54.

27 6 0
                                    

Happy Reading

Hari ini Bulan memutuskan untuk meliburkan dirinya bersekolah. Kejadian dua hari yang lalu tentu saja sangat berefek pada kesehatan mental maupun fisiknya, jadi dia memutuskan untuk beristirahat di rumah saja.

"Bintang udah berangkat?" tanya Angkasa sambil mengelus puncak kepala Bulan yang sedang tiduran di tempat tidurnya.

Bulan mengangguk sebagai jawaban. "Berapa hari di sana?" Tanya Bulan.

"paling 2 atau 3 Hari, Surya juga ikut soalnya. Kalo mendadak pulang perginya nanti dia kecapean." jawab Angkasa mencoba memberi pemahaman. Hari ini Ia, Awan dan juga Surya akan pergi ke Bandung untuk mengurus sisa-sisa peninggalan Oma dan Opanya.

Mengenai masalah Bulan, Belum ada yang tau kecuali orang-orang yang kemarin. Bintang rupanya belum berbicara apa-apa pada kakak-kakaknya ini. Bulan sedikit bersyukur akan hal itu, setidaknya Kedua Abangnya tidak ikut salah paham lagi, cukup Bintang saja.

"Kalo ada apa-apa kabarin ya, nanti Mas suruh Dokter kesini buat periksa kamu, ya,"

"Nggak usah, Bulan cuma kecapean aja kok. "

"Yakin, "

Bulan mengangguk mencoba meyakinkan, kalau begini bisa-bisa Angkasa mengurungkan niatnya untuk pergi. "Udah sana, Bang Awan udah nunggu itu." Ucapnya sambil mendorong tubuh kakak tertuanya itu agar bangkit dari tempat tidur.

"Yaudah Mas pergi ya,,. "

"Daaaa!!! " Bulan melambaikan tangannya sampai dirasa kakaknya itu sudah benar-benar menjauh Bulan langsung bangun dan mencari obatnya di laci dan langsung meminumnya tanpa bantuan air.

Nafasnya terngah, sebenarnya ia merasakan sakit dikepalanay sejak tadi. Namun Bulan memaksa untuk menahannya di sepan Angkasa, ia tidak mau merepotkan orang lain lagi.

Bulan memegang kepalanya yang semakin beredenyut sakit, sambil memapah dirinya untuk kembali ke tempat tidur. Semalam ia bermimpi buruk, sangat buruk. Dalam mimpinya ia melihat senyuman sang ayah yang indah dan sedetik kemudian berubah menjadi senyuman berdarah. Mimpi yang sangat terasa nyata.

Bulan yakin itu adalah bagian dari ingatannya yang hilang, dan dengan bodohnya dia malah memaksa otaknya kembali mengingat lebih lagi dan menyebabkan sakit yang teramat pada kepalanya. Bahkan beberpa kali Bulan mengeluarkan darah dari hidungnya (mimisan) karena terlalu memaksa.

Ia hanya mau semua masalah ini selesai, tidak peduli apapun taruhannya. Ia hanya mau semuanya terungkap dan tenang, walau ia tahu itu sama saja menyakiti dirinya.

Bulan mengambil buku catatan yang berada di sampingnya. Kini buku catatan itu berlaih fungsi menjadi brangkas untuk setiap mimpi buruk yang Bulan alami. Semuanya ia tulis disana, sengaja, karena perlahan ia bisa menyusun sedikit demi sedikit memory yang ia lupakan itu.

"Edo" Bulan bergumam. Nama itu selalu saja muncul di setiap lembar ingatannya, dan puncaknya tadi pagi- pagi sekali Bulan tidak sengaja melihat hideline berita yang menyatakan bahwa Edo yang merupakan ayah dari Rio kini menjabat sebagai eksekutif di perusahaan penerbangan yang menjadi tempat ayahnya mengabdi dulu.

Kemudian Bulan memiirkan ide yang mungkin cukup beresiko, apalagi ia lakukan itu sendiri.

Bulan bangkit dari tempat tidurnya dengan perlahan karena tenaganya belum benar-benar pulih. Ia keluar dari kamarnya dan menuju ke kamar kedua orangtuanya. Bulan masuk ke kamar itu dengan perlahan dan diam-diam agar tidak ada yang curiga. Dengan kunci cadangan di tangannya Bulan memutuskan untuk mengunci kamar itu dari dalam.

Bulan langsung bergerak menuju ke meja kerja ayahnya yang berada di satu ruangan yang sama dengan tempat tidur itu, hanya berbatasan dengan rak buku yang tinggi. Bulan mencari-cari semua berkas yang berhubungan dengan Edo atau siapapun yang menurutnya janggal.

CERITA DARI LANGITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang