66. that's our girl!

552 57 9
                                    

Suasana pagi hari bulan puasa di komplek sentra asih cukup sepi. Tidak seperti hari - hari biasanya yang sudah riuh dengan wara wiri tukang roti, zupa-zupa atau suara dari warga yang hendak pergi bekerja. Memang kebetulan semua warga di komplek ini beragama muslim. Yohan menyapu halaman rumahnya sendiri, keempat anaknya masih tertidur di kamar mereka masing - masing, ia memang tidak kembali tidur setelah sahur tadi.

"ngapain pah? Masih pagi", Yohan menoleh menatap Jaevan yang berdiri di ambang pintu

"tumben kamu jam segini udah bangun?"

"gak enak tiduran mulu, pegel pah"

"lusa kontrol ya? ," ucap Yohan seraya menyimpan alat kebersihannya kemudian duduk di kursi, diikuti Jaevan.

"iyaa," Jaevan memperhatikan papanya itu dari samping. Rupanya papa sudah mulai menua, kulit tangannya mulai terlihat sedikit keriput dengan urat nadinya juga terlihat dengan jelas disana.

"papa,"

"hmhh?"

"papa marah sama a azri?"

"marah sih enggak, cuma yaa kesel aja sih. Kok tiba-tiba udah lamar, tiba-tiba mau nikahin anak orang abis lebaran, siapa yang gak kaget"

"ya mungkin dia sibuk pah jadi gak sempet ngobrolin hal ini sama papa,"

"sesibuk apapun harusnya dia bilang lah, orang masih anak papa"

"iya pah,"

"menikah itu bukan cuma perkara kamu milikin orang yang kamu suka seutuhnya jev, nikah itu harus sekali seumur hidup, kamu harus hidup cuma sama satu orang sepanjang hidup kamu, ngeliat orang yang sama setiap hari, setiap waktu, makanya kamu tuh harus bener-bener pastiin dia orang bener-bener cocok sama kamu nggak, kamu beneran sanggup gak ngabisin semua waktu kamu di dunia ini sama dia, pastiin dulu rasa sayang kamu itu, jangan sampai itu cuma perasaan sayang yang ada di awal aja,"
"papa emang gak tau isi hati Azri, perasaannya ke pacarnya seserius apa, cuma ya papa tuh mau dibicarain dulu, memang papa pernah nyuruh dia untuk kasih kepastian, tapi bukan dengan dadakan kayak gini,"

Kini Jaevan mengerti kenapa semalam papa terlihat marah, ia hanya ingin dilibatkan dalam setiap moment penting anak-anaknya. Jaevan memilih diam tak berkomentar apapun, tak lama Azri menghampiri keduanya,

"nahh, pas! Ngobrol dah kalian berdua, mumpung masih pagi, emosinya masih rendah" ucap Jaevan seraya berdiri, Azri membantu adiknya itu untuk berdiri dengan tongkatnya,

"silahkan obrolan dewasa, gue gak mau ikutan, mau tidur lagi aja ah" ucapnya seraya beranjak masuk

"hati -hati, pelan - pelan" ucap Papa sembari memperhatikan setiap langkah jaevan yang masuk ke dalam rumah.

Nara turun dari lantai dua beriringan dengan Elvan, keduanya baru bangun tidur,
"sepi banget rumah, pada kemana" tanya Nara dengan suaranya yang masih serak, ia hendak berjalan ke teras rumah

"mau kemana lu?"

"keluar menghirup udara segar,"

"jangan, ada papa lagi ngobrol sama Azri" cegah Jaevan,

"ohh," ucap Nara singkat, Jaevan menatap Elvan yang tertidur sembari duduk di anak tangga, bukan jaevan namanya kalau tidak jahil, ia menjitak kepala Elvan yang membuatnya mengrjap karena sakit

"sakit anj-" makian Elvan tertahan

"hayoloo kalo ngomong kasar pahalanya di cash back lima puluh persen, hayoo" goda Jaevan, Elvan menatap galak kakaknya itu,

"nyebelin lo ah, sakit tau"

"ya tidurnya jangan disini dong, di kamar sana"

"protes mulu" gumam Elvan, ia lalu beranjak dari tidurnya dan beralih ke kasur yang sengaja di gelar di depan tv, ia berbaring di dekat nara yang sudah kembali tidur, Jaevan menggelengkan kepalanya, ia juga lalu ikutan berbaring disana dan memejamkan mata. Sesaat kemudian ketiganya pun kembali tertidur dengan ditemani kartun Spongebob yang tayang di tv tanpa mereka tonton.

Our greatest World: PapaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang