43. Commotion

642 27 0
                                    

Derren memasuki kelas 10 IPS 3 yang di mana itu adalah kelas Sifa. para kaum hawa langsung melihat ke arah Derren membuat Sifa yang melihat itu jadi mendengus kesal. padahal bukan hal baru bagi Sifa kalau pacarnya nya ini menjadi pusat perhatian para ciwi-ciwi sekolah, tapi tetap saja Sifa kesal melihatnya.

Derren langsung duduk di atas meja Sifa tanpa permisi, "Hai Pacar." sapa Derren dengan menaik turunkan alisnya menggoda.

"Hm?"

Mendengar jawaban Sifa yang tak bersahabat membuat Derren jadi mengernyit, "Kok gitu balesnya?" heran Derren.

"Kenapa kesini?" tanya Sifa.

"Kok kenapa? Ya mau nyamperin pacar aku dong, masa mau benerin AC kelas."

"Kamu bisa ga sih kalo ke kelas aku gausah pake tebar pesona segala?" kesal Sifa.

Derren mengerutkan alisnya, perasaan ia tidak melakukan hal apapun. Hanya datang lalu menghampiri Sifa, kenapa pula dia yang di salahkan jika pesonanya menyebar begitu saja tanpa ia minta? Mata Derren mengedarkan pandangan nya untuk melihat seisi ruang kelas yang hampir semuanya melihat kearah nya.

"JANGAN LIAT GUE! PACAR GUE CEMBURU! KELUARR!" titah Derren dengan suara baritonnya.

Grasak-grusuk anak kelas 10 IPS 3 langsung bergegas keluar kelas setelah mendengar perintah itu, siapa juga yang berani membantah Derren, sang Leader yang sudah banyak menghabisi nyawa orang yang berani mengusik nya.

Seketika ruang kelas sepuluh IPS 3 hanya tinggal dua anak manusia, Derren dan Sifa. Sifa dibuat cengo karnanya, tapi pipi nya sudah memerah seperti kepiting rebus, "Udah hm?" tanya Derren dengan mengangkat dagu Sifa agar mendongak melihatnya.

"A-apasih!  kamu ngapain nyuruh mereka pergi, emang ini sekolah punya kamu, seenak nya aja." omel Sifa ketus.

"Aku bisa beli sekolahan ini juga." jawab Derren dengan mengendikan bahunya.

Mata Sifa jadi melotot mendengarnya, "Gausah aneh-aneh!"  peringatnya yang membuat Derren tertawa pelan.

"Iyaa engga, becanda doang." balas Derren.

"Kamu udah sarapan?" tanya Derren.

"Ngga, nanti aja." ujar Sifa sembari memilin jari telunjuk Derren yang lebih besar dari jari nya.

"Ayo ke kantin." ajak Derren dengan mengelus rambut Sifa menggunakan satu tangan nya lagi.

"Nanti aja." tolak Sifa halus.

Sifa mengangkat tangan Derren lalu membandingkan dengan tangan nya sendiri, "Tangan kamu gede banget Al."

Derren terkekeh ringan mendengar itu, "Tanganmu yang kecil."

"Iihhh engga, tangan kamu aja yang kaya raksasa. Liat nih jarinya gede banget." ujar Sifa memperlihatkan jari Derren pada pemiliknya.

"Iya biar kalo masukin ke kamu, enak." ujar Derren ambigu.

"Hah?" tanya Sifa.

"Lupain." kata Derren cepat. Terkadang otak kotornya ini memang tak bisa di ajak kompromi.

"Kam-"

"Pagi Cipa." sapa seseorang yang membuat Derren langsung menoleh. Terlihat Rifki menghampiri bangku Sifa di hadapan Derren, Berani sekali, pikir Derren. Mungkin Derren harus mengakui keberanian Rifki untuk itu.

"Lo pasti belum sarapan kan?" tebak Rifki lalu membuka resleting tas nya dan mengeluarkan sebuah kotak makan, "Ini gue bawain sandwich, buat lo." kata Rifki dengan menyodorkan kotak makan itu pada Sifa.

Sedangkan Derren hanya diam mengamati dengan wajah datar, berbeda dengan tangannya yang sudah mengepal namun Derren menahan emosinya naik.

"Engga, makasih." ucap Sifa cuek.

DERREN'S STORY {END} Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang