Hemm,,, itu hanya prediksi tanpa data Ra."
"Kan Pak Randi sama mantannya aja bisa sebegitunya, apalagi nanti kalau sama kamu."
"Apa aku bakal menang sama masa lalunya?"
"Tergantung"
"Dahlah,, ayo tidur Ra, besok masuk pagi. Ntar laki lu kagak bolehin kita masuk."
"Hehehehe,, yuk Fan. Aku dan Mas Ario bakalan bantuin kamu, kamu harus percaya itu"
"Thanks Ra, Good night sister"
"Good night dear"
•••••

Simpanan Dosenku Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang