Senja di luar terlihat sangat indah, warna kuning keemasan yang berpadu dengan merah bergradasi dengan begitu sempurna, cahayanya terlihat hangat bagi bumi, tapi tidak bagi kediaman Danuarta, sepi mencekam menyelimuti rumah besar itu. Azri, Nara, Elvan dan Jaevan duduk di ruang tamu, mereka semua hanya diam menunggu papa pulang, entahlah hari ini papa akan semarah apa.Adzan magrib berkumandang, Azri mendongak kemudian beranjak dari duduknya,
"ke mesjid boys, solat dulu" ucap Azri,
"teteh ikut" ucap Nara,
"kan biasanya solat di rumah" ucap Elvan
"enggak ah mulai sekarang teteh mau ikut solat di mesjid, kecuali subuh" Jawabnya cicit, Azri terkekeh, ia tau alasan kenapa Nara ingin solat di masjid,
"yaudah hayu. Sok ambil mukenanya" ucap Jaevan, keempat anak papa kemudian masuk ke kamar mereka masing-masing untuk mengambil peralatan sholat, setelahnya mereka kemudian pergi ke masjid di ujung komplek bersama - sama.
"berdoa yang kenceng teh, biar papa gak marah" ucap Jaevan di perjalanan,
"tapi kan teteh gak sepenuhnya salah a, da kalo si cakra gak nampar teteh mah sama teteh juga gak bakalan dibanting"
"iyaa, tapi kan kamu tau sendiri papamu itu seperti apa" Kata Azri
"iyasii"
"atuh gimana ih aa" rengek nara, ketiga kakaknya itu malah tertawa"yaudah berdoa kata aa juga" ucap Jaevan
"aa bantuin nara atuh" Pintanya pada Azri
"sok aa bantu. Pake doa"
"anjir ih"
Elvan dan Jaevan tertawa kecil, mereka ingat saat dulu masuk BK, sebenarnya papa tidak marah, ia juga tidak masalah jika anaknya masuk BK asal kesalahan tidak sepenuhnya pada mereka. Dari dulu papa memang selalu mengajarkan untuk tidak ikut campur masalah orang lain, tapi wajib membela diri jika ada orang yang mengusik kita.
Dari dulu anak-anak Yohan Danuarta tidak pernah cari masalah, tapi orang lain yang selalu cari masalah dengan mereka.Setelah selesai solat magrib berjamaah, merela lalu berjalan pulang, sepanjang perjalanan pulang, Nara tidak berhenti merapalkan doa dan berdzikir, sedimanjanya Nara, ia tetap takut pada papa dan sebagaimana papa memanjakan nara, apabila bungsunya itu dianggap melakukan kesalahan maka tetap akan diberi hukuman.
Mobil putih milik papa sudah terparkir rapi di garasi begitu mereka masuk gerbang, jantung Nara berdegup tiga kali lebih kencang dari biasanya, ia bisa lihat papanya itu sedang mengambil air putih di dapur, kemeja yang tadi pagi ia pakai pun masih melekat di tubuhnya."assalamualaikum" ucap Azri, mereka satu persatu kemudian menyalami tangan papa,
"waalaikumsalam" jawab papa,
"nara, duduk disini"Nara yang dipanggil pun menurut, ia bahkan belum melepas mukenanya,
"papa mau denger penjelasan nara" ucap Yohan to the point,
"kenapa kok bisa berantem sama cakra terus ngebanting dia"Sebenarnya Yohan sudah tau dari Azri, ia juga sempat menelpon guru BK nya Nara, tapi Yohan tetap ingin tahu kenapa anak bungsunya itu bisa sangat emosi.
Nara menghela nafas panjang, ia kemudian menceritakan seluruh kronologi kejadian dari awal sampai akhir Tanpa melewatkan satu hal pun, ia mengulang semua ucapan Cakra dan dirinya termasuk kata-kata kasarnya, keempat laki-laki itu mendengarkan dengan saksama, tidak ada yang berani memotong ucapan nara,
"gitu," ucap Nara setelah menyelesailan ceritanya,
"iya teteh salah udah ngebanting cakra, nonjok cakra, tapi andai cakra gak mulai duluan ngehina teteh, teteh juga gak akan ngelakuin itu" ucap Nara cicit,
KAMU SEDANG MEMBACA
Our greatest World: Papa
Fiksi Penggemar*Semua hal yang terjadi di dalam cerita ini adalah FIKSI.* "papa ikut udunan beli album ya EXO sama NCT comebacknya barengan" - Adrinara Bintang Danuarta "ayo masalah sini lu gua gak takut! Gua punya Allah sama papa, papa gua kan kayak thor" -Jaev...