16. Masa Lalu.

4.1K 285 6
                                    

Alana mengobati Arsenio dengan telaten, cowok itu hanya duduk diam sambil mengamati wajah gadis di depan nya. Ia tidak protes, Arsenio menuruti semua perintah Alana. Gadis itu benar-benar khawatir akan keadaan nya. Kedua nya sedang duduk di pinggir jalan.

"Kok bisa kayak gini sih kak?"

"Kenapa? Lo khawatir?" tanya Arsenio sambil mengangkat satu alis nya.

"Nggak kok, cuma nanya aja" jawab Alana sambil menutup obat merah itu kembali. Lalu mengembalikan nya pada pemilik warung.

Gadis itu kembali, terlihat Arsenio sedang menerima telepon. Alana mengamati wajah cowok itu, pasti luka nya sangat sakit, pikir Alana.

"Gue tau gue ganteng, lo naksir kan sama gue?"

Pertanyaan Arsenio membuat lamunan Alana buyar, tak di sangka Arsenio se-narsis ini. "Igh! Narsis banget sih! Siapa coba yang mau nak-"

"Lan awas Lan!" Arsenio menarik cepat tangan Alana sehingga membuat gadis tersebut menabrak dada bidang Arsenio. Ia langsung memeluk perempuan itu dengan erat. Cowok itu mengumpat dalam hati karena motor itu seperti nya sengaja ingin menabrak Alana.

"WOY! SIALAN LO! BANGSAT!!" teriak Arsenio penuh emosi, motor Scoopy tersebut tidak berhenti.

"Kak, a-aku nggak apa-apa kok" ucap Alana, lirih. Takut Arsenio mengamuk.

Arsenio melepaskan pelukan nya, "lo gimana sih?! Berdiri jangan tengah jalan! Bikin orang repot aja! Kalo lo tadi ketabrak gimana?!"

"A-aku-"

"Ikut gue!" Arsenio menarik paksa tangan Alana.

"Kemana kak? Aku mau kerja, trus sepeda ku gimana?" Tanya Alana sambil menyeimbangi langkah Arsenio.

"Gue nggak perduli" respon Arsenio, dia masih menarik tangan gadis itu. Alana mencoba memberontak, tapi percuma.

***

"Kita ngapain ke dalam hutan kak?" tanya Alana pada Arsenio yang sedang merapikan rambut nya. Gadis itu masih mengamati di sekeliling nya. Alana terus berpikir, kenapa Arsenio membawa nya ke hutan?

"Jangan banyak tanya, ikut gue" Arsenio meraih tangan Alana, gadis itu masih diam di tempat sambil menggelengkan kepala nya, ia menatap Arsen dengan tatapan memohon. Tak banyak bicara, Arsen menarik paksa tangan Alana. "Penakut banget sih lo! Gue nggak bakalan bunuh lo di sini"

"Ta-tapi-"

"Ikut aja! Ribet banget!" sarkas Arsenio. Kedua nya terus berjalan, Alana mengikuti langkah cowok di depan nya. Arsenio menggenggam erat tangan kanan Alana, nikmat rasa nya melihat wajah pucat Alana karena takut.

"Kak ini sebenarnya kita mau ke-" bibir Alana bungkam seketika, mata nya berbinar melihat danau yang indah di depan nya. Ternyata dalam hutan juga ada danau, di sini tempat nya sangat bersih dari sampah. Mungkin karena tidak ada manusia yang mengetahui keberadaan danau tersebut.

"Terkesima lo? Bagus kan?" Arsenio menarik tangan Alana, mengajak gadis itu duduk di batang kayu yang besar yang ada di sana.

"Ini itu tempat favorit gue, tempat gue menenangkan diri. Nggak ada yang tahu tentang tempat ini kecuali lo. Dulu gue dan sahabat kecil gue yang menemukan danau ini" kata Arsenio, menatap lurus ke arah danau. Alana menoleh kearah nya, dia mendengarkan baik-baik apa yang di katakan cowok di sebelah nya.

"Sahabat kecil? Kamu punya sahabat kecil?" Gadis itu tertegun, ternyata cowok galak seperti Arsenio juga punya sahabat kecil.

Arsenio mengangguk, "dia sahabat gue, sekaligus cinta pertama gue" ucap nya, Alana terdiam. Entah kenapa ada sedikit rasa sakit di hati nya, gadis itu segera menepis perasaan tersebut.

"Asal lo tau, Lan. Dari kecil hidup gue nggak pernah bahagia. Selalu di beda-beda kan sama papa gue, selalu dihajar setelah pulang dari latihan silat. Dia nggak suka gue ikut silat, atletik, dan olah raga yang lain nya, padahal dari kegiatan itu, gue punya banyak teman, seperti Adit, Axel, Andro, dan Guntur. Pria itu selalu maksa gue untuk hebat dalam akademik. Otak gue nggak mampu, Lan. Hanya mama dan sahabat kecil gue yang mengerti perasaan gue. Itu sebab nya, dia lebih menyayangi anak pertama nya dari pada gue. Gue benci papa!" jeda sejenak,

"Keluarga gue hancur, setelah berita kalo gue anak haram tersebar luas. Waktu itu gue berusia sepuluh tahun, saat itu pula papa menggugat cerai mama. Mama gue shock beliau mengejar papa, supaya pria itu membatalkan semua nya. Tapi, hal itu tidak pernah terjadi. Hingga akhir nya, mama kecelakaan dan meninggal di tempat. Penabrak nya belum ketemu sampai sekarang. Kemudian gue ikut omah, karena nggak ada yang merawat gue, dua tahun kemudian omah meninggal dan gue hidup sama opah"

"Kedua orang tua gue, juga selalu berantem setiap hari nya. Itu lah yang membuat gue nggak betah tinggal di rumah. Gue tahu pernikahan mereka memang bukan berlandas saling cinta, melainkan perjodohan yang di paksa kan. Dinda, hanya dia yang menemani gue di tempat ini. Dua tahun yang lalu, gadis itu di nyatakan meninggal karena kebakaran besar di rumah nya. Gue hidup dalam kesepian lagi dan lagi, merasakan kehilangan untuk ke-empat kali nya. Papa, mama, omah, dan sahabat kecil gue, Dinda" Arsenio mengusap cairan bening yang membasahi wajah nya.

Alana menganga, dia tidak percaya kalo Arsenio ternuata punya masa lalu yang sangat kelam, gadis itu mengusap punggung cowok di sebelah nya, mencoba menghibur nya. "Kamu nggak perlu sedih kak, semua orang pasti punya bakat yang berbeda-beda, tidak semua nya harus di paksakan. Turuti apa kata hati kamu. Kamu juga jangan membenci papa kamu, bagaimana pun juga beliau tetap papa kamu"

"Mungkin papa kamu ingin yang terbaik untuk kamu, beliau tidak ingin anak nya terjerumus dalam pergaulan bebas. Kamu harus terus berpikir positif, sabar, dan mencoba mengikhlaskan segala nya yang telah pergi. Semua pasti kembali kepada tuhan. Kamu juga jangan sering bersedih, kasihan mama kamu di sana pasti ikut sedih"

"Sok puitis lo!" Arsenio terkekeh, dia mengacak puncak kepala Alana, kemudian berdiri. Tak terasa setengah jam bersama Alana terasa begitu cepat, "Ayo pulang, udah sore. Lo juga harus kerja"

***

Arsenio menarik tangan Alana untuk memeluk pinggang nya, "pegangan! Gue nggak tanggung jawab kalo lo jatoh"

"I-..kak! Berhenti dulu kak!"

Arsenio berdecak, "gue bukan mang ojek! Sialan lo!"

Alana menyengir, "iya, iya kak"

Arsenio menepikan motor nya di pinggir jalan, mereka langsung turun dari motor, "lo mau ngapain sih? Turun di sini?"

"Kamu pasti belum makan kan? Hari ini mumpung aku ada rezeki banyak, aku traktir kamu nasi pecel kang Dadang, maknyus!" Alana menarik tangan Arsenio menuju warung yang ada di pinggir jalan.

"Ck, ngapain sih makan disini? Nggak higienis, kotor!" decak cowok itu. "Emang duit lo berapa?"

Alana menunjukkan selembar uang sepuluh ribuan dan selembar lima ribuan, "cukup, cukup kak. Jangan khawatir. Ini nasi pecel nya enak kok, lima ribuan saja. Mumer banget!"

Mereka duduk di salah satu bangku, "kang, nasi pecel nya dua ya, sama air putih dua!" Alana mulai memesan.

"Ngapain sih?! Mending makan di restoran!"

"Ck, di restoran mana ada nasi pecel. Kita harus mencintai produk dalam negeri, contoh nya nasi pecel. Nasi pecel ini asli dari Indonesia loh! Tanah air kita tercinta!" ujar Alana.

Arsen menggeleng, masih ada juga manusia seperti Alana. Dasar bebal. Tak lama kemudian kang Dadang datang membawa dua piring nasi pecel juga dua air putih. "Sok atuh neng, mangga di coba" kata beliau, ramah.

"Terima kasih, kang" ujar Alana, senang.

"Gini kak cara makan nya,"

"Nggak gue nggak mau!" Tolak Arsenio.

"Cobain dulu kak, enak kok" gadis itu menyuapi Arsenio. Beberapa detik kemudian, Arsenio mulai menyukai nasi pecel.

"Gimana? Enak kan?"

***

ARSENIO✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang