Part 57: Ada apa...?

5.6K 313 1
                                    

°°°

"Apa kamu masih mengantuk, Sayang?"

Aksa mengusap punggung telanjang Kila yang membelakanginya. Istrinya itu tampak malas bangun. Aksa mengecup lembut lehernya, menikmati aroma tubuh Kila. Kila mendesah kegelian.

"Sudah bangun?" Tanya Aksa. Dia sengaja membangunkan Kila.

"Hm?.. Jam berapa sekarang?" Kila membuka matanya.

"Jam 7." Jawab Aksa.

Kila langsung bangkit, dia telat bangun. Jam setengah 8, suaminya itu harus berangkat kerja.

"Astaga, kenapa tidak dari tadi aku dibangunkan?" Kila panik langsung beranjak dari ranjang. Aksa menopang kepalanya menonton istrinya yang telanjang bulat, dia bolak-balik mencari-cari piyamanya.

"Aku sudah membangunkan kamu dari tadi sayang, tapi kamu tampaknya terlalu lelah." Aksa mengambil piyamanya dan memberikan kepada Kila.

"Iya, maafkan aku sayang." Kila hanya tertawa, padahal semalam Kila yang memaksa berhubungan seks. Dia mengambil piyama Aksa dan memakainya piyamanya tampak kedodoran.

"Aku panaskan lauk kemarin dulu." Kila bergegas keluar kamar.

Aksa pun sebenarnya masih mengantuk juga, tapi tidak mungkin dia telat kerja karena dia masih berstatus pekerja. Aksa mengambil handphonenya dan memeriksa email yang masuk. Pekerjaannya di kantor cabang itu sudah beres, harusnya dia boleh sedikit telat hari ini.

Aksa segera bangkit dari kasurnya, matanya menangkap bayangan tubuhnya di cermin lemari. Aksa senang semalam bisa menikmati seks dengan Kila di depan cermin ini. Kemudian Aksa menyadari sepertinya timbangannya memang naik, Aksa senang karena itu berarti Kila mengurus dirinya dengan baik. Aksa hanya tertawa menepuk-nepuk perutnya yang bergelambir.

"Maaf ya sayang, aku terlambat bangun." Kila meletakan sarapan Aksa di meja makan. Aksa masih menguap menuju meja makan.

"Terima kasih." Aksa mengecup kening Kila.

"Makanlah sayang, nanti telat". Kila duduk di depan Aksa. Kila memandangi suaminya yang mulai melahap sarapannya. Sekarang Aksa sudah terbiasa sarapan pagi.

"Hari ini mau kemana lagi?" Tanya Aksa. Kila berpikir. Dia tidak ada rencana hari ini.

"Mungkin di rumah saja, aku juga mau ngurus pembayaran tagihan listrik, air, internet kita." Kila sudah terbiasa mengurus tagihan Aksa sejak dia jadi bosnya. Kila mengusap nasi yang menempel di bibir Aksa.

"Hm, kalau mau keluar nanti hubungi Udi saja. Jangan nekat keluar naik bus lagi." Aksa mengingatkan Kila lagi.

"Iya sayang." Kila mengangguk dan mulai memakan sarapannya.

"Makan yang banyak dan jangan lupa vitaminmu."

Kila mengangguk lagi, Aksa memang cerewet kalau soal disiplin, kalau Kila masih anak buahnya sudah pasti diteriaki tiap hari.

Tiba-tiba Handphone Kila berbunyi. Aksa melirik ke handphone Kila di atas meja, ternyata pesan dari mertuanya.

"Aku mandi dulu sayang." Aksa mengecup kening Kila. Dia sudah selesai sarapan.

Kila membaca pesan dari ibunya. Ternyata ibunya berniat mau main ke apartemen Kila hari ini.

"Sayang, ibu mau kemari hari ini." Kila tampak senang, dia mendekati Aksa yang berdiri di depan pintu kamar mandi.

"Benarkah? Kalau ibu belum berangkat, Aku info Udi untuk menjemput."

"Coba aku telepon dulu ibu." Kila menekan tombol telponnya.

°°°

"Astaga istri macam apa kamu? Apa kamu belum mandi ,Nduk?"

Kila hanya tertawa, saat ibunya sampai di depan pintu apartemen dan mengomentari penampilan buluknya.

"Iya bu. Hari ini aku bangun telat, yang penting aksa sudah sarapan dan pergi kerja. Aksa menitip salam untuk ibu."

Kila mengangkat tas ibunya ke kamar tamu. Karena lumayan dekat, jadi Udi yang menjemput ibu langsung ke kampung. Kila memang belum mandi, bahkan dia tidak sempat sikat gigi dan buang air, karena bangun telat.

"Jangan kebiasan kamu telat bangun. Masa istri begitu. Jaman ibu nikah dulu, jam 4 sudah harus bangun." Ibu mengomeli lagi. Kila hanya tertawa, dia nerima saja ibunya mau mengomeli dirinya, yang penting dia tidak kesepian di apartemen hari ini.

"Ibu mau makan? aku kemarin masak ikan kuah kuning." Kila membuat tutup makanan di meja makan.

Ibu Kila berdiri melihat isi meja makan yang dimasak Kila. Dia tidak mengomentari apapun soal masakan Kila, sudah jelas Kila pintar masak karena didikannya.

"Apa enak tinggal di apartemen, ,Nduk? Sepertinya mau beli apa-apa susah harus pencet-pencet lift." Ibu menerima piring yang di sodorkan Kila.

"Enak ga enak bu, tapi enaknya kalau sendirian kita aman kan?" Kila menuang teh panas untuk ibunya.

"Ah benar juga, ibu ingat rumah kontrakanmu yang dulu. Kalau malam, seram! Kalah-kalah kampung kita yang jarang listrik." Sahut ibu sambil mengambil lauk yang disediakan Kila."Bu, aku mandi dulu ya."

"Iya, mandi sana!" Ibu menepuk punggung Kila.

Kila mengambil ha,Nduk dari rak kamar dan test pack dari bawah tumpukan ha,Nduk-ha,Nduk itu. Sebenarnya dia sedang menunggu buang air kecil pertama pagi ini.

Kila menuju kamar mandi, dan menatap wajahnya. Wajahnya memang sedikit pucat karena masih mengantuk. Kila membuka alat tes kehamilan itu. Dia ingin memastikan saja, karena mereka sangat aktif berhubungan seks. Sebenarnya apa pun hasilnya, Aksa juga tidak masalah dia belum hamil.

Kila memandangi air seninya di jar kecil dan mencelupkan alat test kehamilan itu. Kila berharap semoga dia mendapatkannya.

°°°

"Pak Aksa, semua laporan sudah saya pelajari."

Aksa memandang pak Pawit yang memegang tumpukan map hardcopy di tangannya. Aksa senang dan lega berarti dia sudah bisa meninggalkan kantor ini minggu depan.

"Kalau begitu aku sudah tidak khawatir lagi." Aksa tersenyum. Tinggal dirinya yang harus penyesuaian di kantor pusat.

"Untuk pengganti Kila, HRD sudah mendapatkan sekretaris dan seorang pria." Pak Pawit tertawa.

"Oh, akhirnya pria?" Aksa tidak pernah tahu ada sekretaris pria.

"Kalau wanita, saya sedikit canggung, sudah akan dekat pasti mengurus segala sesuatu."

Aksa setuju, dia pun sampai tertarik dengan Kila karena terbiasa dekat. Untungnya dia masih lajang tidak seperti pak Pawit. Tapi Aksa berharap sekretaris pria itu bukan gay. Aksa menertawakan pikiran bodohnya itu.

"Kalau begitu, aku bisa tidak masuk kerja lebih cepay?" Aksa membuka botol air minumnya.

Ada pesan masuk, dia membukanya. Kila mengirim pesan, hanya emoticon menangis. Mata Aksa membesar.

"Hm? Kenapa istriku?" Aksa bingung.

"Kenapa pak Aksa.?"

"Entahlah dia mengirim pesan menangis, tapi tadi Kila baik-baik saja di rumah. Dan ada ibunya, harusnya tidak ada masalah." Aksa mencoba menelponnya. Tapi tidak diangkat.

"Hm? Kenapa tidak diangkat." Aksa bertambah bingung. Dia mencoba lagi.

"Mungkin ada sesuatu yang urgent pak?" Pak Pawit juga mulai khawatir.

Aksa hanya menaikan bahunya, kalau urgent dia pasti angkat telpon darinya.

"Semoga tidak terjadi apa-apa. Coba aku telpon lagi." Aksa menelpon sambil meminum airnya.

Akhirnya, ada pesan masuk, Kila mengirimkan pesan lagi. Kali ini Aksa sampai terkejut dan memuncratkan air dari mulutnya.

"Pak Aksa? Ada apa?" Pak Pawit terkejut.

°°°°

HADIAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang