48

1.1K 91 14
                                    

Halo gais!!!!
Apa kabar kalian????
Cie udah kangen sama part selanjutnya ya?

Gimana nih dengan part sebelumnya?
Greget ga si???

Cie yang di gantung sama author.. xixi
Kuatin hati aja ya gais kalau baca ini!!!

Happy Reading!!!


Matahari bersinar di pagi hari. Zivana perlahan membuka mata menetralkan pandangannya. Zivana masih berada di kursi taman.

Gadis itu baru ingat bahwa hari ini jadwal sekolah. Zivana bingung harus pergi ke mana. Tidak ada tempat untuk gadis itu pulang.

Zivana beranjak dari kursi taman. Gadis itu melangkahkan kaki meninggalkan taman. Zivana berjalan untuk menuju rumah. Perjalanan yang terbilang cukup jauh dari daerah rumah Zahra ke rumah Vana.

"Capek banget rasanya hidup gue. Lo harus kuat, Vana. Buktikan ke dunia kalau lo kuat menjalani hidup ini." Gumam Vana seraya berjalan menuju rumah.

Detik dan menit sudah terlewati. Kini Zivana tiba di rumah. Zivana masuk ke dalam rumah dengan suasana tampak sunyi.

Belum sempat Vana melangkahkan kaki ke atas tangga. Suara lantang Zidan memanggilnya terlebih dahulu.

"Ngapain kamu pulang?!" tanya Zidan dengan suara lantang.

Zivana menoleh,

"Kenapa Ayah sudah ada di rumah? Bukannya Ayah menginap sampai 2 hari?" tanya Vana menatap bingung.

"Bukan urusan kamu. Saya tanya kamu kenapa pulang?! Kenapa tidak pergi saja dari keluarga saya?!" tanya Zidan membentak Zivana.

"Tujuan aku pulang karena ingin mengambil perlengkapan sekolah. Bukan mengusik ketenangan Ayah di rumah ini." Jawab Zivana ketus.

"Tidak usah sekolah kamu. Sia² saya membiayai sekolah untuk kamu kalau tingkah laku kamu tidak pantas dan tidak ada sopan santun." Tutur Zidan menjelaskan.

"Ck...memangnya Ayah tau keseharian aku bagaimana? Berbicara tanpa melihat kebenaran. Bukannya itu menjadi fitnah?" sinis Zivana tersenyum smirk.

"Kalau Ayah tidak tau keseharian aku, Ayah lebih baik diam saja. Jangan selalu menyalahkan orang lain tanpa sebab." Lanjut Zivana.

"Lancang sekali kamu!" gertak Zidan mendaratkan tangan tepat di pipi Zivana.

Plak

Zidan menampar pipi kiri Zivana. Pipi Zivana terasa perih karena tamparan yang cukup keras.

Zivana tertawa sumbang. "Ayok tampar aku lagi! Belum puas keluarga ini menyiksa aku?! Memang benar ya, aku hanya anak pembawa sial di rumah ini. Sampai² kalian tidak pernah ada rasa kasihan untuk aku."

"Rasa sakit dan kecewa yang ada di diri aku udah ga ada artinya. Semua terasa biasa aja di saat aku merasakan itu. Ga ada artinya hidup aku di dunia ini. Bahkan sekali pun aku mati, kalian ga akan pernah peduli dengan jasad aku. Justru kalian pasti akan tertawa senang atas kematian aku." Ucap Zivana menitikkan air mata.

Zidan terdiam sebentar mendengar penuturan Zivana. Dirinya merasa bersalah karena sudah sering menyakiti putrinya sendiri.

Zivana menyeka air mata di wajahnya. "Kenapa diam, Yah? Mau sakitin aku lagi? Ayok, aku siap untuk mati saat ini juga. Itu yang selalu Ayah ingin, kan? Melihat anak pembawa sial mati di hadapan Ayah." Ucap gadis itu.

"Diam Vana! Saya pusing dengan ucapan kamu seperti itu! Pergi kamu sekarang!" titah Zidan mendorong tubuh Vana.

Untung saja tubuh Vana seimbang agar tidak terjatuh. Zivana bergegas naik ke atas tangga menuju kamarnya.

ZIVANA {ON GOING}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang