48. Truth

725 28 0
                                    

"Ya, gimana?" Andika bertanya pada orang di sebrang telponnya.

"Kata Dokter tusukan pisau di perutnya lumayan dalem, dia juga kekurangan banyak darah, terus belum sadar sampai sekarang, kalo dia belun sadar juga sampai besok maka dia akan dinyatakan koma, dan untungnya meskipun luka tusukan nya dalem tapi itu ngga buat organ dalem nya rusak, karna kalo sampe organ dalemnya rusak dia bisa mati, untuk saat ini dia masih kritis."

Andika tersenyum miring, perkiraan nya tak meleset, ia menusukan pisau itu lumayan dalam, tapi Andika langsung mencabutnya hingga organ dalam nya tak rusak dan orang itu tak mati, itu sudah sesuai dugaannya, "Bagus, kalo dia koma kabarin gue." balas Andika.

"Oke, aman."

"Jangan sampe orang tua, temen, atau orang terdekatnya tau, hilangin semua informasi dan buat seolah-olah dia kecelakaan atau kena begal, yang jelas tutup informasi ini." titah Andika.

"Oke, lo tenang aja, gue udah paham."

"Yaudah, thanks."

Andika menyeringai ketika merasa pekerjaannya tadi sudah berhasil. sedangkan Naura sedari tadi diam di belakangnya, ia mendengar semua pembicaraan Andika yang membuat dia takut, jujur ia memang tau Andika. namun untuk sisi yang ini Naura di buat ketar-ketir karnanya.

Andika berbalik, ia mengangkat satu alisnya saat mendapati gadisnya berdiri seperti sehabis menguping pembicaraan nya.

"Kenapa Sayang hm?" tanya Andika dengan menghampiri Naura.

Naura meremang mendengar suara itu, lembut namun menyeramkan, terdengar seperti ancaman baginya. Naura menggeleng dan tersenyum pada Andika, "Aku mau ngajak kamu jalan-jalan, pengen ke mall, aku pengen belanja soalnya." ujar nya mendongak menatap Andika dengan manja.

Andika hanya mengangguk, "Kenapa gitu mukanya?" tanya Andika begitu menyadari raut ketakutannya.

"Kamu nyeremin." ucap Naura pelan.

Andika tertawa lalu ia menetralkan wajah dan tatapannya, setelah normal ia kembali menatap Naura dengan tatapan teduhnya, bukan tatapan seperti tadi, "Jangan takut, gapapa." ujarnya dengan santai.

Naura hanya mengangguk lalu memeluk Andika dan Andika membalasnya, "Kenapa kamu gituin dia tadi?" tanya Naura.

"Gituin gimana?"

"Kamu kenapa jahat ke dia?" tanya Naura memperjelas.

"Ga jahat, cuma main-main aja." jawab Andika enteng.

"Ys tapi gaboleh kaya gitu ih, gaboleh gitu in lagi."

Andika hanya tersenyum singkat, "Iyaa kalo ga khilaf." jawabnya.

"Aku takut kalo liat kamu kaya gitu, kaya bukan kamu." ujarnya dengan meremas baju Andika.

"Iyaa engga, yaudah ayo katanya mau ke mall." Andika melonggarkan pelukannya lalu mengelus pipi Naura.

Naura mengangguk dan Andika mencium pelipis Naura, "Aku bisa jadi perusuh, juga bisa jadi pembunuh, cuma nyesuain diri aja." ujarnya dengan menggandeng Naura keluar apartemennya.

••***••

Derren sedang bermain ponselnya dengan Sifa yang memeluk dirinya dari samping dan menyandarkan kepalanya di dada bidang Derren.

Sifa sedari tadi hanya menutup matanya menikmati elusan di kepalanya, seusai makan ia hanya ingin bermanja pada Derren, dan kini terwujud. Sifa hanya diam memeluk Derren dengan Derren yang bermain ponsel, keduanya sedang berbaring di ranjang dengan menyender.

DERREN'S STORY {END} Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang