Adam duduk di kursi belakang, sedangkan Mang Kusno mengemudikan mobil dengan sesekali melirik Tuan nya itu melalui kaca kecil diatasnya.
Laki laki itu hanya duduk diam menatap ke jalanan diluar. Wajahnya pucat dan badannya lebih kurus daripada semula.
Terlalu banyak hal yang ia pikirkan. Mengenai kondisi keluarga nya yang kini memprihatinkan. Memikirkan anak satu-satunya, memikirkan wanita yang statusnya masih menjadi istrinya. Semua itu membuatnya putus asa dan frustasi hingga akhirnya jatuh sakit.
Tentang ia yang menjadi senang bermain perempuan dan mabuk mabukan. Sungguh ia menyesal. Namun kembali lagi, ia hanyalah orang biasa yang bisa lemah dan terjatuh.
Dan saat ini ia benar benar terjatuh, rasanya sangat sulit untuk kembali bangkit.Mang Kusno merasa prihatin dengan kondisi majikannya ini. Ia sama seperti Bi Mar yang sering memperhatikan Adam setiap harinya.
Ia tahu betul kondisi keluarga majikannya ini."Tuan, tadi Non Anggi ke makam Nyonya" ucap Mang Kusno pelan.
"Aku tahu" jawab Adam singkat.
"Tapi tadi Non Anggi pergi sambil menangis Tuan. Saya takut Non Anggi kenapa kenapa di jalan, soalnya tadi perginya sambil ngebut" ucap Mang Kusno lagi.
"Anak itu sudah besar. Dia punya jalan hidupnya sendiri, biarkan saja" ucap Adam tanpa berpaling dari pemandangan diluar. Jujur sebenarnya ia juga kecewa.
****
Kartika duduk di sofa depan televisi dengan gelisah. Televisi yang menyala itu sama sekali tak menarik perhatian nya. Sebab ia resah karena anak tirinya itu tidak kunjung pulang hingga sekarang hari telah mulai menggelap.
Ia tahu jika Anggi pergi ke rumah papanya, sebab gadis itu juga sudah meminta izin padanya sebelum pergi. Tapi ia resah karena kata Bi Mar gadis itu pergi menyusul papanya ke pemakaman sejak siang. Dan tidak juga kembali kerumah papanya sampai sekarang. Itu yang dikatakan Bi Mar dengan jujur melalui sambungan telepon.
Jika Anggi tidak kembali kerumah papanya, lantas ia pergi kemana? Gadis itu tidak berkabar, pun tidak bisa dihubungi.
Kartika menelpon Debby dan beberapa teman dekat Anggi, tapi nihil. Mereka semua tidak tahu keberadaan Anggi.Wanita itu berdiri dari duduknya, pergi ke arah jendela dan menatap langit. Hari benar benar telah gelap. Bahkan gerimis mulai turun rintik rintik. Hawa dingin mulai menerpa.
Kartika benar benar khawatir. Ia takut terjadi hal hal yang buruk pada Anggi. Ponsel di tangannya ia genggam dengan bergetar. Ia sungguh cemas. Tidak biasanya gadis itu seperti ini.
*****
Terlihat ada seorang gadis mengendarai motor dengan pelan. Matanya memicing menatap ke suatu objek agak jauh didepannya.
Ia berhenti sejenak dan menatap kanan kiri. Bulu kuduknya sedikit meremang, sebab kondisi jalanan ini cukup lengang. Ini bukan jalan besar.Gadis itu kemudian melajukan kembali motornya pelan kearah objek itu.
Semakin lama ia yakin jika objek itu adalah manusia yang duduk di trotoar. Ia yakin itu manusia bukan hantu, sebab disebelahnya terparkir mobil mewah warna putih."Permisi?" Gadis itu menyapa saat ia telah turun dari motornya. Ia tak dapat melihat wajahnya sebab orang ini menunduk.
Orang yang duduk itu seorang perempuan, dan kini telah sepenuhnya mendongak saat mendengar sebuah sapaan.
"Kak Anggi?" Gadis yang naik motor itu berseru saat mengetahui siapa orang ini.
"Rekkan?" Orang yang menunduk ini rupanya Anggisara. Dan gadis yang mendatangi nya ini adalah Rekkan, juniornya di kampus.