Papa di rawat di rumah sakit sampai kondisinya benar-benar pulih, kini terhitung sudah seminggu papa dirawat. Nara, Elvan, Azri dan Jaevan setiap harinya bergantian berjaga disana karena memang tidak boleh ditunggu oleh banyak orang,
"ni siapa ni yang mau pulang dulu?" tanya Azri kedua adiknya itu hanya diam, ya, anak-anak papa yang saat ini ada di rumah sakit hanya Azri, Jaevan dan Nara, Elvan sudah berangkat sekolah pagi tadi, ia masih ada ujian.
"gue nanya loh bukan pengumuman" ucapnya lagi
"ya lagian gaada yang mau pulang" ucap Jaevan
"rese nih aturan rumah sakit, masa gak boleh banyak orang yang nemenin pasiennya" Ucap Nara,
"kan biar pasiennya bisa istirahat dengan tenang teteh" ucap papa
"ni kalo masih gaada yang mau pulang kita suit aja ya?" ucap Azri
"yaudah gue pulang deh" ucap Jaevan
"oke, berarti yang pulang hari ini Jaevan sama gue ya? Teteh sama Elvan jaga disini sampe sore, nanti malem gantian, teteh, elvan sama jaevan yang di rumah, teteh besok mulai masuk sekolah kan? " tutur Azri yang kemudian diangguki oleh kedua anak tersebut.
Sepeninggal Azri dan Jaevan, Nara hanya diam sembari memainkan ponselnya, papa sudah kembali tidur, memang ia harus banyak istirahat kan. Nara berjalan keluar ruangan papa, ia berkeliling rumah sakit, menyapa beberapa dokter dan suster yang memang ia kenal. Nara duduk di sebuah kursi panjang di ruang tunggu, ia mengamati setiap interaksi di rumah sakit, tapi yang paling menarik matanya ialah pandangan seorang peremuan yang sedang menyuapi seorang pria yang duduk diatas kursi roda, mereka mengobrol sembari tersenyum, tertawa dan terlihat bahagia, siapapun bisa langsung tahu kalau mereka adalah sepasang suami istri.
Nara tertegun, papa melihat pemandangan seperti itu setiap harinya, apa mungkin ia tidak merasa iri? Atau mungkin bahkan papa merasa sedih? Jika mama tidak pergi waktu itu, mungkin saat sakit seperti ini papa juga akan merasakan hal yang sama dengan pria itu, dirawat oleh seseorang yang sangat dicintai.
Tapi meski begitu, ruangan papa tidak pernah sepi karena teman-temannya setiap hari bergantian menjenguk papa, beberapa staf rumah sakit juga sesekali datang ke ruangan papa, yang paling sering datang adalah dokter Dion, dokter Rio, dokter Junwan dan dokter dara, nara dan anak papa yang lainnya sangat mengenal mereka dengan baik. Ah ya ada juga seorang dokter perempuan yang cukup membuat Nara penasaran, namanya dokter Indah, dia seorang dokter gigi yang katanya berteman dekat dengan papa. Tidak seperti teman papa yang lainnya, dokter perempuan itu semacam punya perhatian khusus mungkin?
Setelah bosan berkeliling, Nara kembali ke kamar papa, dilihatnya laki-laki itu masih tertidur pulas. Nara duduk di kursi di samping papa kemudian menggenggam tangan kirinya, papa yang biasanya kuat kini terlihat sangat lemah.
"papa ini suka sedih nggak sih?" gumamnya kecil
"papa selalu dengerin curhatan teteh sama aa, tapi papa gak pernah ceritain masalah papa. Kalo papa gak bisa cerita ke teteh karena teteh masih kecil, seenggaknya papa cerita ke a Azri ya pah?"
"jangan dipendem sendirian" Ucapnya lagi, Nara menghembuskan nafasnya, ia lalu menidurkan kepalanya di samping tangan papa, menatap wajah tenang papa sejenak sebelum kemudian ia juga ikut memejamkan matanya.Sore ini ruangan papa cukup ramai oleh kedatangan teman-temannya Jaevan, ya siapa lagi jika bukan Haikal, Joni, Yuki, Juno, Wira dan Geva. Dimas absen kali ini karena harus mengahdiri webinar di kampus sebelah.
"om gimana kabarnya om? Joni kaget pisan asli pas denger kata mamah om dibawa pake ambulans"
"ya gini gini aja jon, tapi insyaallah mendingan"
KAMU SEDANG MEMBACA
Our greatest World: Papa
Fanfiction*Semua hal yang terjadi di dalam cerita ini adalah FIKSI.* "papa ikut udunan beli album ya EXO sama NCT comebacknya barengan" - Adrinara Bintang Danuarta "ayo masalah sini lu gua gak takut! Gua punya Allah sama papa, papa gua kan kayak thor" -Jaev...