61. Camping

924 37 12
                                    

Mata Sifa mengerjab pelan sebelum akhirnya terbuka sempurna, ia terduduk di ranjang besar milik Derren. Sifa mengedarkan pandang saat ruangan ini terasa tidak asing. Hingga Sifa mengingat jika ia tadi ketiduran di mobil Derren dan sudah pasti ini di kamar Derren karna Sifa meminta kesini pada Derren.

Pintu terbuka menampilkan wanita paruh baya namun masih terlihat segar. Bunda Derren.

"Bunda," panggil Sifa.

"Anak cantik udah bangun." ujar Bundanya lalu duduk di tepi ranjang.

Sifa tersenyum, Kirana merentangkan tangannya membuat Sifa langsung memeluknya. Pelukan seorang Ibu yang nyaman, yang sudah lama tak pernah Sifa rasakan. "Aku kangen Bunda."

Kirana tersenyum lembut, "Bunda juga kangen sama anak Bunda, sibuk pacaran terus sampe ga pernah kesini lagi liat Bunda." ujarnya menggoda Sifa.

"Iiihhh Bunda, bukan gitu, salahin aja anak Bunda yang gapernah ngajak Sifa kesini." ujar Sifa dengan menatap Kirana.

Kirana terkekeh, "Gimana sekolah kamu?" tanyanya.

Sifa menatap Kirana sejenak, ia jadi merindukan Ibunya. Selama ini tak pernah ada yang menanyakan keadaannya. Apakah Sifa sehat? Bagaimana sekolahnya? Hari ini bagaimana? apakah baik atau buruk? Selama ini dia sendiri tanpa ada yang memperdulikannya sampai Derren datang dan masuk ke hidupnya. Derren yang selalu menjaganya, selalu ada untuknya, tak pernah membiarkannya sendiri, tak pernah membiarkannya terluka, hanya Derren. Tapi saat melihat Bunda Derren Sifa jadi merindukan Almarhumah Ibunya.

Sifa menunduk belum menjawab pertanyaan Kirana, Kirana yang melihat itu jadi memegang dagu Sifa dan mengangkatnya, "Hey...." panggilnya lembut itu seperti membelai seluruh jiwa Sifa dengan penuh kasih sayang.

Sifa jadi menatap Kirana, "Sifa boleh peluk Bunda?" tanyanya.

Kirana langsung memeluk Sifa tanpa menjawab perkataannya, Sifa membalas memeluk Kirana erat, "Hiks..." satu isakan kecil akhirnya lolos dari mulutnya.

Kirana tak akan bertanya Sifa kenapa, Kirana adalah seorang ahli mental atau sejenis psikiater, dimana tanpa bertanya saja kirana sudah bisa melihat kenapa orang itu hanya dengan tatapan matanya.

Kirana melihat mata Sifa yang memancarkan kerinduan dan kesepian saat Kirana mengangkat dagunya tadi. Membuat Kirana langsung memeluk gadis malang ini.

"Bunda disini, Bunda juga Bunda kamu. Kamu anak Bunda juga. Kamu ngga sendiri Nak." ujar Kirana dengan mengelus rambut Sifa.

"Aku kangen Ibu." lirih Sifa pelan.

"Ibu kamu pasti bangga punya anak hebat kaya kamu. Udah mandiri, cantik lagi." ujar Kirana.

Derren masuk ke kamarnya dan langsung terdiam saat melihat gadisnya menangis di pelukan Bundanya. Derren menatap Bundanya dengan tatapan bertanya, dan Bundanya menatap Derren dengan tatapan menenangkan.

Sifa masih menangis terisak di pelukan Kirana, "Makasih Bunda." ucapnya.

"Sama-sama cantik."

Sifa melerai pelukannya lalu melihat Derren yang berdiri di ambang pintu. Derren berjalan pelan ke arah Sifa lalu naik ke atas kasur, duduk di samping Sifa, menangkup wajah Sifa dan mengusap air matanya. "Kenapa hm?" tanya Derren lembut.

Sifa menggeleng pelan, "Urusan perempuan, kamu gaboleh tau." ujar Sifa lalu melepas tangan Derren yang menangkup pipinya.

"Kalo gitu gaboleh nangis, aku ngga suka." ujar Derren membuat Kirana tersenyum melihatnya.

Kebiasaan Derren, Derren tak pernah suka melihat perempuan tersayangnya menangis. Saat Kirana menangis Derren juga akan berucap seperti itu.

"Iya engga." ujar Sifa lalu mengusap air matanya.

DERREN'S STORY {END} Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang