°°°
Amerta membanting tasnya di meja kerja ayahnya. Pria itu melihat putri satu-satunya itu terlihat sangat kesal. Wajahnya memerah, walaupun begitu kecantikan dari darah istrinya itu tetap terlihat mengemaskan baginya.
"Kamu kenapa lagi Amerta?" Artha menjatuhkan badannya di sandaran kursi.
"Quotation dari PT. Intan lagi-lagi ditolak." Amerta terlihat kesal.
"Oh, kalau begitu ini hampir semua quotation ditolak PT. Kalandra?" Tanya Artha.
Amerta mengiyakan. Padahal dia selalu memberikan harga sangat murah. Dia tidak perduli mendapat untung atau tidak, yang penting dia bisa masuk ke proyek pekerjaan PT Kalandra. Kalau dia berhasil masuk, dia akan semakin mudah menjalin komunikasi dengan Aksara.
"Jadi kamu masih mengejar Pak Aksara?"
Amerta membalas pertanyaan Ayahnya itu dengan wajah cemberut. Artha hanya tertawa.
Putrinya masih sangat muda, di umurnya 22 tahun dia berani membangun perusahaannya sendiri, demi Aksara.
"Pokoknya Aku tidak akan menyerah mendekati Aksa." Amerta duduk di depan ayahnya.
Waktu pertama bertemu Aksara, umur Amerta baru menginjak 20. Amerta baru lulus sekolah diploma dan Amerta akan magang di gedung pusat PT. Arthala di Jakarta.
Saat itu, Amerta melihat seorang pria berkacamata hitam, posture badannya sangat gagah dengan seragam Wearpack-nya. Amerta melihat ayahnya sedang berbicara dengannya.
Amerta segera mendekati Ayahnya.
"Halo Ayah." Amerta merangkul tangan Ayahnya, sambil mencuri pandang pria di depan ayahnya.
"Amerta, Ayah baru mau menjemputmu. Sudah lihat tempat untuk mulai magangmu?" Tanya Artha.
"Sudah ayah... Oh iya... apa dia teman ayah?" Amerta terus menatap Aksa.
"Oh dia Aksara Kalandra... Wakil dari PT. Kalandra."
Aksa membuka kacamatanya dan tersenyum.
"Ah, halo saya Aksara. Ini putri anda pak Artha?"
"Iya, dia putriku satu-satunya. Baru mau magang di sini."
Amerta langsung menyukai Aksara. Dia kelihatan sangat berwibawa.
"Pak Aksara, apa tinggal di Jakarta?"
"Sementara di hotel R, sebelum balik ke Medan"
Amerta melirik jari Aksa, dia tidak memakai cincin, berarti menandakan dia single. Amerta merasa sangat senang.
"Apa aku boleh meminta nomor handphonemu pak Aksara?"
Aksa memberikannya tanpa rasa curiga. Tentu saja Amerta bertambah senang. Sedangkan Ayahnya hanya menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Maaf pak Aksara, pembicaraan kita jadi terganggu, kita langsung ke ruangan meeting di atas."
Amerta menatap foto profile kontak Aksa. Dia baru ini merasa mengagumi seorang Pria yang jauh lebih tua darinya. Amerta menyukai postur tubuhnya dan menurutnya Aksa sangat gagah.
Ketika pertama kali Amerta menghubungi handphone Aksa, Aksa terdengar sangat ramah. Suaranya sangat berat dan sexy. Amerta benar-benar mencoba untuk lebih dekat dengan Aksa.
Amerta mengajak Aksa untuk bertemu sekedar makan malam atau sekedar duduk di cafe di dekat hotel tempat Aksa menginap. Aksa mengiyakan saja, walaupun dirinya sebenarnya sangat sibuk.
"Aksa, apa kamu belum memiliki pacar?" Amerta menatap Aksa yang sedang sibuk dengan laptopnya. Aksa tidak meresponnya. Bahkan minuman Aksa nampak sudah dingin.
KAMU SEDANG MEMBACA
HADIAH
RomanceKila Damaya didiagnosa menderita compulsive sexual behaviour ringan. Dia memutuskan untuk tidak memiliki kekasih hingga dirinya benar-benar menemukan orang yang mengerti dirinya. Tapi Kila kelepasan mengeluarkan sisi liarnya dan meminta Aksa, atasan...