Part 42: Honey Moon 1

12.7K 409 2
                                    

°°°

"Apa? Mau ke kantor? Tapi 2 jam lagi kita harus berangkat ke bandara."

Kila merapikan travel bag mereka di dekat pintu. Aksa masih sibuk dengan handphonenya. Kila sudah tahu Aksa memang terlalu sibuk, makanya dia tidak terlalu berekspektasi.

"Sebentar saja sayang?" Jawab Aksa. Tapi wajahnya tampak serius. Pasti ada masalah berat di kantor, mana bisa dia pergi berlibur dengan keadaan banyak pikiran, Kila menghela napasnya.

"Atau kita berangkat dari Kantor saja?" Usul Kila.

Aksa meletakan handphone dan memandang Kila. Aksa tampak berpikir, dahinya tampak berkerut.

"Apa ada masalah?" Kila mengelus pipi Aksa.

"Hm, aku mau bertemu Kandi."

Kila diam.

"Dia tidak ada urusan dengan kantor Kalandra..."

"Benar sayang, tapi dia mau pergi ke Australia besok..."

"Dan kita mau terbang 2 jam lagi." Kila melipat tangannya.

Kila sebenarnya tidak masalah jika memang ada urusan kantor yang memang Urgent. Tapi ini Kandi. Kandi memang sahabat Aksa. Tapi sejak kejadian hari itu Kila benar-benar sudah tidak lagi menganggap Kandi sahabat suaminya. Aksa bahkan sempat tidak ingin mengundang Kandi di pernikahan mereka. Tapi akhirnya dia tetap mengundangnya.

"Hm, kalau begitu kita ke kantor saja..." Kila sudah tidak mau berdebat. Kalau memang Aksa mau bertemu sahabatnya itu, dia tidak akan melarangnya.

"Tapi..." Aksa meragu

"Sekarang?"

Aksa menatap istrinya yang berdiri di depannya. Wajahnya tampak datar dia sepertinya tidak mempermasalahkan jika dia menemui Kandi.

"Aku akan menelponnya saja." Jawab Aksa.

"Tidak apa-apa kalau kamu mau menemui sahabatmu." Kila duduk di samping Aksa.

"Katanya Dia mau beri sesuatu buat hadiah pernikahan kita, sebelum dia balik ke Australia."

"Kalau memang menurutmu itu penting..."

Aksa memegang tangan Kila.

"Aku tidak akan menemuinya. Maafkan Aku." Aksa mengecup tangan Kila.

Kila menghela napasnya, suaminya itu sebenarnya bisa saja egois untuk menemui dengan Kandi. Tapi mereka juga harus bersiap ke bandara. Kila paham, bagaimana pun seburuk-buruknya sahabat, memang hanya Kandi satu-satunya sahabat Aksa, yang selalu menemaninya disaat-saat tersulit.

"Halo Kandi, maaf aku baru saja memikirkannya, sepertinya waktuku tidak cukup ke kantor. Kamu bisa menitipkan bingkisan itu ke resepsionis." Aksa menelpon Kandi.

"... Iya, aku tahu. Lagi pula aku masih tidak bisa melupakan masalahmu dengan Istriku waktu itu. Terima kasih giftnya. Sampai jumpa." Aksa mematikan teleponnya. Kila terkejut mendengar Aksa mengucapkan itu.

"Aku tidak masalah, kalau kamu mau menemuinya..." Kila meremas tangan Aksa.

"Hm, tidak usah. Aku tidak keberatan kehilangan sahabat yang mengkhianatiku. Tadinya aku melupakan kejadian itu, tapi setelah melihat wajahmu, aku masih tidak rela dia berani menyentuhmu."
Aksa tersenyum datar membalas tatapan Kila.

Aksa berpikir, kalau sampai dia pergi, pasti akan ada masalah lagi. Padahal mereka berdua saat ini berniat berbulan madu. Aksa meyakinkan dirinya, dia harus bisa berubah. Sekarang dia harus fokus hidup hanya untuk keluarganya dan pekerjaannya.

HADIAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang