°°°
"Jangan terlalu banyak pikiran, sayang." Aksa memberikan segelas air minum kepada kila yang masih terbaring lemas.
"Hm..." Akhirnya Kila bangkit dan menerima gelas dari suaminya itu. Sementara, kekesalan di dalam dirinya pun mereda.
"Pada dasarnya, semua orang memang bersaing untuk mendapatkan posisi terbaik. Entah itu dengan cara kotor, menyakiti orang lain atau tetap menjadi orang baik." Aksa mengelus rambut Kila, Aksa terus menenangkan Kila.
"Iya sayang, mungkin mentalku belum siap berhadapan dengan orang-orang baru di kantor pusat." Kila meneguk air putihnya.
Aksa membuka tirai jendela kamar mereka. Ruangan mereka terpantul cahaya Matahari berwarna jingga, terpancar dari jendela hotel, menandakan sore akan segera berakhir. Aksa dan Kila terpesona dengan pemandangan gedung-gedung tinggi yang berlatarkan Sunset cantik itu, terlihat megah.
"Kita harus bersiap untuk makan malam dulu. Setelah itu kita harus ke airport." Aksa memberikan mantel mandi kepada Kila, dia masih telanjang.
"Maafkan aku sayang, hari ini emosiku tiba-tiba berubah begitu saja." Kila memeluk Aksa. Aksa mengecup rambut Kila. Dia mengerti, Kila masih perlu penyesuaian.
"Masih ada waktu 2 minggu sebelum kita pindah. Jangan khawatir aku akan menjagamu." Aksa mengecup kening Istrinya.
"Hm... Aku mandi sebentar..." Kila mencium bibir Aksa, mengelus selangkangan Aksa di balik mantel mandinya. Aksa tertawa.
"Jangan sayang, nanti kita malah ketinggalan pesawat." Aksa tertawa, berusaha menahan godaan istrinya. Kila menghela napasnya, dia tidak mau tinggal lebih lama di kota itu untuk sekarang. Kila pun beranjak.
"Aku mandi dulu." Kila telanjang menuju kamar mandi. Aksa tertawa menatap Kila yang gontai berjalan, sepertinya dia malas untuk mandi.
Aksa merapikan travel bag mereka. Tiba-tiba handphone Aksa yang terletak di meja tidur berbunyi . Aksa melihat nomor yang terlihat dilayar, Aksa yang tidak mengenal nomor yang menelponnya itu. Aksa tiba-tiba merasa tidak enak hati. Dia sepertinya tahu siapa yang menghubunginya.
"Aksara, aku di lobi hotel. Bisa ketemu? Amerta."
Aksa sudah menduga. Wanita itu pasti tahu, dia ada disini. Entah kenapa dia masih mencarinya. Aksa memblokir nomor yang masih terus menelponnya itu.
"Atau aku datang ke kamarmu?".
Tulis Amerta lagi dengan nomor lain.
Aksa meremas handphonenya. Dia sangat malas berurusan lagi dengan Amerta. Belum lagi jika Kila tahu, dia pasti kembali emosi.
"Sayang, aku ke lobi sebentar." Aksa membuka pintu kamar mandi. Kila menoleh, dia sedang menyikat giginya. Kila hanya menganggukkan kepalanya.
Aksa tidak ingin Amerta menemui Kila.
°°°
Amerta meletakan handphone di tasnya. Dia tahu Aksa pasti turun menemuinya. Amerta tahu dari Remi bahwa Aksa ada di Jakarta hari ini, kebetulan sekali dirinya juga sedang mengunjungi kantor ayahnya.
Amerta tentu juga tidak lupa membawa beberapa hadiah, untuk ucapan pernikahan Aksa dan sekretarisnya itu. Di dalam hati, Amerta sangat marah dan tidak menyangka kalau dia gagal mendapatkan pria yang selalu dia inginkan itu. Tapi bukan Amerta namanya kalau dia tidak menghancurkan apa yang tidak dia dapatkan.
"Ada perlu apa kamu kemari?" Aksa sudah berdiri di depannya. Amerta melihat Aksa dengan cincin nikahnya di jarinya.
"Ah, aku mau mengucapkan selamat atas pernikahanmu, walau sudah lebih dari sebulan." Amerta beranjak dari kursinya dan memberikan tas bingkisannya kepada Aksa.
"Terima kasih. Bisakah kamu segera pergi dari sini?" Aksa tidak memperdulikan pemberian Amerta.
"Kamu masih saja galak kepadaku." Amerta mendekati Aksa.
"Hei...." Aksa memundur badannya.
"Tenanglah, aku hanya ingin memberikan hadiah ini untuk istrimu."
"Istriku tidak perlu apa pun darimu!" Aksa sudah kehabisan akal bagaimana mengusir wanita ini. Cukup aneh, darimana dia tahu mereka menginap. Hanya orang kantor yang mengaturkan tempatnya akan tinggal. Berarti ada orang kantor yang memberitahukan kepada Amerta?
"Aksara... Aku hanya ingin meminta maaf karena kejadian waktu itu..." Amerta menaikan matanya menatap Aksa, jelas dia masih terpesona dengan Aksa. Entah kenapa dia tidak bisa melupakan pria ini.
"Aku bahkan tidak mengingatnya lagi. Aku pergi dulu. Jangan pernah kamu menampakan dirimu lagi." Aksa tidak tertarik berbicara dengan Amerta lagi.
"Aksara...." Amerta menahan tangan Aksa. Aksa langsung menarik tangannya.
"Please Amerta! Aku sudah menikah." Aksa masih sadar diri untuk tidak mendorong Amerta karena dia wanita.
"... Aku cuma mau kamu menerima ini untuk Istrimu. Hadiah bukan sesuatu yang buruk kan?" Amerta masih ngotot menyodorkan tas itu. Aksa hanya diam, sepertinya dia harus menelpon pak Artha.
"Atau kamu mau aku mengantarkan kepada istrimu langsung?" Amerta tertawa, dia tahu pasti Aksa akan marah.
"Jangan berani kamu mendekati istriku lagi!" Suara Aksa terdengar mulai marah, tapi dia menekan suaranya, karena orang-orang di lobi itu sudah memperhatikan mereka.
"Well, kalau kamu mau menerima hadiahku, tentu saja aku tidak akan mengetuk pintu kamarmu. Mungkin istrimu yang polosmu itu akan senang saat melihatku... Bertamu ke kamarmu." Amerta membalas tatapan Aksa yang membencinya.
Amerta sengaja. Jika Aksa menerima hadiah ini atau dirinya sendiri yang mengantarkan barang-barang ini, hasilnya tentu saja sama. Kila berpikir Aksa masih punya hubungan dengannya.
"Bagaimana?" Amerta mengayunkan tas itu dengan jarinya di depan wajah Aksa.
"Aku tidak bisa menerima apapun darimu." Aksa bergegas meninggalkan Amerta. Dia tahu percuma berdebat dengannya.
"Aksara." Amerta mengeraskan suaranya agar Aksa berhenti. Aksa tetap tidak memperdulikannya. Amerta mendekati Aksa yang menekan tombol lift.
"Aksa...!" Amerta menarik tangan Aksa dan memaksanya untuk melihatnya.
"Please stop!" Aksa membentak Amerta dan mendorongnya, tapi Amerta tidak mau melepas pegangan tangannya di kemejanya.
"Aku tidak ingin berhubungan tentang apa pun dengamu! Menjauhlah kehidupanku!" Aksa meneriaki Amerta.
Tiba-tiba suara pintu lift terbuka. Kila melihat Aksa dan Amerta di depan lift dan tangan Amerta memegang kemeja Aksa.
°°°
KAMU SEDANG MEMBACA
HADIAH
RomanceKila Damaya didiagnosa menderita compulsive sexual behaviour ringan. Dia memutuskan untuk tidak memiliki kekasih hingga dirinya benar-benar menemukan orang yang mengerti dirinya. Tapi Kila kelepasan mengeluarkan sisi liarnya dan meminta Aksa, atasan...