-Rara Pov-
Aku duduk disisi ranjang rumah sakit sambil sesegukan, rasanya sangat tidak tega melihat bocilku terbaring lemas seperti ini. Neno sakit tipes, selama aku tinggal kerumah ibu dia sering telat makan, mbak Siti sudah menyuapinya namun dia tidak mau. Saat aku sampai tadi, ada mbak Siti yang menunggu Neno. Melihatku datang, mbak Siti langsung meminta maaf kepadaku karena gagal menjaga Neno. Aku mengerti, tugas mbak Siti dirumah pak Ario tidak hanya menjaga anak-anak tetapi juga memasak dam bersih-bersih. Seharusnya aku yang salah karena akulah yang paling bertanggung jawab terhadap anak-anak. Kami kemudian saling meminta maaf. Pak Ario belum datang, dia masih ada kelas di kampus. Sambil menunggu Neno, mbak siti bercerita jika tadi malam badan Neno menggigil lalu memanggil namaku. Pak Ario sudah berusaha memberikan Neno obat tetapi masih belum berhasi. Hingga pagi tadi badannya sangat panas dan pak Ario membawanya ke rumah sakit sebelum ke kampus. Ternyata berat juga menjadi pak Ario, dia harus menjadi orang tua tunggal sekaligus bekerja mencari uang. Mbak siti juga bilang jika akhir-akhir ini pak Ario banyak diam, saat malam pak Ario sering melamun di pinggir kolam renang. Bahkan pernah mbak siti melihat pak Ario semalaman tidak tidur. Mendengar penuturan mbak Siti membuat aku meneteskan air mata, aku menjadi merasa bersalah.
"neng maaf nih sebelumnya kalau mbak Siti ikut campur, sebenernya neng ada masalah ya sama bapak?" tanya mbak siti kepadaku.
"nggak ada mbak, saya cuma mau liburan di rumah"
"kalau mbak Siti boleh bicara, sebaiknya kalau ada masalah segera diselesaikan baik-baik. Toh kalian sudah sama-sama dewasa, belajar berkomitmen neng. Nanti kalau neng nikah juga harus berusaha dewasa. Nggak baik loh neng berlama-lama memendam masalah, kalau ada yang mengganjal dihati dibicarakan berdua dari hati ke hati"
"iya mbak makasih ya"
"sama-sama neng. bapak itu orang baik neng, sabar sama kita-kita dan nggak pernah merendahkan kami. Selama bekerja sama bapak nggak pernah sekalipun bapak marah, kalaupun ada yang kurang berkenang dihatinya, bapak langsung memanggil kami keruang kerjanya trus menegur dengan sopan. Bapak juga nggak pelit sama kami, Tarjo pernah minjem uang buat anaknya sakit sama bapak malah dikasih. Setiap lebaran juga kami dapat bonus yang sangat banyak. Bapak juga nggak pernah neko-neko, makan apapun nggak pernah nolak"
Mungkin ini saatnya aku menanyakan perpisahan pak Ario dan mantan istrinya. "mbak siti kenal sama mantan istrinya pak Ario?"
"kenal neng, namanya bu Alina. Bu Alina asli orang Bandung dan sekarang udah nikah sama orang Medan."
"mereka dulu sering bertengkar kah mbak?"
"setau saya jarang non, yang saya tahu mereka ribut trus nggak lama pisah"
"emang mereka pisah karena apa?"
"setau saya sih neng, dulu pak Ario sibuk ngurusin perusahaan jadi jarang ada waktu buat keluarga. Bu Alina minta diperhatikan tapi pak Ario masih sibuk aja, akhirnya bu Alina minta pisah, nggak lama bu Alina nikah sama temen kuliahnya dulu"
"terus anak-anak dulu gimana?"
"Neno masih balita neng, Chila umur 5 tahun jadi nggak begitu paham. Cuma mereka dulu beberapa kali nyariin ibunya, terus orang tua pak Ario membawa mereka ke singapura. Pak Ario disini sendiri sama saya dan asisten lainnya. Pak Ario jadi gila kerja banget, pulang larut dirumah ngurusin dokumen. Lama-lama bapak sakit terus orang tuanya datang sama anak-anak, akhirnya perlahan pak Ario bisa menata dirinya"
"wah, bisa gitu ya mbak. Sekarang gimana mantan istrinya?"
"udah bahagia sama suaminya, udah punya anak kembar palinh sekarang umur 1 tahun neng"
"udah banyak yang pak Ario alami, saya berharap pak Ario segera menemukan orang yang tepat neng"
"aamiin mbak"
Kami berdua kemudian melanjutkan menjaga Neno, sambil bercerita kesana kemari seputar rumah, tanaman hias dan masakan.
"assalamualaikum" salam pak Ario ketika masuk ke ruang rawat.
"Waalaikumsalam" jawabku dan mbak Siti.
"Neno nggak rewel mbak?"
"Alhamdulillah nggak pak, sudah tidur anteng"
"Syukurlah mbak"
"Nggeh pak,"
"Kamu udah lama disini ra"
"Baru aja pak"
"Pak, neng rara mbak siti keluar dulu nggak apa-apa ya? Mau jemput non Chila"
"iya mbak, hati-hati. Ada pak maman biar dianterin. Nanti mbak Siti dirumah aja sama Chila"
"iya pak. Kalau gitu saya permisi pak, neng Rara"
"iya mbak" jawabku
Mbak siti kemudian meninggalkan ruang rawat Neno, tinggal aku dan pak Ario. Dia memandang diriku, tanpa mengucapkan sepatah kata apapun.
"Pak"
"Apa ra?"
"Maafin saya ya pak, gara-gara saya kelamaan dirumah ibu jadinya Neno sakit."
"itu bukan salah kamu kok ra, memang udah saatnya Neno sakit. Mungkin dengan Neno sakit kalian jadi cepat bertemu"
"saya bersalah" entahlah tiba-tiba air mataku tidak bisa kubendung lagi.
"eh, kok nangis. Cup cup, saya jadi bingung ini mau meluk takutnya kamu ngambek lagi"
"ih Pak Ario, Huhuhu"
"cup cup cup"
"Peluk pak"
"Kemarin aja ngambek sekarang minta peluk"
"Ya udah nggak jadi"
"Eh kok gitu, sini mamanya anak-anak"
Kami kemudian berpelukan, pak Ario mengelus elus punggungku untuk menenangkan aku.
"jangan tinggalin saya lagi ya Ra,"
Entahlah aku hanya diam saja, tak tau harus menjawab apa.
"Ra, nikah yuk sama saya. Kita mulai semuanya dari awal, saya belajar mengerti kamu dan kamu belajar menerima saya. Kita mulai semuanya dengan niat baik, gimana kamu mau kan?"
"Saya masih bingung pak, saya gak mau kalau nikah siri"
"Jadi maksudmu saya ngajak nikah siri gitu, hahaha. Kamu lucu Ra, saya ngajak kamu nikah resmi secara agama dan negara."
"Saya pikir dulu"
"dengar ya Ra, saya nggak maksa kamu harus menerima tawaran saya. Kalaupun kamu punya seseorang yang sudah kamu suka saya akan menerima. Saya sadar, saya hanyalah seorang duda yang sudah punya anak 2. Perbedaan usia kita juga cukup jauh, kamu masih muda. Semua jawaban terserah pada hatimu. Pernikahan akan dijalani selama seumur hidup, kalau kamu nggak bisa dan nggak siap dengan itu, kamu bisa bilang terus terang."
"saya mikir dulu, emang bapak siap punya istri bocah kaya saya. Tukang ngebo, bandel, moodyan, suka jajan"
"ketika saya sudah memilih kamu maka apapun yang ada dalam dirimu, saya sudah siap menerimanya. Coba lihat point plus dari diri kamu, kamu bisa masak, ngurus anak, pinter akademik."
"huaaa jadi terharu pak"
"hehehe, sebaliknya kamu juga gitu. Kalau kamu menerima saya maka harus siap menerima kekurangan saya."
"emang bapak punya kekurangan?"
"ada, hehehe."
"jangan-jangan bapak nggak normal."
"Enak aja, normal dong. Ntar kita buktikan kalau kita jadi nikah"
"heleh, Lah terus apa dong pak?"
"Saya orangnya agak melow. Dan seperti yang seperti yang sudah saya bilang sebelumnya kalau saya itu tipe yang physical touch"
"lah kalau bapak tipe physical touch, selama pisah sama mamanya anak-anak gimana?"
"kamu ingetkan dulu saya galak banget sama mahasiswa, mereka bilang saya killer, ada yang bilang saya dingin sama orang. Itu semua sebenarnya akumulasi dari perasaan saya yang tidak tersalurkan. Saya butuh pelukan kiss namun ketika saya sendiri saya tidak mendapatkannya jadi larinya ke sikap saya yang jutek"
"bisa gitu ya"
"iya hehehe"
"pak, kalau saya mau nikah sama bapak. Nanti heboh dong sekampus?"
"biarin aja, ntar juga reda"
"saya takut dibully fans bapak"
"Kamu ini kadang membingungkan, kamu itu udah S2 masih aja overthinking sama hal-hal sepele gitu. Kamu kan punya fani, dia pasti bakalan ngebela kamu"
"tau aja bapak mah"
"mah pah," suara Neno memotong pembicaraan kami
"eh, kamu udah bangun nak" ucap pak Ario
"mamah udah pulang, jangan tinggalin Neno lagi ya"
"iya sayang, maafin mama ya. Neno mau makan nggak?"
"nggak ma,"
"loh, ayo makan nak. Biar cepet sembuh, mama suapin ya"
"dikit aja tapi ma"
"iya, biar perutnya nggak kosong aja"
Aku kemudian menyuapi Neno dengan bubur yang disediakan rumah sakit. Neno makan hanya 5 suap, setelah itu dia tidak mau lagi. Aku tidak memaksanya karena khawatir malah muntah. Pak Ario ikut menunggu Neno dan duduk disebelahku. Kami terlihat seperti keluarga yang utuh. Mungkin setelah ini aku akan menemui fani lagi, dan menceritakan ajakan pak Ario. Ya Tuhan, mohon berikanlah yang terbaik buat kami semua, aamiin.
-Rara Pov end-
*****
KAMU SEDANG MEMBACA
Simpanan Dosenku
AcakRara baru saja menyelesaikan pendidikan S1, dan ingin melanjutkan pendidikan S2. Sang ibu sudah tidak bisa membiayai lagi, hingga dirinya mencoba peruntungan dengan mendaftar berbagai beasiswa namun hasilnya nihil. dirinya kemudian menemui salah sa...