38. Papa.

3.8K 258 17
                                        

Alana membuka mata nya. Mata indah itu menatap kesekeliling ruangan. Bukan, ini bukan rumah sakit, melainkan sebuah kamar bernuansa coklat-putih, banyak poster motor yang terpajang di dinding, dan juga banyak koleksi motor mainan yang tertata rapi di rak khusus ujung ruangan.

Ceklek.

Seorang laki-laki dengan kaus hitam polos dan celana pendek berwarna cappucino, masuk ke dalam kamar, lalu duduk di pinggir ranjang. Dia membawa semangkuk bubur ayam di tangan kanan nya. Siapa lagi kalau bukan Arsenio.

Laki-laki itu meletakkan bawaan nya di atas nakas. Tangan dingin nya menyentuh wajah Alana yang terasa hangat, dia menatap lekat gadis itu. Jantung Alana berdetak tidak karuan.

"Masih ada sakit, hm?" tanya Arsenio dengan wajah serius. Alana sangat gugup sekarang.

"U-udah ng-nggak sakit kok"

"Lain kali jangan pasang badan kayak tadi, gue gak suka" wajah cowok itu sangat serius, tidak seperti biasa nya. Kali ini aura dalam diri Arsenio lebih menakutkan, Alana bisa merasakan nya.

Alana mengangguk lemah, "ma-maaf kak"

Arsenio menghela nafas, lalu mengambil mangkuk bubur di atas nakas, "bangun, makan dulu"

Alana langsung bangun dan menerima mangkuk bubur tersebut, tak ingin membuat Arsenio marah, gadis itu langsung melahap bubur ayam tersebut, "makasih kak"

"Hm"

"Habiskan! Terus mandi, nih pake baju gue dulu" Arsenio memberikan baju lengan panjang dan training milik nya pada Alana. Gadis itu mengangguk, lucu. Arsenio tersenyum tipis sambil memperhatikan wajah gadis itu.

Gue gak mau lo terluka, Lan.

***

"Egh, neng Alana udah siuman" sapa Bi Siti-salah satu pembantu di rumah Arsenio. Wanita paruh baya itu sedang membawa sapu di tangan kanan nya.

Alana tersenyum ramah, "alhamdulillah sudah Bi. Sini Alana bantuin Bi"

"Nggak usah neng. Asal neng tau ya, tadi itu den Nio teriak-teriak seperti orang kesetanan sambil gendong neng Alana yang pingsan, saya ikut panik saat melihat darah yang mengalir banyak dari hidung neng Alana. Syukur, kata dokter tidak ada yang serius" cerita Bi Siti panjang lebar.

Alana merasa tidak enak, "maaf Bi, Alana merepotkan"

"Nama nya musibah neng, nggak ada orang yang mau. Oh ya, neng Ana di tunggu den Nio di kolam renang, mari saya antar"

"Makasih Bi Siti" ucap Alana sambil berjalan mengikuti Bi Siti. Setelah sampai di kolam renang, wanita paruh baya itu pamit kundur diri.

Alana menghampiri Arsenio yang duduk di pinggir kolam. "Kak"

"Apa? Pijitin kepala gue, kripik abu!"

"Ngeselin!" gerutu Alana, meski begitu dia tetap memijat kepala laki-laki itu. "Btw, makasih ya kak. Kamu udah banyak banget nolongin aku"

Arsenio hanya berdehem sebagai jawaban. Dia menikmati pijatan tangan Alana di pelipis nya.

"Den Nio! Pak Adi kecelakaan den!"

***

"Pasien kekurangan banyak darah, pak. Stok darah di rumah sakit sedang kosong, apa diantara kalian punya golongan darah A?"

"Golongan darah saya A, dok. Ambil darah saya saja" ujar Arsenio. Aggam bergeming, Arsenio bukan anak kandung Aditomo, lalu mengapa darah mereka sama? Sedangkan diri nya saja mempunyai golongan darah B.

Devantara tersenyum lega, rahasia yang selama ini dia simpan akan segera ia ungkapkan.

"Silahkan ikut saya mas"

ARSENIO✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang