Dua orang perempuan tengah duduk menikmati makan malam mereka. Namun gadis yang jauh lebih muda itu seperti tidak bersemangat untuk makan. Sejak tadi ia hanya mengaduk aduk nasi dipiringnya dengan melamun. Tidak ada selera untuk memakannya.
Kartika yang menyadari kelakuan anak tirinya itu pun menghentikan makannya. Ia menatap Anggi dengan lekat. Ia tahu betul apa yang sedang Anggi rasakan. Siapapun akan merasa sedih dan terluka jika ayahnya sendiri membenci sang anak.
Ia menggeser kursinya mendekat kearah Anggi. Meraih tangan kirinya dan ia genggam. Hal itu membuat sang gadis menoleh padanya. Dan Kartika melempar senyum.
"Mama tahu apa yang kamu rasakan. Tapi jangan menganggap ini hanya kesalahan kamu. Mama juga bersalah sayang. Tapi mama tidak berdaya untuk menolak apa yang mama rasakan dalam hati.
Mama sudah menaruh hati padamu sejak pertama kali kita bertemu.
Seiring waktu berjalan selama kita tinggal bersama, itu membuat mama semakin jatuh hati ke kamu. Jadi mari lewati jalan terjal ini bersama. Karena kamu tidak sendirian. Ada mama yang akan mempertanggung jawabkan hati yang telah dicuri. Karena mama tahu kamu juga mempunyai rasa yang sama" ucap Kartika panjang lebar.Anggi mendengarkan ucapan Kartika dengan tatapan kosong pada piring didepannya. Dan tentang pengakuan cintanya pada Kartika dihadapan papanya bukanlah kebohongan.
Semakin hari ia memanglah semakin meyakini perasaan aneh yang ia pendam. Dan ia menyadari jika itu adalah cinta.
Ia tak tahu kapan cinta itu muncul. Ia tak tahu sejak kapan ia jatuh cinta pada mama tirinya. Ia sendiri bahkan tak bisa mengerti alasan apa ia mencintai wanita dewasa ini.
Semua terjadi begitu saja. Karena cinta tidak selalu membutuhkan alasan.
Cinta yang beralasan bisa saja menimbulkan alasan untuk seseorang pergi.
Namun ia tak mengerti bagaimana ia bisa jatuh cinta pada Kartika. Yang ia tahu hanyalah, ia tak kan pernah bisa lagi berpaling. Ia sudah terlanjur jatuh dalam cinta yang penuh kebimbangan. Kebimbangan antara keegoisan yang bernama cinta, ataukah seseorang yang ia sebut papa.Anggi merasa bimbang dan kebingungan. Jika ia memilih papanya, itu artinya ia harus meninggalkan Kartika. Namun jika ia memilih wanita itu, itu artinya ia menyakiti papanya.
Ia tak akan pernah bisa memilih salah satu dari dua pilihan berat itu. Karena keduanya, tetaplah akan terluka."Aku sudah menyakiti papa ma. Rasanya seperti nggak ada harapan lagi. Papa segalanya buat aku. Aku nggak bisa apa apa tanpa papa.
Papa nggak pernah mengecewakan aku, nggak pernah nyakitin aku. Tapi sekarang aku menyakitinya" ucap gadis itu dengan matanya yang mulai berair.Melihat Anggi yang telah menangis itu pun Kartika memeluknya. Ia mendekap tubuh gadis itu dengan lembut. Ia tahu betapa gadis ini dilema dan bimbang. Ia tahu menyakiti Adam adalah kesalahan. Tapi yang namanya cinta tidak pernah salah kan? Yang salah hanyalah keadaan.
"Jangan takut sayang, ada mama. Mama akan selalu bersama kamu.
Mari kita jalani semua ini. Kita mulailah pelan pelan. Jalani dulu apa yang ada saat ini. Dan berharap lah untuk ujung yang lebih baik untuk kita berdua" kata Kartika menenangkan Anggi. Mengusap usap punggungnya agar gadis itu merasa nyaman."Tapi papa bagaimana?" Tanya Anggi dengan isakan kecil.
"Mama akan bantu kamu untuk beri pengertian ke papa kamu. Asal jangan pernah kamu menyerah dan memilih pergi. Mama nggak akan bisa tanpa kamu" ucap Kartika. Ia menciumi kepala gadis itu berulang kali.
"Aku takut ma" ucap gadis itu lirih ditelinga Kartika.
"Mama tahu sayang, mama mengerti. Tapi kamu nggak sendiri. Mama selalu disisi kamu" Kartika menguatkan Anggi.
Dalam beberapa saat keduanya berpelukan. Saling menghangatkan hati dalam sebuah pelukan penuh kasih sayang. Dengan Anggi yang menyandarkan kepalanya dipundak Kartika. Seolah ia tengah menitipkan beban hatinya pada wanita itu.