Part 8: Menjemput Hadiah

20.4K 873 0
                                    

***

Aksa membuka pintu apartemennya dan menaruh tasnya di meja. Dilihatnya jam di handphonenya, hampir jam 10 malam. Aksa mengusap wajahnya, punggungnya mulai pegal dan tubuhnya cukup lelah.

Untung saja Kandi mengerti, kalau Aksa tidak bisa menemaninya berlama-lama makan malam. Dirinya harus tidur cepat malam ini, besok pagi-pagi dia akan pergi ke Site.

Tapi, semingguan ini pikirannya juga terisi tentang Kila. Apalagi, saat dirinya kembali pulang ke apartemen ini. Aksa selalu teringat sensasi bercinta dengan Kila di sofa ini. Bahkan beberapa malam ini dia memuaskan hasratnya dengan onani membayangkan dirinya saat menyetubuhi Kila. Aksa tidak bisa melupakannya.

"Ini sangat memalukan!" Aksa Tahu, dirinya seharusnya tidak melakukan itu dengan anak buahnya. Tidak pernah ada sejarah hidupnya sampai bercinta dengan anak buahnya!

Bagi Aksa yang belum menikah, seks seharusnya bukan yang penting. Seks hanya pemuasan nafsunya yang tertahan. Setiap dia bercinta dengan wanita dan mengeluarkan klimaksnya, dia merasakan tidak ada yang spesial selain itu. Se-liar apapun wanita itu di tubuhnya Aksa merasa biasa saja dan segera melupakannya. Aksa memang belum ingin terikat dengan wanita.

Tapi Kila bisa membuat kesan berbeda. Wanita yang terkadang ceroboh dan terlihat polos itu, memang tampak seperti mengalah dan ketakutan di kantor. Menatap mata Aksa saja, Kila tidak berani. Semarah-marah dirinya, sekeras apapun Aksa membentaknya, Kila harus mengalah karena Aksa lah bosnya! Tapi Self Image Kila berbanding terbalik saat Kila birahi. Wanita itu punya kuasa atas tubuhnya, dan Aksa lah yang harus mengalah. Kila lah yang begitu dominan dan mengontrolnya.

Aksa bisa saja memaksa Kila melayani birahinya di kantor. Dia bisa dengan mudah mengancamnya dengan menyebarkan berita bahwa Kila lah menggoda bosnya. Tapi dia tidak ingin memperkosa wanita itu. Dan Siapapun tidak akan paham betapa sulitnya menahan keinginan bercinta dengan Kila.

Aksa menutup wajahnya dan memandangi langit-langit ruangan apartemennya.

"Aku harus mendapatkannya malam ini!"

***

Kila keluar dari kamar mandi dan mengeringkan rambut dengan handuknya. Piyamanya sedikit basah terkena rambutnya. Kila menepuk pundaknya.

"Segar rasanya" Kila mulai rileks.

Kila menekan tombol-tombol remote menyalakan televisinya dan duduk di lantai. Mie ayam dan air putihnya menanti untuk disantap.

"Tapi sukurlah Raynar mengantarku, jadi lebih cepat sampai rumah. Habis ini aku tidur lebih awal saja" Kila memainkan sumpitnya dan segera memakan mie ayam panas itu, sambil menonton berita di tv.

Baru beberapa suapan, tiba-tiba, Handphonenya berbunyi. Kila masih nanggung menyantap makan malamnya. Dia tidak perduli suara dering handphonenya. Tapi lama-kelamaan suara dering handphone itu sangat menganggunya.

"Apa tidak bisa berhenti menelpon, aku lagi makan!" Kila mengomeli handphonenya yang terus mengeluarkan suara nyaring itu. Kila tidak tahu siapa yang menelponnya. Dia tidak memperdulikan, dan melanjutkan makan Mie ayamnya sampai habis.

Kila mengambil handphonenya. Dia mematung saat tahu siapa yang menelponnya. Kila malas mengangkatnya. Tapi Aksa terus-terusan menelpon handphonenya.

"Halo pak?" Kila menjawab ketus.

"Kila, Aku di depan rumahmu"

Kila mematikan handphonenya. Kila tidak mengerti kenapa pak Aksa datang. Kila tidak tahu harus bagaimana.

"Tidak mungkin pak Aksa kemari"
Kila ragu-ragu membuka pintu rumahnya. Benar saja, pria itu bersandar di pintu mobilnya, dan melipat tangannya sambil memegang handphonenya. Wajahnya tampak senang Kila membuka pintunya.

"Pak Aksa?"

Aksa tidak mendekati Kila. Dia berdiri jauh dari pintu rumahnya dan Kila hanya membuka sedikit pintu rumahnya. Aksa menatap kosong ke mata Kila.

"Pak Aksa ada apa malam-malam ke rumah saya?"

"Aku mau kamu..." Jawabnya.

Kila pasti salah dengar. Pak Aksa mau dirinya? Kila tidak tahu harus menjawab apa.

"Maaf pak? Maksudnya?" Kila tidak percaya pak Aksa, seorang bos mengatakan itu.

"Aku mau kamu menjawab iya untuk perjanjian kita" Aksa mendekati pintu Kila.

"Maaf, saya tidak mau!" Kila tentu saja menolak, apa lagi Aksa memaksanya untuk mengatakan iya!

"Kamu sedang menjebakku Kila?" Aksa memegang Pintu Killa. Dia mendorong pintunya agar terbuka lebar.

Kila diam, dia tidak mengerti. Seperti inikah bos kantornya? Apakah dia tidak bisa mendapatkan wanita lain? Atau wanita yang sederajat dengannya? Hanya karena 1 kali kesalahan malam itu, dia terus mengejar dirinya? Harusnya pak Aksa lah takut dengan Kila, seperti mantan-mantannya terdahulu.

"Pak, aku tidak menjebak pak Aksa. Lebih kita lupakan saja soal kejadian beberapa lalu"

"Aku tidak bisa Kila"

Kila memberanikan diri menatap wajah bosnya itu. Dia sudah masuk ke dalam rumah Kila dan menutup pintunya.

"Pak, Sekali lagi saya minta maaf kejadian minggu lalu. Saya ini sakit, bukannya mau menggoda bapak"

Aksa tidak menjawab, dia mendekati Kila yang terus menjauhinya. Tapi Kila tidak ingin sampai bersentuhan dengan Aksa. Hingga Kila terpojok karena kakinya tertahan meja makannya. Mata Kila menjadi cekung. Aksa akan menyentuh pipinya?

"Aku juga tidak suka kamu pergi dengan pria itu" Aksa menyentuh pipi Kila.

Kila terdiam. Tangan Aksa terasa mengusap seluruh pori-pori di tubuhnya. Rasa merinding merayap di seluruh tubuhnya. Sentuhan Aksa terasa menyetrum, mengaliri aliran darah di tubuhnya. Napas Kila mulai panas. Jantungnya berdebar dengan cepat. Dan Aksa lagi-lagi membangunkan sisi Liarnya.

Kila menelan ludahnya. Kenapa hanya Aksa membuatnya seperti ini?

"Aku mau hadiahku" Bisik Aksa.


***

HADIAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang