61. GOOD BYE, FRIEND?

20 7 1
                                    

Happy Reading

Kini sudah hari ke-4 setelah Bulan sadar. Kondisinya semakin membaik, Keempat sudara Laki-lakinya sangat menjaga Bulan Lebih dari menjaga siapapun. Bahkan Bulan sampai Lelah dengan sikap mereka, ditambah Ibu-Bapak,Pacar serta sahabat2nya yang, ya sudahlah.

Angkasa bahkan harus memindahkan Bulan ke ruangan yang paling luas dan nyaman, dikarenakan mereka terus menerus memaksa untuk menginap di rumah sakit.

Dan seperti sekarang, Bulan sedang melihat perdebatan tentang makanan yang akan ia makan untuk pagi ini.

"Pastikan makanannyaa berish ya bu, jangan lupa harus sesuai dengan anjuran dokter yang tadi," Ucap Awan dengan serius sedang berbicara kepada Ibu-ibu yang merupakan juru masak di rumah sakit. sang Ibu hanya mengangguk patuh.

"Minumannya karena kemarin udah yang berwarna sekarang susu aja ya Bu," Bulan menghela nafas Panjang, ia memilih untuk kembali merebahkan dirinya dan memainkan Ponsel. Ia akan semakin pusing jika terus-menerus melihat tingkak saudara-saudaranya itu.

lama-lama Bulan menggulir layar Ponselnya hingga Ia berhenti pada satu foto yang menunjukkan foto Rio sedang memilih cat air. Foto itu ia ambil saat ia pergi membeli cat air bersama Rio dan Kiky si pacar meminta untuk menunjukkan PAP alhasil adalah foto tersebut.

Namun bukan itu masalahnya. Tidak ada masalah pada foto itu. yang jadi masalah adalah orang yang ada di dalam foto itu. Rio!! sedari Bulan sadar ia belum tau bagaimana kabar dari Lelaki itu, beberapa kali Bulan mencoba menanyakannya pada Bintang maupun yang lainnya tapi mereka terus menerus mengalihkan topik.

Apa yang terjadi pada laki-laki itu?

walaupun Rio adalah salah satu penyebab celakanya Bulan sampai seperti sekarang ini Namun tetap saja. Rio adalah orang yang juga menyelamatkannya, ia melawan Ayahnya dan juga merelakan dirinya terluka untuk melindungi Bulan. Mungkin jika tidak ada laki-laki itu Bulan tidak tau bagaimana nasibnya sekarang ini.

Ibu yang sedari tadi duduk di samping Bulan bingung melihat Bulan yang tiba-tiba diam. "Lan," Ibu menegur Bulan yang melamun.

Bulan tersadar dari lamunannya, kemudian melirik ke arah Ibu. "Kenapa Bu?" Tanya Bulan

"Yang Kenapa itu kamu, Kenapa melamun? mikirin apa?" Tanya Ibu.

"Bu," Ucap Bulan sedikit ragu. Ibu tersenyum seolah berkata 'tidak apa-apa'

"Ummmm Rio gimana Bu?"

senyum dari Ibu langsung luntur kala mendengar pertanyaan dari Bulan, dari wajahnya ia ter;lihat bingung. Bingung bagaimana cara menjelaskan tentang Rio pada Bulan.

"Bu,"

"Eh, ee.. Ibu mau ke kantin bentar ya sayang, mau beli minum." Ibu langsung beranjak dari duduknya menghiraukan raut wajah bingung dari Bulan.

Awan yang baru datang melihat raut wajah Bulan yang menatap Ibu dengan bingung sekaligus kecewa. Ia menghampiri Adik perempuannya itu, kemudian duduk di tempat yang tadi Ibu tempati. "Kenapa?" Tanya Awan

"Bang,"

"Hmm?"

"Rio ngga apa-apa kan Bang?" Tanya Bulan langsung to the point yang Membuat Awan memasang wajah sama persis seperti ibu tadi,.

"Kenapa sih mukanya pada bingung gitu? emangnya Rio Kenapa?" Tanya Bulan lagi, ia menaikkan nada bicaranya sedikit kesal dengan respon yang diberikan orang-orang ini.

"Lann," Awan mencoba meraih tangan Bulan dan mengenggamnya, "Rio,"

melihat raut wajah Awan seakan memberikan jawaban atas pertanyaan Bulan. Ia menarik tangannya dari genggaman Awan. "Rio selamat kan?" Tanya Bulan berusaha meng-enyahkan pemikiran negative dari kepalanya.

"Jawab bang!!"

"Rio meninggal," Bukan Awan yang menjawab, tetapi Bintang. laki-laki itu masuk masih mengenakan seragam SMA nya, sepertinya ia baru pulang dari sekolah. "Lan," Bintang memanggil Bulan yang terdiam setelah mendengar perkataan Bintang yang tadi.

"Rio udah pergi Lan, dia udah tenang di sana."

"Nggak! dia belum jelasin semuanya ke aku Bi" Ucap Bulan lirih. "Aku-, Aku juga belum bilang terimaksih sama dia..., dia nggak boleh pergi dulu!!!" Bulan menunduk, tangannya meremas selimut yang ia pakai.

Awan memilih untuk menyingkir dan membiarkan Bintang menjelaskan semuanya pada Bulan. kemudian Bintang ikut duduk di berangkar Bulan, tepat di samping gadis itu, tanpa aba-aba ia langsung menrengkuh gadis itu, membawanya ke dalam pelukannya. Tangannya terangkat untuk mengusap surai Bulan yang sedikit tertutupi oleh perban.

"Bukan dia Bi," Bulan terus merancau dalam pelukan Bintang "Bukan dia yang harusnya pergi hiks.." airmatanya tak bisa dibendung lagi, ia menangis. ia benci menerima kenyataan bahwa ia harus kehilangan lagi.

Bulan benci perpisahan, dengan siapapun itu.

Rio. Lelaki yang baru Bulan kenal beberpa Bulan ini pergi, pergi karena menyelamatkannya. Ia tak pernah menyangkal bahwa apa yang selama ini Rio lakukan itu benar, tentu semuanya salah. Tapi itu hanya tetang kesalahpahaman.

Bulan pernah membenci Lelaki itu. Sangat. Tapi, Laki-laki itu sudah menebusnya. Ia sudah termaafkan. tapi mengapa harus dengan kepergian.

"Aku mau ke makam Rio Bi," Ucap Bulan setelah sekian lama diam dalam pelukan Bintang. Ia mendongak meminta izin kepada Bintang. Bintang yang melihat raut wajah kembarannya itu tersenyum simpul sambil mengangguk.

Sore tiba. seperti perkataan Bulan tadi, ia sekarang berada di area pemakaman, menemui seseorang yang menjadi alasan ia masih bisa bernafas sampai saat ini. Ditemani Bintang dan Kiky, Bulan dipapah dengan pelan untuk turun daru kursi rodanya. karena Seharusnya Bulan belum boleh untuk keluar dari Rumah Sakit, tapi dengan segala pertimbangan dan paksaan tentunya, ia berhasil mengantongi izin untuk keluar sebentar dari sana.

Kiky menurunkan Bulan tepat di samping gundukan tanah yang masih basah, sambil sesekali merapikan tudung kepala yang dipakai oleh Bulan.

"Hai Yo, gue Bulan." Bulan mencoba mengambil nafas Panjang, berusaha menghilangkan sesak yang menggerogoti dadanya. "Huh, gue selamat Yo, berkat Lo," kemudian hening kembali menyelimuti, tidak ada yang tau harus berbicara seperti apa dan bagaimana.

Bulan kembali menatap batu nisan itu dengan sedih. "Setelah ini gue harus gimana Yo? Bokap Lo, gue nggak tau harus gimana tentang dia, dia udah dapet hukuman yang setimpal dengan kehilangan Lo. Gue nggak mau jadi orang jahat, tapi dendam itu masih ada Yo, gue harus gimana..." Bulan memejamkan matanya, beusaha untuk tidak menangis lagi, ia tertunduk menikmati setiap sesakyang ada di dadanya.

"Hey," Kiky menangkup wajah Bulan yang tadinya tertunduk. "It's Okay, kamu nggak perlu lakuin apapun lagi sekarang. Just happy, semuanya undah selesai Lan. Udah cukup kesedihan kamu selama ini okey?" Kiky mengusap air mata yang jatuh mengenai pipi Bulan.

"Rio udah tenang di sana, ini semua pilihannya dia. Jadi apapun yang terjadi selanjutnya, dia pasti bakalan ngerti, hum?" Bulan mengangguk pelan.

"Sekarang pamit ke Rio, Kamu ngga boleh di luar lama-lama," Ucap Bintang memperingati, Ia sudah sedikit cemas tadi melihat Bulan yang seolah memaksakan dirinya, apalagi gadis itu masih terlihat sangat pucat.

Bulan kembali mengangguk pelan "Yo, Gue pamit. Gue harap, apapun keputusan gue selanjutnya nggak bakalan buat Lo benci sama gue disana." Bulan menjeda ucapannya. "Dan soal lukisan Lo, suatu saat gue bakal lanjutin dan tunjukkin ke lo. jangan datengin gue ya, Rest in peace,"

setelah mengucapkan itu Bulan kembali di papah untuk berdiri menuju ke kursi rodanya, tapi karena teralu lemas, jadinya Bulan sedikit oleng dan hampir terjatuh. dengan sigap Kiky langsung menopang tubuh Bulan dan menggendongnya ala bridal style. hal itu sedikit Membuat Bulan kaget,

"Ki," Kiky tersenyum simpul kemudioan menatap ke arah Bintang. "Bawa kursi rodanya Tang, Biar dia gue gendong aja," Ucapnya pada Bintang.

Bintang berdecih melihat adegan di depannya itu, Namun tak lupa ia menuruti perkataan Kiky untuk membawa kursi roda yang tdak berisi itu. semoga saja tidak ada setan yang iseng dan duduk di kursi roda itu.

--oo00oo--

UPDEEEEETTT...

BISA YU, KOMEN DAN BINTANGNYAAAAA...

aku rada maksa loh,

CERITA DARI LANGITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang