Derren mengerjabkan matanya begitu sinar matahari dari celah gorden kecil kamar Sifa menyinari wajahnya. Ia mengernyit merasakan pusing di kepalanya, matanya mengedar melihat sekitar namun tak ada siapapun.
Tangan Derren menyibak selimutnya berusaha untuk duduk lalu menyandarkan tubuhnya di sandaran ranjang. Ia memegangi kepalanya yang berdenyut pusing dengan mencoba mengingat semua yang terjadi. Sebenarnya ada apa dengan dirinya?
Dua menit kemudian ia ingat dan sadar jika semalam ia mabuk dan kepergok oleh Sifa, dan lagi. Semalam ia menceritakan banyak hal yang terjadi dalam hidupnya kepada Sifa tanpa ia sadari.
Sial, kenapa ia harus menceritakan hal itu pada gadisnya? ia tak ingin hidupnya di ketahui orang lain, tapi semalam ia justru menceritakan nya pada Sifa, dan sekarang Sifa dimana?
Ini di kamar Sifa namun tak ada orang nya.
"Sshhhh..." ringis nya saat merasakan jika kepalanya begitu pusing.
"Ck, Derren bodoh tolol tolol!" maki Derren pada dirinya sendiri dengan memukuli kepalanya.
"Pukul aja terus, siapa tau bakal gagar otak." ucap Sifa yang tiba-tiba masuk ke kamar dengan membawa susu dan sarapan untuk Derren.
Derren sontak menoleh. Ia melihat Sifa yang sudah lengkap dengan seragam sekolahnya, ia lalu meraih tangan Sifa dan menariknya agar mendekat ke arahnya. Begitu Sifa sudah berdiri di samping ranjang, Derren yang masih duduk di ranjang itu memeluk pinggang Sifa dengan menaruh kepalanya di dada Sifa.
Sedangkan Sifa hanya diam, "Pusing." keluh Derren.
"Siapa suruh mabuk?" balas Sifa. Nadanya terkesan datar karna ia sedang marah saat ini, dan Derren menyadari itu.
Derren mendongak, "Maaf," ucapnya. "Jangan marahh, maaf." ucapnya lagi karna melihat Sifa hanya diam.
"Cuma dua botol? Ga sekalian aja lima botol, siapa tau bisa langsung koma." ucap Sifa sengit.
"Maafffff....." ucapnya sedikit merengek, matanya mulai berkaca-kaca seperti hendak menangis. Derren juga tidak tau kenapa ia bisa secengeng ini jika bersama Sifa.
"Gaboleh ngomong kaya gituuu, akuu minta maaffffff....." ucapnya merengek dengan menyembunyikan wajahnya di dada Sifa.
Sifa tak perduli meskipun kini Derren sudah terisak di pelukan nya. Bahkan terkadang ia juga di buat heran dengan Derren. Kenapa bisa Derren menangis padanya? Dimana sosok Derren yang tegas dan tangguh itu? Kenapa berubah menjadi kucing imut seperti ini.
"Serah, makan sana, aku mau ke sekolah." ucapnya ketus lalu hendak melerai pelukan Derren namun Derren malah mengeratkan tangannya seolah tak mau lepas dari Sifa.
"Gamauuu...."
Sifa lagi-lagi dibuat heran dengan tingkah Derren. bagaimana bisa cowok cengeng ini menjadi ketua gengster? Benarkah dia ketuanya?
"Gausah Rewel!!!" sentak Sifa sedikit menaikan oktaf suaranya yang langsung membuat Derren terdiam.
"Hiks.. Maaf...." lirih Derren takut-takut dengan tetap memeluk pinggang Sifa.
"Ya udah awas ah, aku mau sekolah." ucap Sifa kesal.
Kepala Derren mendongak lalu ia mengacungkan jari kelingking nya yang hanya di tatap tanpa minat oleh Sifa.
"Maaf..." ucapnya pelan, mata nya menyendu seperti meminta di kasihani.
Karna tak mau ribet akhirnya Sifa melilitkan jari kelingkingnya dengan jari kelingking Derren secara terpaksa, "Udah kan? awas." ucap Sifa lagi namun Derren malah menggeleng pertanda ia tak mau.
KAMU SEDANG MEMBACA
DERREN'S STORY {END}
Roman d'amourhanya sebuah kisah cinta sederhana anak remaja di masa putih abu-abunya. Ini adalah kisah ke bucinan seorang Leader gengster pada gadis biasa, gadis miskin yang hanya hidup dengan ayah tirinya. Seorang Leader gengster yang sangat mencintai ga...