***
"Maaf pak? Apa yang saya belum jawab?"
Aksa tertawa. Kila baru ini mendengarnya tertawa. Tapi tetap saja dia tidak berani menatapnya.
"Aku tadi kan bertanya soal parfummu?"
Ah, Kila ingat.
"A.. apa saya bau badan? Tapi saya memang belum mandi seharian" jawab Kila.
Aksa diam. Kila tahu pasti ada yang salah, pasti dia akan meneriakinnya lagi.
"Aku hanya bertanya soal parfummu! Aku tidak berkomentar soal bau badanmu!"
Kila bingung. Tapi kenapa dia menanyakan parfumnya?
"Tapi kenapa bapak menanyakan...?" Kila sadar, dia harus berhenti Bertanya.
"Kamu tinggal kan sebut merk!" Suaranya mengeras lagi.
Kila diam. Benar saja Aksa membentaknya lagi.
"Elizabeth Arden, Green Tea." Kila menyebut merk parfumnya. Bukan parfum mahal. Tapi kenapa Aksa sangat emosi.
"Green tea? Aku suka baunya, tidak terlalu keras seperti parhum menyengat yang dipakai wanita, biasanya membuat aku mual"
Kila hanya mengangguk. Rupanya Pak Aksa hanya memberitahu dirinya agar tidak memakai parfum yang berbau aneh.
Mobil mereka sampai diparkiran, beberapa orang menyambut mereka. Walaupun malam, mereka tetap harus siap meeting dengan Pak Aksa. Karena malam itu semua harus dilaporkan ke pusat.
Kila baru berani menatap Bosnya itu, saat berbicara di depan orang-orang. Karena baru dari site, Aksa memakai seragam site wearpack warna Navy dan orange dengan scotchlite, warna khas untuk perusahaan mereka. Pak Aksa sebenarnya termasuk ganteng juga, badannya bagus dan tinggi tapi karena sering marah-marah Kila mencoret rasa kekagumannya.
Kila menulis notulen meeting mereka malam itu. Tapi awalnya saja meeting itu tampak damai, di pertengahan Aksa memarahi semua orang, terutama divisi keuangan. Kila saja kadang sampai terkejut mendengar bentakannya. Semua orang hanya menundukan wajahnya.
"Aku tidak mengerti orang-orang ini bagaimana cara kerjanya" Aksa masih mengomel sampai masuk ke dalam mobil.
Kila hanya meliriknya sebelum masuk ke mobil bosnya itu. Kila berdoa semoga Aksa tidak terkena serangan jantung saat mengendarai mobil dengannya.
"Kenapa bengong?"
"Iya maaf pak" Kila masuk dengan kaku dan memasang sabuk pengamannya. Dia memeluk tas kerjanya dengan erat.
"Mau makan dimana?" Tanya Aksa.
Kila melihat jam di handphonenya. Jam 11 malam. Harusnya dia pulang, jangan sampai dirinya.. Batin Kila mulai takut...
"Pak, saya pulang saja. Besok kita kerja lagi" Jawab Kila.
"Tidak apa-apa aku yang tanggung besok. Karena kamu kerja sampai larut. Kita makan saja dulu" Aksa menyalakan mobilnya.
"Memangnya bapak tidak ditunggu istri?" Tanya Kila.
Tidaakkkk... kenapa aku menanyakan itu! Pasti dia marah dengan basa-basiku! Batin Kila meneriaki dirinya
"Aku belum nikah" Aksa hanya menunjukan tangan kanannya. Artinya dia tidak memakai cincin kawin. Suaranya juga biasa saja. Kila bersyukur dia tidak dibentak lagi.
"Habis makan, aku mau ke kantor lagi. Sudah 3 hari aku aktivitas di kantor saja"
Kila tahu, tapi baru hari ini Kila menemani Pak Aksa kerja di luar. Kila berpikir, memang ada orang workholic seperti dia? Pasti Karena itu dia menyetok makanan instan di kantor?
"Kita makan nasi goreng pinggir jalan?" Tanya Aksa melihat ada gerobak nasi Goreng di pinggir jalan.
"Iya" Kila tidak keberatan.
Aksa keluar dari mobilnya dan langsung memesan makanan. Kila hanya menatapnya, apa dia tahu selera Kila.
Aksa masuk kembali dan membuka kaca mobilnya. Mereka menunggu nasi gorengnya sedang dimasak..
"Aku tahu kamu tidak pedaskan" Aksa membuka dasboard mobilnya dan memberikan sebotol air kepada Kila.
Kila mengangguk.
"Terima kasih pak"
"Rasanya aneh dipanggil pak pak pak sama semua orang" Gumam Aksa sambil membuka botol air minumnya.
Kila hanya tersenyum datar. Tapi bagaimana pun dia adalah Bos di kantor. Tentu semua akan menghormatinya.
"Berapa umurmu? Tanya Aksa.
"26" Kila tahu, Aksa pasti mengomentarinya.
"Uh, aku pikir 23? Kamu belum kelihatan setua itu" Aksa tertawa sambil memijat lehernya.
"Kalau bapak?" Kila bertanya balik.
"Aku cukup tua... 38"
Kila hanya menaikan alisnya. Untuk umur 38, fisiknya masih sangat bagus. Bukan kah pria yang rajin berolahraga kalau semakin tua semakin hot. Kila hanya tertawa dalam hatinya.
Tidak lama nasi gorengnya datang. Aksa tampak senang melihat nasi goreng itu. Dia sepertinya sangat lapar.
"Akhirnya aku makan nasi" Gumamnya.
"Memangnya bapak selalu makan Mie instan?" Tanya Kila.
"Humm, kasihan ya?" Jawabnya sambil menguyah nasi gorengnya.
Tidak mungkin! Dia kan sangat kaya. Semua juga tahu kalau owner perusahaan tambang ini adalah bapaknya. Kila hanya bengong, melihat Aksa makan dengan lahap.
"Lalu kamu belum menikah?"
Kila diam. Dia hanya menyuap nasi goreng itu ke mulutnya. Tapi nasi goreng itu memang enak, padahal hanya gerobak pinggir jalan.
"Kenapa diam?" Tanya Aksa lagi.
"Belum menemukan yang cocok saja pak."
"Menurutku, kamu tidak jelek-jelek amat" Aksa tertawa.
Kila hanya menaikan pundaknya. Kila hanya belum menemukan orang yang cocok dan mengerti akan dirinya, apalagi dirinya termasuk aneh. Kila tidak akan memaksakan diri harus menikah.
Aksa sebenarnya adalah pria yang cukup menarik. Kila juga tahu ukuran kejantannya pasti besar. Tapi, Jelas dirinya tidak akan cocok dengan tipe pemarah seperti dia. Aksa juga tidak menyukainya. Apalagi mereka sekantor sangat tidak mungkin.
"Sudah selesai?"
Pertanyaan Aksa membuyarkan lamunannya. Bisa-bisanya dirinya memikirkan bosnya itu. Mungkin karena dirinya sangat ngantuk. Biasanya dia memang tidak pernah bekerja di jam-jam segini. Kila mengambil piring Aksa
"Biar aku saja." Aksa mengambil piring Kila dan mengembalikannya ke penjual nasi goreng dan mengeluarkan sejumlah uang.
"Pak terima kasih banyak"
"Bukan masalah, aku hantar kamu pulang?"
Kila mengangguk dan memberitahukan alamatnya.
"Kenapa tas laptopnya tidak kamu taruh di belakang saja?"
Memang sedari tadi Kila masih memeluk tasnya. Dia tidak berani kalau salah taruh, pasti akan dibentak Aksa.
Aksa menghentikan mobilnya. Kila kebingungan. Aksa segera mengambil tas laptop di pangkuan Kila, dan meletakannya di belakang.
"Ma.. maaf pak" Kila memucat, tapi dirinya sangat ngantuk dan tidak ingin diteriaki Aksa.
Kila sebenarnya sudah sedari sore merasakan sesuatu. Hal yang ditakutkannya sudah datang. Apalagi wajah Aksa sangat dekat.
Lihatlah bibirnya memang sangat menggoda. Daripada dia marah-marah, Apa boleh aku menciumnya dengan kasar? Boleh?
Kila menatap wajah Aksa dengan seksama."Jangan lupa sabuk pengamanmu" Aksa memasang sabuk pengaman Kila. Killa tidak menjawab. Aksa mengangkat matanya. Dia tahu Kila menatapnya.
"Apa aku tidak boleh menciummu pak Aksa?" Kila menatap Aksa dengan tajam.
Aksa membesarkan matanya.
***
Feb 17, 2022
KAMU SEDANG MEMBACA
HADIAH
Storie d'amoreKila Damaya didiagnosa menderita compulsive sexual behaviour ringan. Dia memutuskan untuk tidak memiliki kekasih hingga dirinya benar-benar menemukan orang yang mengerti dirinya. Tapi Kila kelepasan mengeluarkan sisi liarnya dan meminta Aksa, atasan...